Lansia Miskin Desa Panji Tak Dapat Jatah Rastra
Sejumlah warga lanjut usia (lansia) miskin di Banjar Dinas Kelod Kauh, Desa Panji tahun ini tidak tersentuh bantuan Beras Sejahtera (Rastra).
SINGARAJA, NusaBali
Hal tersebut pun menjadi keluhan sekaligus harapan mereka untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah. Seperti yang dialami pasutri lingsir Putu Loka, 64, dan istrinya Made Suci, 60, warga Banjar Dinas Kelod Kauh, Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Loka dalam keadaan sakit-sakitan, dan istrinya mengalami kebutaan sejak dua tahun lalu. Pasutri renta ini saat ini hanya mengandalkan anaknya Made Bagiasa yang kesehariannya hanya sebagai buruh serabutan.
Pasutri ini pun mengaku tidak mendapat jatah rastra, sejak dua tahun lalu. Padahal sebelumnya mereka rutin mendapatkannya setiap bulan. “Dulu dapat setiap bulan, tapi sejak dua tahun lalu tidak lagi dapat, tidak tahu kenapa. Sudah sempat tanya ke petugas desa, tapi tidak ada jawaban,” kata Suci yang ditemui Rabu (7/3) kemarin di gubuknya.
Hal serupa juga diakui Made Tari, 66, yang juga warga Banjar Dinas Kelod Kauh, Desa Panji. Kondisinya yang sudah renta dan kurang mampu masih memaksanya untuk bekerja menafkahi hidupnya sendiri. Di hari tuanya ia bekerja sebagai pemilah sampah di bank sampah Desa Panji dan kadang juga sebagai buruh petik bunga. Perlakuan tidak adil juga dialami Made Rauh, 64. Ia menganggap penjatahan rastra tidak adil. Karena ada warga yang tergolong mampu yang mendapatkan jatah rastra.
Sementara itu Kelian Banjar Dinas Kelod Kauh, Nyoman Marsajaya tak menampik banyak warga kurang mampu mengeluh terkait realisasi pendistribusian bantuan rastra. Pihaknya pun mengakui, jika pendistribusian beras rastra selama ini tidak tepat sasaran.
Tahun ini di Banjar Dinas Kelod Kauh yang mendapatkan jatah rastra sebanyak 30 orang. Hanya saja puluhan penerima yang saat ini mendapatkan jatah rastra 10 kilogram per bulannya disebut rata-rata tidak tepat sasaran. Karena banyak warga yang tergolong sudah mampu yang malah mendapatkan batuan rastra dari pemerintah.
“Masalah ini hampir terjadi di semua banjar di Panji, padahal masih banyak warga kami yang lebih berhak menerima rastra jika dibandingkan dengan data yang turun dari pusat,” kata dia.
Padahal ia mengakui sudah melakukan validasi dan penggantian penerima yang tepat sesuai dengan arahan Dinas Sosial Kabupaten Buleleng. Hanya saja, data validasi yang sudah disetor pihak desa seakan tidak terpakai. Nama-nama penerima yang sudah tercoret karena dinilai sudah mampu, kembali muncul di tahun ini. “Ini yang kami tidak mengerti padahal beberapa kali sudah sempat validasi dan direvisi tapi data yang nongol kembali data lama,” kata dia.
Sementara itu Kepala Dinas Sosial Kabupaten Buleleng, Gede Komang, dikonfirmasi terpisah mengatakan untuk penerima rastra tahun 2018 menggunakan Basis Data Terpadu (BDT) tahun 2016. Pihaknya pun tidak menampik jika masih ada data yang tidak valid soal penerima rastra.
Sebab data yang diberikan oleh BDT Kementerian Sosial RI hanya data jumlah. Sedangkan data by name by dress menggunakan sistem sampling. Sehingga banyak yang tidak relevan di bawah. Pihaknya pun tidak menyangkal jika sudah dilakukan validasi data setiap enam bulan sekali. Termasuk di tahun 2017 lalu, untuk menyempurnakan data kemiskinan di Buleleng.
Hanya saja penyetoran data validasi di akhir tahun 2017 lalu terlambat. Sehingga data validasi yang dilakukan pemerintah desa melalui Musyawarah Desa (Mudes) belum masuk ke data pusat. “Kemarin Buleleng telat menyetor, karena terakhir waktu dari pemerintah pusat November, sedangkan kita Buleleng baru selesai Desember,” kata dia.
