Akademisi Dipanggil, Tjok Pemecutan Bicara
Kalau memang kalimat akademisi Unud dinilai tak netral harus dibuktikan dengan rekaman, bagaimana peristiwa di lapangan sesungguhnya.
Sebut ASN Sah-sah Saja Sampaikan Nurani
DENPASAR, NusaBali
Gaduh pemanggilan akademisi Universitas Udayana (Unud) yang menjadi panelis oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali, karena ditengarai tidak netral saat tampil di Uji Publik Cagub-Cawagub Bali 2018 di Kampus Unud 22-23 Maret 2018 lalu, membuat tokoh politik Bali Ida Tjokorda Pemecutan XI angkat bicara. Tjok Pemecutan di Denpasar, Kamis (29/3) siang meminta legislatif, eksekutif di daerah usulkan pengkajian aturan tentang hak memilih dan dipilih bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) ke pusat.
Tjok Pemecutan mengatakan ASN sendiri punya hak memilih. Sementara melontarkan sebuah nurani malah disalahkan bahkan dipanggil segala. “ASN itu sah-sah saja menyampaikan nurani. Berbeda dengan Polri dan TNI. Hanya TNI dan Polri di dalam sistem demokrasi dan pemilu kita tidak memiliki hak dipilih dan memilih. Karena TNI-Polri menjaga NKRI ini. Sementara ASN punya hak memilih, apa salah ketika menyampaikan sebuah nurani seorang sosok figur calon kepala daerah yang dianggap layak? Ya bagi saya tidak salah,” ujar Tjok Pemecutan.
Kalau memang ASN posisinya diwajibkan netral dalam sebuah sistem kepemiluan maka haknya dalam memilih harusnya dikaji ulang. “Sekalian di nol kan, posisi ASN. Ini aturannya gimana? Sebaiknya legislatif-eksekutif di daerah sudah harus pertimbangkan untuk mengkaji posisi ASN ini. Biar nggak salah mereka. Dalam setiap ada event politik pemilu ASN selalu disorot dan ASN terkadang jadi kambing hitam saja. Kasihan mereka,” kata pria yang dipanggil Anak Agung Ngurah Manik Parasara ketika walaka ini. Tjok Pemecutan membeber pemanggilan akademisi Unud karena masalah uji publik yang dinilai ada unsur pelanggaran netralitas seorang ASN (Aparatur Sipil Negara) menjadi kegaduhan.
“Saya pribadi nggak melihat adanya keberpihakan. Akademisi ketika dia melontarkan hati nurani, memberikan penilaian seorang sosok calon pemimpin Bali ya sah-sah saja. Itu hati nurani akademisi. Kenapa harus dipanggil segala. Ini hanya membuat situasi jadi gaduh,” tegas Tjok Pemecutan.
Mantan Ketua DPRD Badung ini mengatakan kalau memang kalimat akademisi Unud dinilai tidak netral harus dibuktikan dengan rekaman, bagaimana peristiwa di lapangan yang sesungguhnya, supaya lebih valid dan otentik sebagai bagian dari pembuktian. “Nggak meraba-raba seperti toke hanyut (tokek hanyut), pati grepe (meraba) dengan pemanggilan beramai-ramai segala. Bawaslu punya sistem untuk membuktikan. Kalau tidak terbukti ya menjadi sebuah pertanyaan besar, ada apa denganmu?” ujar panglingsir Puri Pemecutan Denpasar ini.
Bawaslu Bali telah memanggil akademisi Unud, Rabu (28/3) di Kantor Bawaslu Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Denpasar, Niti Mandala Denpasar yang menjadi panelis di acara Uji Publik yang digelar Fakultas Hukum Unud dengan tema ‘Berebut Tahta Pulau Dewata’. Panelis yang sudah dipanggil adalah Prof Dr Made Subawa (ahli hukum pidana), Prof Dr Yohanes Usfunan (pakar hukum tata negara), Prof Dr Wayan Windia dan Ketua BEM Fakultas Hukum Unud, Putu Candra Riantama. Baik Subawa, Riantama, Usfunan dan Windia mengatakan tidak pernah menyatakan pernyataan yang berbau dukungan kepada salah satu kandidat. Mereka dalam keterangannya kompak membantah berita media.
Bahkan Windia yang diklarifikasi pada, Kamis (29/3) menegaskan tidak ada mengucapkan pernyataan seperti yang beredar di media dalam uji publik tersebut.
Dari pemanggilan tersebut, Ketua Bawaslu Bali belum ada kesimpulan bahwa para panelis yang dimintai klarifikasi di Kantor Bawaslu, melanggar Undang-Undang Pemilu ataupun UU ASN. “Kami baru mengumpulkan keterangan dari panelis yang dilaporkan pihak calon Cagub-Cawagub Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) acara uji publik tersebut. Kami tidak mengatakan panelis itu melanggar dan bersalah. Ini baru pengumpulan keterangan dengan memanggil semua panelis dan pihak yang terlibat dalam acara tersebut. Belum ada kesimpulan,” ujar Rudia dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin.
Soal tudingan pemanggilan terhadap panelis dalam uji publik akan membuat kegaduhan politik, menurut Rudia justru ketika uji publik tersebut dinilai melanggar harus dilakukan klarifikasi. Kalau tidak Unud bisa tercoreng reputasinya.
