Bupati Artha Pastikan Sanksi bagi Oknum Pegawai Pungli
Bupati Jembrana I Putu Artha memastikan akan memberikan sanksi tegas terhadap oknum pegawai yang melukan pungutan liar (pungli) di jajaran pemerintahan-nya.
NEGARA, NusaBali
Begitu juga terkait enam oknum pegawai Pemkab Jembrana terduga pungli di Pos KTP Gilimanuk, yang diamankan Pokja Penindakan Satgas Saber Pungli Jembrarana dari jajaran Polres Jembrana, Sabtu (31/3) tengah malam.
“Saya sudah bilang ke Inspektorat, kalau memang terbukti pungli, bagi yang tenaga kontrak bisa langsung diberhentikan. Kalau PNS, bila perlu diproses secara hukum, karena sudah mempermalukan. Itu sudah sering kami ingatkan. Itu kalau memang benar pungli. Kalau tidak, masak orang tidak bersalah diberikan sanksi,” kata Bupati Artha, ketika ditemui seusai menghadiri Rapat Paripurna DPRD Jembrana, Rabu (4/4).
Bupati Artha yang juga Penanggungjawab Satgas Saber Pungli Jembrana, belum mengetahui secara pasti kejadian penangkapan 6 pegawai tersebut. Tetapi dari pengakuan anak buahnya tersebut, dinyatakan tidak melakukan pungli, tetapi tiba-tiba saja digeladah badan, sehingga ditemukan uang. “Uangnya itu katanya uang pribadi mereka. Rasanya, wajar kalau orang tugas di Gilimanuk bawa sangu Rp 100.000. Kecuali bawa sangu Rp 1 juta – Rp 2 juta, saya masih ragu,” ujarnya.
Dijelaskan Bupati Artha, tim yang ditugaskan berjaga di Pos KTP Gilimanuk tidak hanya dari pemkab. Namun ada dari unsur kepolisian dan TNI. Selama ini, petugas yang berjaga di tempat pemeriksaan identitas masuk Bali itu, mendapat upah Rp 50 ribu per orang untuk sekali jaga selama 12 jam. Upah itu sebagian diberikan oleh provinsi, dan sebagian dianggarkan di APBD Jembrana. “Ya mereka di sana memang dapat Rp 50 ribu. Tetapi, sebenarnya jarang ada yang mau tugas di sana. Karena besar juga tanggungjawabnya, terkait keamanan Bali,” kata Bupati Artha.
Secara tupoksi, menurut Bupati Artha, petugas terkait kependudukan di Jembrana, hanya fokus di Jembrana. Sedangkan untuk penjagaan gerbang masuk Bali, wewenangnya Pemprov Bali. Tetapi pemprov menugaskan Jembrana untuk mengambil tanggung jawab pemeriksaan identitas di pintu masuk Bali.
“Ya kami sebagai ‘anak’ di daerah tetap ikut saja. Kami tidak ingin sampai menarik anggota di sana. Tetapi saya harapkan, masalah-masalah yang dihadapi petugas di sana bisa dikoordinasikan. Sebenarnya kalau diminta memilih, mending kami fokus melaksanakan tugas kependudukan untuk Jembrana,” ungkapnya.
Di pun mengarapkan ke depannya ada evalusi dari Pemrov Bali. Paling tidak, sangat diharapkan untuk pegawai yang di Pos KTP Gilimanuk itu, juga mendapat perhatian. Apakah layak dengan upah Rp 50 ribu, dengan beban tugasnya. Sedangkan Jembrana juga kekurangan PNS, sehingga mengandalkan tenaga kontrak yang juga sebagian harus terfokus untuk mengamankan kepentingan Bali secara umum. “Memang sebenarnya sering dengar kalau dikasih memilih, mereka (pegawai) mending tidak bertugas di sana (Pos KTP Gilimanuk). Sebenarnya kami bisa saja tarik petugas di sana, tetapi kami tidak mau begitu,” tutur Bupati Artha. *ode
“Saya sudah bilang ke Inspektorat, kalau memang terbukti pungli, bagi yang tenaga kontrak bisa langsung diberhentikan. Kalau PNS, bila perlu diproses secara hukum, karena sudah mempermalukan. Itu sudah sering kami ingatkan. Itu kalau memang benar pungli. Kalau tidak, masak orang tidak bersalah diberikan sanksi,” kata Bupati Artha, ketika ditemui seusai menghadiri Rapat Paripurna DPRD Jembrana, Rabu (4/4).
Bupati Artha yang juga Penanggungjawab Satgas Saber Pungli Jembrana, belum mengetahui secara pasti kejadian penangkapan 6 pegawai tersebut. Tetapi dari pengakuan anak buahnya tersebut, dinyatakan tidak melakukan pungli, tetapi tiba-tiba saja digeladah badan, sehingga ditemukan uang. “Uangnya itu katanya uang pribadi mereka. Rasanya, wajar kalau orang tugas di Gilimanuk bawa sangu Rp 100.000. Kecuali bawa sangu Rp 1 juta – Rp 2 juta, saya masih ragu,” ujarnya.
Dijelaskan Bupati Artha, tim yang ditugaskan berjaga di Pos KTP Gilimanuk tidak hanya dari pemkab. Namun ada dari unsur kepolisian dan TNI. Selama ini, petugas yang berjaga di tempat pemeriksaan identitas masuk Bali itu, mendapat upah Rp 50 ribu per orang untuk sekali jaga selama 12 jam. Upah itu sebagian diberikan oleh provinsi, dan sebagian dianggarkan di APBD Jembrana. “Ya mereka di sana memang dapat Rp 50 ribu. Tetapi, sebenarnya jarang ada yang mau tugas di sana. Karena besar juga tanggungjawabnya, terkait keamanan Bali,” kata Bupati Artha.
Secara tupoksi, menurut Bupati Artha, petugas terkait kependudukan di Jembrana, hanya fokus di Jembrana. Sedangkan untuk penjagaan gerbang masuk Bali, wewenangnya Pemprov Bali. Tetapi pemprov menugaskan Jembrana untuk mengambil tanggung jawab pemeriksaan identitas di pintu masuk Bali.
“Ya kami sebagai ‘anak’ di daerah tetap ikut saja. Kami tidak ingin sampai menarik anggota di sana. Tetapi saya harapkan, masalah-masalah yang dihadapi petugas di sana bisa dikoordinasikan. Sebenarnya kalau diminta memilih, mending kami fokus melaksanakan tugas kependudukan untuk Jembrana,” ungkapnya.
Di pun mengarapkan ke depannya ada evalusi dari Pemrov Bali. Paling tidak, sangat diharapkan untuk pegawai yang di Pos KTP Gilimanuk itu, juga mendapat perhatian. Apakah layak dengan upah Rp 50 ribu, dengan beban tugasnya. Sedangkan Jembrana juga kekurangan PNS, sehingga mengandalkan tenaga kontrak yang juga sebagian harus terfokus untuk mengamankan kepentingan Bali secara umum. “Memang sebenarnya sering dengar kalau dikasih memilih, mereka (pegawai) mending tidak bertugas di sana (Pos KTP Gilimanuk). Sebenarnya kami bisa saja tarik petugas di sana, tetapi kami tidak mau begitu,” tutur Bupati Artha. *ode
Komentar