Keterlambatan itu pun dikatakannya disebabkan oleh keterlambatan penyetoran data Mudes dari total 148 desa di Buleleng. “Ada yang belum selesai kita tunggu sehingga terlambat,” imbuh dia. Pihaknya pun mengatakan masalah distribusi rastra yang tidak tepat sasaran itu bisa diperbaiki seiring berjalannya waktu. Pemerintah Desa dapat mengajukan nama baru dan mencoret yang dianggap sudah tidak layak melalui Mudes. Selanjutnya akan diajukan ke pusat untuk perbaikan data.*k23
Pasutri ini pun mengaku tidak mendapat jatah rastra, sejak dua tahun lalu. Padahal sebelumnya mereka rutin mendapatkannya setiap bulan. “Dulu dapat setiap bulan, tapi sejak dua tahun lalu tidak lagi dapat, tidak tahu kenapa. Sudah sempat tanya ke petugas desa, tapi tidak ada jawaban,” kata Suci yang ditemui Rabu (7/3) kemarin di gubuknya.
Hal serupa juga diakui Made Tari, 66, yang juga warga Banjar Dinas Kelod Kauh, Desa Panji. Kondisinya yang sudah renta dan kurang mampu masih memaksanya untuk bekerja menafkahi hidupnya sendiri. Di hari tuanya ia bekerja sebagai pemilah sampah di bank sampah Desa Panji dan kadang juga sebagai buruh petik bunga. Perlakuan tidak adil juga dialami Made Rauh, 64. Ia menganggap penjatahan rastra tidak adil. Karena ada warga yang tergolong mampu yang mendapatkan jatah rastra.
Sementara itu Kelian Banjar Dinas Kelod Kauh, Nyoman Marsajaya tak menampik banyak warga kurang mampu mengeluh terkait realisasi pendistribusian bantuan rastra. Pihaknya pun mengakui, jika pendistribusian beras rastra selama ini tidak tepat sasaran.
Tahun ini di Banjar Dinas Kelod Kauh yang mendapatkan jatah rastra sebanyak 30 orang. Hanya saja puluhan penerima yang saat ini mendapatkan jatah rastra 10 kilogram per bulannya disebut rata-rata tidak tepat sasaran. Karena banyak warga yang tergolong sudah mampu yang malah mendapatkan batuan rastra dari pemerintah.
“Masalah ini hampir terjadi di semua banjar di Panji, padahal masih banyak warga kami yang lebih berhak menerima rastra jika dibandingkan dengan data yang turun dari pusat,” kata dia.
Padahal ia mengakui sudah melakukan validasi dan penggantian penerima yang tepat sesuai dengan arahan Dinas Sosial Kabupaten Buleleng. Hanya saja, data validasi yang sudah disetor pihak desa seakan tidak terpakai. Nama-nama penerima yang sudah tercoret karena dinilai sudah mampu, kembali muncul di tahun ini. “Ini yang kami tidak mengerti padahal beberapa kali sudah sempat validasi dan direvisi tapi data yang nongol kembali data lama,” kata dia.
Sementara itu Kepala Dinas Sosial Kabupaten Buleleng, Gede Komang, dikonfirmasi terpisah mengatakan untuk penerima rastra tahun 2018 menggunakan Basis Data Terpadu (BDT) tahun 2016. Pihaknya pun tidak menampik jika masih ada data yang tidak valid soal penerima rastra.
Sebab data yang diberikan oleh BDT Kementerian Sosial RI hanya data jumlah. Sedangkan data by name by dress menggunakan sistem sampling. Sehingga banyak yang tidak relevan di bawah. Pihaknya pun tidak menyangkal jika sudah dilakukan validasi data setiap enam bulan sekali. Termasuk di tahun 2017 lalu, untuk menyempurnakan data kemiskinan di Buleleng.
Hanya saja penyetoran data validasi di akhir tahun 2017 lalu terlambat. Sehingga data validasi yang dilakukan pemerintah desa melalui Musyawarah Desa (Mudes) belum masuk ke data pusat. “Kemarin Buleleng telat menyetor, karena terakhir waktu dari pemerintah pusat November, sedangkan kita Buleleng baru selesai Desember,” kata dia.
Keterlambatan itu pun dikatakannya disebabkan oleh keterlambatan penyetoran data Mudes dari total 148 desa di Buleleng. “Ada yang belum selesai kita tunggu sehingga terlambat,” imbuh dia. Pihaknya pun mengatakan masalah distribusi rastra yang tidak tepat sasaran itu bisa diperbaiki seiring berjalannya waktu. Pemerintah Desa dapat mengajukan nama baru dan mencoret yang dianggap sudah tidak layak melalui Mudes. Selanjutnya akan diajukan ke pusat untuk perbaikan data.*k23
Komentar