Pantai Lovina Tercemar Limbah
‘’Kami bisa lihat perbedaan air laut yang berwarna keruh di bagian tepi, itu adalah limbah cair”.
DLH Ketatkan Pembinaan Usaha Pariwisata
SINGARAJA, NusaBali
Laut Lovina, Buleleng, terkenal kerena keindahan bawah laut dan ketenangan gelombangnya. Namun pantai yang punya Dolpin jinak ini kini makin rentan tercemar limbah. Limbah mulai ditemukan oleh sejumlah penyelam dan aktivis lingkungan.
Mereka menduga limbah cair yang mencemari air laut tersebut berasal dari usaha pariwisata di kawasan tersebut. Seperti diungkapkan salah seorang dosen Fakultas MIPA Undiksha, Gede Iwan Setiabudi. Dosen yang aktivis lingkungan ini mengaku sempat membersihkan sampah di bawah laut Lovina bersama para penyelam. Mereka malah menemukan pencemaran limbah cair. Limbah ini lebih berbahaya dibandingkan ancaman sampah plastik yang menutupi terumbu karang. “Kami bisa lihat perbedaan air laut yang berwarna keruh di bagian tepi, itu adalah limbah cair,” katanya.
Sifat limbah cair yang akan menyatu saat bermuara di laut, kelas Iwan, sulit diatasi. Berbeda dengan sampah plastik yang bisa dipunguti satu persatu. Limbah cair akan mengancam pertumbuhan terumbu karang yang sedang dikonservasi di kawasan laut Lovina.
Dikonfirmasi terpisah, Selasa (20/3), Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng Nyoman Genep mengaku, sudah mengupayakan antisipasi. Mulai dari pemantauan dan pengawasan pengusaha wisata di kawasan Lovina terkait kepemilikan pengolahan limbah. Dia menegaskan, seluruh pengusaha pariwisata baik hotel, restoran dan penginapan wajib memiliki pengolahan limbah. Olah limbah ini sebelum dialirkan ke badan air maupun laut. Sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi biota laut sebagai penerima akhirnya.
Selain itu, sesuai dengan ketentuan, pembangunan usaha pariwisata selain harus mengantongi rekomendasi Bupati juga harus melengkapi kajian dan izin lingkungan. Izin itu berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) maupun AnalisisMengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). “Kalau pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL, Red) itu memang tidak diharuskan. Tapi, disesuaikan dengan besar kecilnya dampak dari usaha, namun wajib punya pengolahan limbah,” kata Genep.
Masing-masing pengusaha pariwisata, jelas dia, juga wajib melaporkan kajian lingkungan di sekitar usaha mereka setiap enam bulan sekali.Disinggung soal informasi pencemaran limbah cair, pihaknya mengaku akan segera mengecek ulang pada usaha pariwisata di sekitar Lovina. Jika ditemukan pelanggaran, DLH akan membina, peringatan hingga pencabutan izin operasional.*k23
SINGARAJA, NusaBali
Laut Lovina, Buleleng, terkenal kerena keindahan bawah laut dan ketenangan gelombangnya. Namun pantai yang punya Dolpin jinak ini kini makin rentan tercemar limbah. Limbah mulai ditemukan oleh sejumlah penyelam dan aktivis lingkungan.
Mereka menduga limbah cair yang mencemari air laut tersebut berasal dari usaha pariwisata di kawasan tersebut. Seperti diungkapkan salah seorang dosen Fakultas MIPA Undiksha, Gede Iwan Setiabudi. Dosen yang aktivis lingkungan ini mengaku sempat membersihkan sampah di bawah laut Lovina bersama para penyelam. Mereka malah menemukan pencemaran limbah cair. Limbah ini lebih berbahaya dibandingkan ancaman sampah plastik yang menutupi terumbu karang. “Kami bisa lihat perbedaan air laut yang berwarna keruh di bagian tepi, itu adalah limbah cair,” katanya.
Sifat limbah cair yang akan menyatu saat bermuara di laut, kelas Iwan, sulit diatasi. Berbeda dengan sampah plastik yang bisa dipunguti satu persatu. Limbah cair akan mengancam pertumbuhan terumbu karang yang sedang dikonservasi di kawasan laut Lovina.
Dikonfirmasi terpisah, Selasa (20/3), Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng Nyoman Genep mengaku, sudah mengupayakan antisipasi. Mulai dari pemantauan dan pengawasan pengusaha wisata di kawasan Lovina terkait kepemilikan pengolahan limbah. Dia menegaskan, seluruh pengusaha pariwisata baik hotel, restoran dan penginapan wajib memiliki pengolahan limbah. Olah limbah ini sebelum dialirkan ke badan air maupun laut. Sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi biota laut sebagai penerima akhirnya.
Selain itu, sesuai dengan ketentuan, pembangunan usaha pariwisata selain harus mengantongi rekomendasi Bupati juga harus melengkapi kajian dan izin lingkungan. Izin itu berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) maupun AnalisisMengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). “Kalau pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL, Red) itu memang tidak diharuskan. Tapi, disesuaikan dengan besar kecilnya dampak dari usaha, namun wajib punya pengolahan limbah,” kata Genep.
Masing-masing pengusaha pariwisata, jelas dia, juga wajib melaporkan kajian lingkungan di sekitar usaha mereka setiap enam bulan sekali.Disinggung soal informasi pencemaran limbah cair, pihaknya mengaku akan segera mengecek ulang pada usaha pariwisata di sekitar Lovina. Jika ditemukan pelanggaran, DLH akan membina, peringatan hingga pencabutan izin operasional.*k23
1
Komentar