PLTS Desa Bondalem Belum Dapat Dimanfaatkan
Pembangunan PLTS ini dimaksudkan mengurangi beban biaya lisrik yang mencapai Rp 10 juta per bulan untuk satu titik sumur.
Dibangun untuk Kurangi Beban Listrik PLN
SINGARAJA,NusaBali
Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atau Solar Cell untuk mengangkat air sumur di Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula, hingga kini belum bisa dioperasikan. PLTS dibangun guna mengurangi biaya listrik PLN yang ditanggung Pengelola Air Minum (PAM) desa selama ini.
Tercatat ada tiga titik sumur sebagai sumber air bawah tanah yang dikelola oleh PAM Desa Bondalem untuk pelayanan air bersih warganya. Selama ini, operasional pelayanan air bersih dari sumur bor itu memakai tenaga listrik PLN. Konon biaya listrik untuk satu titik sumur sumber air mencapai Rp 10 juta sebulan.
Nah, karena biaya listrik itu dianggap terlalu tinggi, Pemkab Buleleng memberikan bantuan pembangunan PLTS secara bertahap. Tahap awal, PLTS dibangun untuk satu titik sumur, dengan biaya sekitar Rp 1,010 miliar, termasuk membuat jaringan perpipaan. PLTS dibangun dengan 77 panel, mampu menghasilkan daya sebesar 23 kWh. Sedangkan pemakaian daya untuk satu titik sumur sebesar 15 kWh.
Pembangunan PLTS ini sejatinya sudah rampung Februari 2018 lalu. Namun hingga kini belum bisa dioperasikan oleh PAM Desa Bondalem.
Kepala Bidang (Kabid) Air Minum Penyehatan Lingkungan (AMPL) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Buleleng, Gede Suharjono yang dikonfirmasi Senin (19/3) mengatakan, pengoperasian PLTS di Desa Bondalem masih menunggu izin dari PLN Distribusi Bali. Karena operasional PLTS itu memakai sistem kWh Exim (eksport import) dengan jaringan listrik PLN. ”Karena ini memakai sistem ON Grid, dengan jaringan PLN, jadi harus ada izin dari PLN. Beberapa komponen didalamnya harus disesuaikan dengan PLN,” katanya.
Suharjono menjelaskan, dengan sistem ON Grid,maka ada kWh Exim, dimana daya yang dihasilkan oleh PLTS akan masuk ke jaringan PLN, kemudian dikeluarkan seperlunya untuk membangkitkan mesin pengangkat air. Nantinya kelebihan daya yang tidak dimanfaatkan, tersimpan oleh PLN. “Sisanya ini dapat dipakai sebagai cadangan, karena bisa jadi PLTS itu tidak menghasilkan daya akibat cuaca mendung, sehingga ini dapat mengurangi beban listrik,” jelasnya.
Menurut Suharjono, PLTS yang dibangun dengan sistem ON Grid dengan PLN, karena pemanfaatan PLTS sangat tergantung dari cuaca. Sehingga ketika musim penghujan atau tidak ada sinar matahari, praktis PLTS tidak bisa dimenghasilkan tenaga listrik. Sehingga, pemanfaatan air bawah tanah masih sangat tergantung dengan PLN. “Kalau PLTS mandiri, biayanya tinggi, karena harus ada baterai penyimpanan. Nah kita belum sampai kesana. Sekarang ini masih pilot projek untuk satu titik sumur bor saja. Kalau ini berhasil, nanti bisa dilanjutkan secara bertahap,” ujarnya.*k19
SINGARAJA,NusaBali
Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atau Solar Cell untuk mengangkat air sumur di Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula, hingga kini belum bisa dioperasikan. PLTS dibangun guna mengurangi biaya listrik PLN yang ditanggung Pengelola Air Minum (PAM) desa selama ini.
Tercatat ada tiga titik sumur sebagai sumber air bawah tanah yang dikelola oleh PAM Desa Bondalem untuk pelayanan air bersih warganya. Selama ini, operasional pelayanan air bersih dari sumur bor itu memakai tenaga listrik PLN. Konon biaya listrik untuk satu titik sumur sumber air mencapai Rp 10 juta sebulan.
Nah, karena biaya listrik itu dianggap terlalu tinggi, Pemkab Buleleng memberikan bantuan pembangunan PLTS secara bertahap. Tahap awal, PLTS dibangun untuk satu titik sumur, dengan biaya sekitar Rp 1,010 miliar, termasuk membuat jaringan perpipaan. PLTS dibangun dengan 77 panel, mampu menghasilkan daya sebesar 23 kWh. Sedangkan pemakaian daya untuk satu titik sumur sebesar 15 kWh.
Pembangunan PLTS ini sejatinya sudah rampung Februari 2018 lalu. Namun hingga kini belum bisa dioperasikan oleh PAM Desa Bondalem.
Kepala Bidang (Kabid) Air Minum Penyehatan Lingkungan (AMPL) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Buleleng, Gede Suharjono yang dikonfirmasi Senin (19/3) mengatakan, pengoperasian PLTS di Desa Bondalem masih menunggu izin dari PLN Distribusi Bali. Karena operasional PLTS itu memakai sistem kWh Exim (eksport import) dengan jaringan listrik PLN. ”Karena ini memakai sistem ON Grid, dengan jaringan PLN, jadi harus ada izin dari PLN. Beberapa komponen didalamnya harus disesuaikan dengan PLN,” katanya.
Suharjono menjelaskan, dengan sistem ON Grid,maka ada kWh Exim, dimana daya yang dihasilkan oleh PLTS akan masuk ke jaringan PLN, kemudian dikeluarkan seperlunya untuk membangkitkan mesin pengangkat air. Nantinya kelebihan daya yang tidak dimanfaatkan, tersimpan oleh PLN. “Sisanya ini dapat dipakai sebagai cadangan, karena bisa jadi PLTS itu tidak menghasilkan daya akibat cuaca mendung, sehingga ini dapat mengurangi beban listrik,” jelasnya.
Menurut Suharjono, PLTS yang dibangun dengan sistem ON Grid dengan PLN, karena pemanfaatan PLTS sangat tergantung dari cuaca. Sehingga ketika musim penghujan atau tidak ada sinar matahari, praktis PLTS tidak bisa dimenghasilkan tenaga listrik. Sehingga, pemanfaatan air bawah tanah masih sangat tergantung dengan PLN. “Kalau PLTS mandiri, biayanya tinggi, karena harus ada baterai penyimpanan. Nah kita belum sampai kesana. Sekarang ini masih pilot projek untuk satu titik sumur bor saja. Kalau ini berhasil, nanti bisa dilanjutkan secara bertahap,” ujarnya.*k19
Komentar