Bali tak Mampu Penuhi Permintaan Tenaga Spa
Bali tidak mampu memenuhi tingginya permintaan tenaga therapies/spa dari sejumlah Negara.
DENPASAR, NusaBali
Diantaranya Negara-negara kawasan Timur Tengah, seperti Uni Emirat Arab dan yang lainnya.Hal itu dikarena Bali belum bisa menghasilkan tenaga profesional therapies dalam jumlah memadai. Dari sekitar 4000 lowongan/posisi, dominan tharapies/spa Bali hanya mampu mengisi sekitar 2000 –orang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali Luh Made Wiratmi mengatakan, Jumat (23/3). “Masih kurang, belum mampu memenuhi permintaan pasar kerja,” kata Luh Wiratmi.Menurut Luh Wiratmi, ada beberapa hal yang menjadi penyebab, tidak terpenuhi permintaan pasar kerja, khususnya tenaga spa. Salah satuya faktor psikologis. “Masih ada anggapan menjadi pekerja spa/therapies kurang bergengsi,” ujarnya.
Karenanya masih ada semacam keogahan, untuk menjadi tenaga therapies professional. “Padahal gengsi ditentukan tingkat profesionalisme,” lanjut Luh Wiratmi.Itu pula yang menyebabkan, masih ada diantara kalangan warga yang memilih-milih pekerjaan. “Sikap yang semestinya tidak boleh dilanjutkan dalam rangka persaingan,” tandasnya.
Untuk itu, Pemerintah, mendorong terus meningkatkan tenaga-tenaga terampil, dalam berbagai bidang kebutuhan tenaga kerja. “Kami lakukan pelatihan kerjasama dengan lembaga pelatihan yang terakreditasi,” ujar Luh Wiratmi. Dengan pelatihan, kebutuhan permintaan tenaga kerja dari luar bisa dipenuhi.“Khusus untuk therapies maupun serta produknya luas diminati luar negeri,” ungkap Luh Wiratmi.
Sementara mereka yang sudah mengambil pilihan sebagai TKI, Luh Wiratmi mengingatkan agar mengikuti aturan dan prosedur soal ketenagakerjaan (menjadi TKI), sehingga hak-hak dan perlindungan sebagai TKI terjamin. *K17
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali Luh Made Wiratmi mengatakan, Jumat (23/3). “Masih kurang, belum mampu memenuhi permintaan pasar kerja,” kata Luh Wiratmi.Menurut Luh Wiratmi, ada beberapa hal yang menjadi penyebab, tidak terpenuhi permintaan pasar kerja, khususnya tenaga spa. Salah satuya faktor psikologis. “Masih ada anggapan menjadi pekerja spa/therapies kurang bergengsi,” ujarnya.
Karenanya masih ada semacam keogahan, untuk menjadi tenaga therapies professional. “Padahal gengsi ditentukan tingkat profesionalisme,” lanjut Luh Wiratmi.Itu pula yang menyebabkan, masih ada diantara kalangan warga yang memilih-milih pekerjaan. “Sikap yang semestinya tidak boleh dilanjutkan dalam rangka persaingan,” tandasnya.
Untuk itu, Pemerintah, mendorong terus meningkatkan tenaga-tenaga terampil, dalam berbagai bidang kebutuhan tenaga kerja. “Kami lakukan pelatihan kerjasama dengan lembaga pelatihan yang terakreditasi,” ujar Luh Wiratmi. Dengan pelatihan, kebutuhan permintaan tenaga kerja dari luar bisa dipenuhi.“Khusus untuk therapies maupun serta produknya luas diminati luar negeri,” ungkap Luh Wiratmi.
Sementara mereka yang sudah mengambil pilihan sebagai TKI, Luh Wiratmi mengingatkan agar mengikuti aturan dan prosedur soal ketenagakerjaan (menjadi TKI), sehingga hak-hak dan perlindungan sebagai TKI terjamin. *K17
1
Komentar