Desa Harus Revisi APBDes
Perbekel menyayangkan, kenapa setelah APBDes tersebut tersusun, aturan perubahan tersebut baru turun.
Nihil Program Padat Karya Tunai
TABANAN, NusaBali
Presiden RI mengeluarkan instruksi agar program dana desa dilakukan dengan sistem padat karya tunai. Dalam hal ini, pengerjaan program ini melibatkan masyarakat langsung. Oleh karena itu, program ini akan berimbas pada penyusunan APBDes yang telah ditetapkan desa. Maka mau tidak mau, desa harus merevisi APBDes tersebut. Mengingat dalam aturan tersebut diatur upah minimal pembangunan fisik 30 persen dari anggaran kegiatan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Tabanan Roemi Liestyowati mengatakan, terkait hal tersebut pihaknya sudah mengirimkan surat penegasan kepada seluruh perbekel di Tabanan, Rabu (28/3). Bahkan sebelumnya itu sudah diinformasikan lewat grup Whatsaap Perbekel sebagai dasar acuan perubahan APBDes. "Terkait hal ini, Perbekek sudah tahu," ujarnya, Jumat (30/3).
Dikatakan, SKB empat Menteri untuk aturan baru terkait program padat karya itu baru diterimanya pada awal Januari 2018. Padahal APBDes sudah disusun akhir tahun 2017. Namun, menurutnya, perubahan itu tidak membuat sulit dalam mengubah APBDes yang akan dilakukan desa. "Menurut saya tidak ada yang keberatan, mereka sudah tahu caranya tinggal mengubah saja," katanya.
Namun dia menerangkan, karena APBDes telah disusun akhir 2017, otomatis ada desa yang sudah menjalankan programnya, namun hal itu tidak masalah. Hanya saja, bagi yang belum sesuai instruksi Presiden ini agar segera menyesuaikan. Reomi menambahkan dari program padat karya tunai itu juga diatur, untuk pembangunan fisik minimal upah 30 persen dari anggaran kegiatan. Kalau sebelumnya juga ada biaya upah hanya saja tidak ada aturan baku berapa pun boleh sesuai dengan standar. "Karena ada aturan itu maka APBDes harus direvisi kembali," tegasnya.
Terkait itu, beberapa perbekel mengaku makin repot. Perbekel Desa Padangan I Nyoman Warditha mengatakan, meski dibuat lebih repot, karena sudah arahan, maka tetap akan dilaksanakan. "Kalau mengubah saya siap, tetapi adanya ini, kami jadi tambah repot," ujarnya.
Repot tersebut, kata Wardita, karena ada aturan baku minimal upah pengerjaan fisik itu harus 30 persen. Sehingga dia mengaku bingung mengubahya, yang mana harus diubah karena APBDes sudah disusun akhir tahun 2017. Adanya aturan itu, lanjut dia, bisa saja pekerjaan lain terbengkalai. "Kalau sebelumnya kami di Desa Padangan berdasarkan kesepakatan masyarakat, membangun akses jalan lingkungan jalan produksi, rabat beton dan drainase. Semua kami lakukan gotong royong oleh pemanfaat. Pemanfaat yang dimaksud, jika ada memperbaiki gang rumah, berapa orang KK yang ada di gang itu segitu mengerjakan. Tidak memakai upah. Sedangkan sekarang memakai upah, imbasnya program kami pasti ada yang tidak bisa dituntaskan," bebernya.
Perbekel ini menyayangkan, kenapa setelah APBDes tersebut tersusun baru adanya aturan perubahan tersebut. Sebelumnya sempat dia mengira aturan itu hanya bersifat imbauan, namun pada akhirnya ada penegasan. "Karena sudah ada aturan, ya kami jalankan. Nanti kami akan mengumpulkan masyarakat," aku Wardita. Perbekel Kukuh I Made Sugianto mengaku, APBDes yang telah dibuat sudah berisi program padat karya. "Makanya, APBDes kami tidak perlu diubah lagi," ujarnya. *d
1
Komentar