MUTIARA WEDA : Tumpek Landep
Adapun hakikatnya dalam diri manusia, ialah tajamnya pikiran (idep), untuk itu laksanakanlah japa mantra untuk mendapatkan anugerah Paśupati.
Kalingania ring wwang, denia paśupati, landeping idep, samangkana talaksanakna kang japamantra wisesa Paśupati
Lontar Sundarigama
DEWA Siwa dalam manifestasinya sebagai Hyang Pasupati dipuja pada saat Hari Saniscara Kliwon/Tumpek Landep. Dalam Hindu, Hyang Pasupati dikatakan sebagai penguasa binatang. Sementara dalam tradisi di Bali, kata Pasupati berarti pemberkatan, sehingga pada saat Tumpek Landep dilangsungkan upacara pemberkatan kepada benda-benda agar memiliki tuah (kekuatan), terutama benda-benda yang lancip atau tajam yang terbuat dari logam, seperti peralatan pertanian, pertukangan, senjata perang, dan yang sejenisnya. Dalam perkembangannya, ketika benda-benda tersebut tidak lagi dominan menguasai cara hidup masyarakat, kegiatan ritual yang dilakukan pun berkembang. Benda-benda yang terbuat dari metal dan berdaya guna pada saat hari ini seperti mobil, mesin-mesin dan yang lainnya, semuanya diupacarai dengan harapan benda-benda tersebut memiliki tuah dan mampu memantik rezeki.
Sementara itu, perayaan Tumpek Landep tidak saja ritual permohonan tuah. Teks Sundarigama menyebutkan bahwa pada saat hari Tumpek Landep setiap orang hendaknya memohon anugerah Hyang Pasupati untuk memperolah ketajaman pikiran. Ketika ritual tersebut dibawa ke dalam diri, benda yang tajam di dalam diri untuk dihidupkan tuahnya adalah pikiran. Mengapa pikiran? Karena pikiran lah yang mampu mempenetrasi bahkan bisa lebih tajam dari pedang atau tombak. Dikatakan bahwa di antara benda tajam, pikiran adalah yang paling tajam. Oleh karena itu, agar pikiran menjadi tajam, penting sekali mendapat anugerah Hyang Pasupati.
Apa yang dilakukan agar pikiran bertuah? Ritual dilaksanakan agar benda-benda memiliki tuah, tetapi agar pikiran bertuah yang diperlukan hanya japa. Teks di atas menjustifikasinya demikian. Japa itu ibarat alat pengasah yang mampu menajamkan pisau, sabit, dan sejenisnya. Pelaksanaan japa memiliki khasiat khusus di dalam upaya menajamkan pikiran. Cara yang lain pun bisa tetapi yang paling efektif adalah japa. Tuahnya pun dapat dirasakan langsung oleh mereka yang secara konsisten melaksanakan japa. Apalagi kualitas japa tersebut tinggi, dalam waktu singkat pikiran menjadi tajam. Cepat lambatnya hasil yang didapatkan disesuaikan dengan kualitas japa yang dilakukannya.
Mengapa japa? Karena japa lah yang membawa pikiran pada sebuah titik yang pasti. Japa mampu mengarahkan pikiran untuk berjalan pada satu jalur yang jelas sehingga pikiran tidak melenceng dan tidak mengarah ke sana kemari. Pikiran kita tidak bisa tajam bukan karena kita bebal atau yang sejenisnya, melainkan karena pikiran kita tidak berjalan pada jalur yang tepat dan jelas. Secara alami pikiran menerawang ke sana kemari tidak jelas, bercabang mengarah ke satu arah, dan kemudian tiba-tiba pindah ke cabang lainnya yang ujungnya juga tidak jelas. Oleh karena arus pikiran tidak pernah jelas, maka pikiran tidak sampai pada satu titik yang diinginkan. Pikiran akhirnya kelelahan bergerak tanpa arah. Pikiran yang lelah tidak ubahnya seperti pisau yang digunakan memotong kayu dengan cara yang tidak pasti.