"Kami justru mau menetralisir dugaan bahwa uji publik itu ada pelanggaran. Kami justru menyelamatkan akademisi. Justru kita mencegah terjadinya kegaduhan politik. Tidak ada maksud apapun, " ujar Rudia. Panelis boleh saja punya hak pilih sebagai ASN. Namun tidak boleh mengaktualisasikan hati nuraninya di depan publik. "Nanti saatnya di TPS saat pemungutan suara. Apakah panelis bersalah, tunggu hasil rapat Bawaslu. Nanti ada keputusannya," pungkas Rudia. *nat
DENPASAR, NusaBali
Gaduh pemanggilan akademisi Universitas Udayana (Unud) yang menjadi panelis oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali, karena ditengarai tidak netral saat tampil di Uji Publik Cagub-Cawagub Bali 2018 di Kampus Unud 22-23 Maret 2018 lalu, membuat tokoh politik Bali Ida Tjokorda Pemecutan XI angkat bicara. Tjok Pemecutan di Denpasar, Kamis (29/3) siang meminta legislatif, eksekutif di daerah usulkan pengkajian aturan tentang hak memilih dan dipilih bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) ke pusat.
Tjok Pemecutan mengatakan ASN sendiri punya hak memilih. Sementara melontarkan sebuah nurani malah disalahkan bahkan dipanggil segala. “ASN itu sah-sah saja menyampaikan nurani. Berbeda dengan Polri dan TNI. Hanya TNI dan Polri di dalam sistem demokrasi dan pemilu kita tidak memiliki hak dipilih dan memilih. Karena TNI-Polri menjaga NKRI ini. Sementara ASN punya hak memilih, apa salah ketika menyampaikan sebuah nurani seorang sosok figur calon kepala daerah yang dianggap layak? Ya bagi saya tidak salah,” ujar Tjok Pemecutan.
Kalau memang ASN posisinya diwajibkan netral dalam sebuah sistem kepemiluan maka haknya dalam memilih harusnya dikaji ulang. “Sekalian di nol kan, posisi ASN. Ini aturannya gimana? Sebaiknya legislatif-eksekutif di daerah sudah harus pertimbangkan untuk mengkaji posisi ASN ini. Biar nggak salah mereka. Dalam setiap ada event politik pemilu ASN selalu disorot dan ASN terkadang jadi kambing hitam saja. Kasihan mereka,” kata pria yang dipanggil Anak Agung Ngurah Manik Parasara ketika walaka ini. Tjok Pemecutan membeber pemanggilan akademisi Unud karena masalah uji publik yang dinilai ada unsur pelanggaran netralitas seorang ASN (Aparatur Sipil Negara) menjadi kegaduhan.
“Saya pribadi nggak melihat adanya keberpihakan. Akademisi ketika dia melontarkan hati nurani, memberikan penilaian seorang sosok calon pemimpin Bali ya sah-sah saja. Itu hati nurani akademisi. Kenapa harus dipanggil segala. Ini hanya membuat situasi jadi gaduh,” tegas Tjok Pemecutan.
Mantan Ketua DPRD Badung ini mengatakan kalau memang kalimat akademisi Unud dinilai tidak netral harus dibuktikan dengan rekaman, bagaimana peristiwa di lapangan yang sesungguhnya, supaya lebih valid dan otentik sebagai bagian dari pembuktian. “Nggak meraba-raba seperti toke hanyut (tokek hanyut), pati grepe (meraba) dengan pemanggilan beramai-ramai segala. Bawaslu punya sistem untuk membuktikan. Kalau tidak terbukti ya menjadi sebuah pertanyaan besar, ada apa denganmu?” ujar panglingsir Puri Pemecutan Denpasar ini.
Bawaslu Bali telah memanggil akademisi Unud, Rabu (28/3) di Kantor Bawaslu Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Denpasar, Niti Mandala Denpasar yang menjadi panelis di acara Uji Publik yang digelar Fakultas Hukum Unud dengan tema ‘Berebut Tahta Pulau Dewata’. Panelis yang sudah dipanggil adalah Prof Dr Made Subawa (ahli hukum pidana), Prof Dr Yohanes Usfunan (pakar hukum tata negara), Prof Dr Wayan Windia dan Ketua BEM Fakultas Hukum Unud, Putu Candra Riantama. Baik Subawa, Riantama, Usfunan dan Windia mengatakan tidak pernah menyatakan pernyataan yang berbau dukungan kepada salah satu kandidat. Mereka dalam keterangannya kompak membantah berita media.
Bahkan Windia yang diklarifikasi pada, Kamis (29/3) menegaskan tidak ada mengucapkan pernyataan seperti yang beredar di media dalam uji publik tersebut.
Dari pemanggilan tersebut, Ketua Bawaslu Bali belum ada kesimpulan bahwa para panelis yang dimintai klarifikasi di Kantor Bawaslu, melanggar Undang-Undang Pemilu ataupun UU ASN. “Kami baru mengumpulkan keterangan dari panelis yang dilaporkan pihak calon Cagub-Cawagub Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) acara uji publik tersebut. Kami tidak mengatakan panelis itu melanggar dan bersalah. Ini baru pengumpulan keterangan dengan memanggil semua panelis dan pihak yang terlibat dalam acara tersebut. Belum ada kesimpulan,” ujar Rudia dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin.
Soal tudingan pemanggilan terhadap panelis dalam uji publik akan membuat kegaduhan politik, menurut Rudia justru ketika uji publik tersebut dinilai melanggar harus dilakukan klarifikasi. Kalau tidak Unud bisa tercoreng reputasinya.
"Kami justru mau menetralisir dugaan bahwa uji publik itu ada pelanggaran. Kami justru menyelamatkan akademisi. Justru kita mencegah terjadinya kegaduhan politik. Tidak ada maksud apapun, " ujar Rudia. Panelis boleh saja punya hak pilih sebagai ASN. Namun tidak boleh mengaktualisasikan hati nuraninya di depan publik. "Nanti saatnya di TPS saat pemungutan suara. Apakah panelis bersalah, tunggu hasil rapat Bawaslu. Nanti ada keputusannya," pungkas Rudia. *nat
1
Komentar