Septyani Disebut Alami Kekerasan Psikis
10 Pengacara Dampingi Ibu Pembunuh Tiga Anaknya
GIANYAR, NusaBali
Tersangka pembunuh 3 anak kandung, Ni Luh Putu Septyani Parmadani, 33, menjalani pemeriksaan di Unit PPA Polres Gianyar, Senin (26/3) kemarin. Septyani diperiksa selama 2 jam 35 menit mulai pukul 10.00 wita sampai pukul 12.35 wita. Selama pemeriksaan, Septyani didampingi kuasa hukum dari Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI)- Bali.
LABHI-BALI yang terdiri dari 10 orang kuasa hukum mendampingi Septyani atas permintaan dari keluarga. Salah satu kuasa hukum, Made 'Ariel' Suardana menjelaskan, tersangka juga didampingi saat pemeriksaan pada Jumat (2/3) lalu.
"Terungkap dari hasil pemeriksaan, bahwa klien kami telah mengalami kekerasan rumah tangga secara psikis, mengalami trauma luar biasa, luka psikis yang amat dalam, dan gangguan kejiwaan," jelas Made Ariel Suardana.
Lebih lanjut dijelaskan, adanya tindakan tersangka Septyani yang bertindak diluar akal sehat tersebut, adalah hasil dari luka psikis dan trauma luar biasa, luka psikis yang amat dalam. "Selama hidupnya klien kami mendapat caci maki, pelecehan harga diri, kekerasan, pengucilan. Hal itu dialaminya setiap saat sebagaimana tertuang dalam BAP di kepolisian," terangnya.
Kini kuasa hukum Septyani pun sedang memikirkan sesegera mungkin mengungkap fakta tersebut dengan melakukan pelaporan pidana atas KDRT yang dialami Septyani. "Siapa yang diduga sebagai pelakunya kami akan sampaikan pada saat pelaporan nantinya sebab ada dugaan tersangka adalah korban kekerasan psikis yang menyebabkan tersangka di luar kendali akal sehatnya, sebagai penyebab mengapa klien kami melakukan pembunuhan kepada anaknya," ungkapnya.
Menurut Ariel, beban pikiran, perubahan psikis atau kejiwaan maupun beban mental yang tersangka rasakan sebenarnya terlalu besar bahkan secara psikologis sebenarnya tidak mampu diwakili dengan kata-kata. Oleh karena penyidikan masih berlanjut pihaknya pun meminta masyarakat untuk memandang permasalahan ini secara objektif. Sebab pada dasarnya pilihan dari tersangka itu adalah hidup mati bersama anak-anaknya dan kondisi hidup sekarang ini beban mental itu pastinya semakin bertambah. nvi
Tersangka pembunuh 3 anak kandung, Ni Luh Putu Septyani Parmadani, 33, menjalani pemeriksaan di Unit PPA Polres Gianyar, Senin (26/3) kemarin. Septyani diperiksa selama 2 jam 35 menit mulai pukul 10.00 wita sampai pukul 12.35 wita. Selama pemeriksaan, Septyani didampingi kuasa hukum dari Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI)- Bali.
LABHI-BALI yang terdiri dari 10 orang kuasa hukum mendampingi Septyani atas permintaan dari keluarga. Salah satu kuasa hukum, Made 'Ariel' Suardana menjelaskan, tersangka juga didampingi saat pemeriksaan pada Jumat (2/3) lalu.
"Terungkap dari hasil pemeriksaan, bahwa klien kami telah mengalami kekerasan rumah tangga secara psikis, mengalami trauma luar biasa, luka psikis yang amat dalam, dan gangguan kejiwaan," jelas Made Ariel Suardana.
Lebih lanjut dijelaskan, adanya tindakan tersangka Septyani yang bertindak diluar akal sehat tersebut, adalah hasil dari luka psikis dan trauma luar biasa, luka psikis yang amat dalam. "Selama hidupnya klien kami mendapat caci maki, pelecehan harga diri, kekerasan, pengucilan. Hal itu dialaminya setiap saat sebagaimana tertuang dalam BAP di kepolisian," terangnya.
Kini kuasa hukum Septyani pun sedang memikirkan sesegera mungkin mengungkap fakta tersebut dengan melakukan pelaporan pidana atas KDRT yang dialami Septyani. "Siapa yang diduga sebagai pelakunya kami akan sampaikan pada saat pelaporan nantinya sebab ada dugaan tersangka adalah korban kekerasan psikis yang menyebabkan tersangka di luar kendali akal sehatnya, sebagai penyebab mengapa klien kami melakukan pembunuhan kepada anaknya," ungkapnya.
Menurut Ariel, beban pikiran, perubahan psikis atau kejiwaan maupun beban mental yang tersangka rasakan sebenarnya terlalu besar bahkan secara psikologis sebenarnya tidak mampu diwakili dengan kata-kata. Oleh karena penyidikan masih berlanjut pihaknya pun meminta masyarakat untuk memandang permasalahan ini secara objektif. Sebab pada dasarnya pilihan dari tersangka itu adalah hidup mati bersama anak-anaknya dan kondisi hidup sekarang ini beban mental itu pastinya semakin bertambah. nvi
Komentar