Melalui japa, pikiran secara perlahan diarahkan pada satu arah yang jelas sehingga arus pikiran tersebut satu dan langsung pada tujuan yang hendak dituju. Orang yang pikirannya fokus pada satu titik biasanya lebih sukses karena mampu mengambil keputusan dengan tepat dan mampu mengerjakan semua yang diinginkan dengan lebih baik. Energi tidak banyak terbuang pada sesuatu yang tidak penting. Pikiran yang fokus akan membuat energi fokus. Energi yang fokus membuat produktifitas diri menjadi maksimal. Sehingga dengan demikian, jika ke depan ingin menjadikan generasi bangsa menjadi lebih baik, melatih anak-anak untuk melakukan japa adalah sangat penting. Inilah teknik yang paling ampuh di dalam melatih pikiran seseorang agar terpusat pada jalur yang pasti. Anak-anak sejak awal semestinya dibiasakan untuk mempraktikkan ini. Hasilnya, dalam banyak aspek akan diraih secara bersamaan, baik kecerdasan, spiritual maupun kehidupan sosial yang lebih baik. Pikiran yang terintegrasi akan membangun kekuatan yang berimbas pada segala jenis bidang kehidupan. Bahkan yang paling esensial adalah mengenai pemahaman akan Sang Diri yang sejati. *
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
DEWA Siwa dalam manifestasinya sebagai Hyang Pasupati dipuja pada saat Hari Saniscara Kliwon/Tumpek Landep. Dalam Hindu, Hyang Pasupati dikatakan sebagai penguasa binatang. Sementara dalam tradisi di Bali, kata Pasupati berarti pemberkatan, sehingga pada saat Tumpek Landep dilangsungkan upacara pemberkatan kepada benda-benda agar memiliki tuah (kekuatan), terutama benda-benda yang lancip atau tajam yang terbuat dari logam, seperti peralatan pertanian, pertukangan, senjata perang, dan yang sejenisnya. Dalam perkembangannya, ketika benda-benda tersebut tidak lagi dominan menguasai cara hidup masyarakat, kegiatan ritual yang dilakukan pun berkembang. Benda-benda yang terbuat dari metal dan berdaya guna pada saat hari ini seperti mobil, mesin-mesin dan yang lainnya, semuanya diupacarai dengan harapan benda-benda tersebut memiliki tuah dan mampu memantik rezeki.
Sementara itu, perayaan Tumpek Landep tidak saja ritual permohonan tuah. Teks Sundarigama menyebutkan bahwa pada saat hari Tumpek Landep setiap orang hendaknya memohon anugerah Hyang Pasupati untuk memperolah ketajaman pikiran. Ketika ritual tersebut dibawa ke dalam diri, benda yang tajam di dalam diri untuk dihidupkan tuahnya adalah pikiran. Mengapa pikiran? Karena pikiran lah yang mampu mempenetrasi bahkan bisa lebih tajam dari pedang atau tombak. Dikatakan bahwa di antara benda tajam, pikiran adalah yang paling tajam. Oleh karena itu, agar pikiran menjadi tajam, penting sekali mendapat anugerah Hyang Pasupati.
Apa yang dilakukan agar pikiran bertuah? Ritual dilaksanakan agar benda-benda memiliki tuah, tetapi agar pikiran bertuah yang diperlukan hanya japa. Teks di atas menjustifikasinya demikian. Japa itu ibarat alat pengasah yang mampu menajamkan pisau, sabit, dan sejenisnya. Pelaksanaan japa memiliki khasiat khusus di dalam upaya menajamkan pikiran. Cara yang lain pun bisa tetapi yang paling efektif adalah japa. Tuahnya pun dapat dirasakan langsung oleh mereka yang secara konsisten melaksanakan japa. Apalagi kualitas japa tersebut tinggi, dalam waktu singkat pikiran menjadi tajam. Cepat lambatnya hasil yang didapatkan disesuaikan dengan kualitas japa yang dilakukannya.
Mengapa japa? Karena japa lah yang membawa pikiran pada sebuah titik yang pasti. Japa mampu mengarahkan pikiran untuk berjalan pada satu jalur yang jelas sehingga pikiran tidak melenceng dan tidak mengarah ke sana kemari. Pikiran kita tidak bisa tajam bukan karena kita bebal atau yang sejenisnya, melainkan karena pikiran kita tidak berjalan pada jalur yang tepat dan jelas. Secara alami pikiran menerawang ke sana kemari tidak jelas, bercabang mengarah ke satu arah, dan kemudian tiba-tiba pindah ke cabang lainnya yang ujungnya juga tidak jelas. Oleh karena arus pikiran tidak pernah jelas, maka pikiran tidak sampai pada satu titik yang diinginkan. Pikiran akhirnya kelelahan bergerak tanpa arah. Pikiran yang lelah tidak ubahnya seperti pisau yang digunakan memotong kayu dengan cara yang tidak pasti.
Melalui japa, pikiran secara perlahan diarahkan pada satu arah yang jelas sehingga arus pikiran tersebut satu dan langsung pada tujuan yang hendak dituju. Orang yang pikirannya fokus pada satu titik biasanya lebih sukses karena mampu mengambil keputusan dengan tepat dan mampu mengerjakan semua yang diinginkan dengan lebih baik. Energi tidak banyak terbuang pada sesuatu yang tidak penting. Pikiran yang fokus akan membuat energi fokus. Energi yang fokus membuat produktifitas diri menjadi maksimal. Sehingga dengan demikian, jika ke depan ingin menjadikan generasi bangsa menjadi lebih baik, melatih anak-anak untuk melakukan japa adalah sangat penting. Inilah teknik yang paling ampuh di dalam melatih pikiran seseorang agar terpusat pada jalur yang pasti. Anak-anak sejak awal semestinya dibiasakan untuk mempraktikkan ini. Hasilnya, dalam banyak aspek akan diraih secara bersamaan, baik kecerdasan, spiritual maupun kehidupan sosial yang lebih baik. Pikiran yang terintegrasi akan membangun kekuatan yang berimbas pada segala jenis bidang kehidupan. Bahkan yang paling esensial adalah mengenai pemahaman akan Sang Diri yang sejati. *
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Komentar