Dewan Minta Gencarkan Razia Guide Asing
Seusai Perda Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata, guide yang beroperasi tanpa izin diancam pidana 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta
Pelaku Pariwisata Dorong Dibentuknya Satgas Pengawasan Orang Asing di Bali
DENPASAR, NusaBali
Komisi II DPRD Bali (yang membidangi pariwisata) minta Pemprov Bali gencarkan razia guide (pemandu wisata) asing di Pulau Dewata. Masalahnya, fenomena serbuan guide asing saat ini terjadi karena gagalnya penegakan regulasi di Bali. Sementara, kalangan pelaku pariwisata dorong dibentuknya Satgas Pengawasan Orang Asing di Bali.
Ketua Komisi II DPRD Bali, I Ketut Suwandhi, mengatakan sebetulnya sudah ada Perda Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata. Tapi, penegakan Perda yang dirancang DPRD Bali tersebut tidak maksimal. Menurut Suwandhi, adanya kecenderungan guide asing membanjiri Bali, karena mereka tidak dirazia. Pernyataan Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali, Ni Luh Made Wiratmi, bahwa guide asing susah dideteksi keberadaannya karena pindah-pindah tempat, menurut Suwandhi, itu alasan yang tidak masuk akal.
“Guide asing bukannya susah dideteksi, tapi karena memang tidak pernah dirazia. Ajak saja Satpol PP sebagai penegak Perda untuk razia, pasti mereka akan keder dan tidak berani beroperasi,” ujar politisi senior Golkar ini di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Selasa (10/4).
Suwandhi mengingatkan, kalau guide asing ini dibiarkan terus, mereka akan merajalela dan merebut payuk jakan (periuk nasi alias nafkah) pramuwisata lokal. “Aturan kita sudah ada. Kami di DPRD Bali sudah proteksi ini dengan Perda Pramuwisata. Tapi, penegakan Perda lemah. Kalau kita diamkan, berani mereka (guide asing),” tandas politisi kawasan asal Banjar Belaluan Sad Merta, Desa Dangin Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Utara yang berjuluk ‘Jenderal Kota’ ini.
Menurut Suwandhi, untuk bisa menjadi guide di Bali tidaklah gampang. Mereka harus memiliki lisensi yang diperoleh berdasarkan uji kompetensi profesi. Kalau tidak, maka secara personel disebut bodong. “Mereka yang punya uji kompetensi wajib menggunakan kartu saat beroperasi. Mereka wajib menggunakan pakaian adat Bali, wajib tahui tentang budaya dan adat istiadat Bali,” jelas Suwandhi.
Nah, kalau guide asing, kata Suwandhi, gampang merazia mereka. Yang paling kentara adalah kartu pengenalnya itu. “Perlakuan hukum ini (razia) bukan hanya untuk guide asing saja, tapi juga bagi guide domestik dari luar Bali,” tegas mantan Wakil Ketua DPRD Bali 2009-2014 ini.
Sementara, mantan Ketua Pansus Raperda Pramuwisata DPRD Bali, AA Ngurah Adhi Ardhana, mengatakan mereka yang melanggar Perda Nomor 5 Tahun 2016 bisa dikenai sanksi hukum. “Itu tegas disebutkan dalam Perda Pramuwisata, kalau melanggar di mana guide yang beroperasi tidak memiliki izin, ancaman pidananya 6 bulan penjara dan denda maksimal Rp 50 juta,” tandas Adhi Ardhana.
“Nah, guide asing yang dimasalahkan teman-teman di HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) Bali itu harusnya sudah ditindak oleh pihak yang menerbitkan lisensi,” lanjut politisi PDIP asal Puri Gerenceng, Denpasar yang kemarin mendampingi Suwandhi di Gedung DPRD Bali ini.
Adhi Ardhana menyebutkan, gude atau pramuwisata itu juga diatur dengan Perpres Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Profesi Usaha (SPU). Berdasarkan aturan tersebut, seseorang yang bisa mendapatkan Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata (KTPP) yang dikeluarkan Gubernur Bali cq Kepala Dinas Pariwisata, haruslah kompeten di bidangnya dengan mengantongi sertifikat ‘kompetensi kepemanduan wisata’ yang dikeluarkan oleh LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) atas nama Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BPSP).
Calan pemandu wisata yang mencari sertifikat harus diuji dulu dengan mengikuti pelatihan, sesuai Standar Kurikulum dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SPKNI). “Kalau orang asing yang bekerja di Bali, dia harus mendapatkan izin dari keimigrasian. Sekarang indikasinya banyak orang asing menjadi pekerja di Bali, bukan hanya sebagai turis. Termasuk sebagai pemandu wisata juga. Kami minta Pemprov Bali tegakkan Perda Pramuwisata yang sudah ada. Penegak Perdanya ya Satpol PP bersama Dinas Pariwisata dan Dinas Tenaga Kerja,” tegas Adhi Ardhana.
Para pramuwisata lokal yang bernaung di bawah HPI Bali sebelumnya sempat gerudug Kantor Imigrasi Kelas I Ngurah Rai di di Jalan Raya Perum Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Senin (9/4) pagi. Sekitar 50 pramuwisata yang dipimpin langsung Ketua HPI Bali, Nyoman Nuarta, ini menuntut agar dilakukan pengawasan ketat terhadap tenaga kerja asing, terutama guide ilegal.
Ketua HPI Bali Nyoman Nuarta menegaskan, kedatangannya bersama para guide lokal ini untuk membicarakan dua hal penting dengan pihak Imigrasi. Pertama, untuk menuntaskan kasus pemukulan terhadap salah seorang pemandu wisata di bawah naungan HPI Bali oleh guide asing bahasa Mandarin, 5 April 2018 lalu. Nuarta mengatakan, kasus pertengkaran antar guide di lapangan sudah sering terjadi dan dilaporkan ke pihak Imigrasi. Namun, respons dari pihak Imigrasi lamban.
HPI berupaya mendorong Imigrasi agar segera bertindak. “Kami mendorong Imigrasi untuk menyelesaikan persoalan ini secara pro yustisia. Tidak hanya sebatas deportasi (guide asing yang lakukan pemukulan, Red), tapi harus memprosesnya secara hukum,” pintanya.
Hal kedua yang dibicarakan HPI Bali dengan pihak Imigrasi kemarin, kata Nuarta, adalah langkah ke depan buat menekan potensi terjadi kasus serupa divisi bahasa yang lain. Menurut Nuarta, HPI Bali menaungi guide 11 divisi bahasa. Dari 11 divisi tersebut, yang berpotensi menggunakan guide asing adalah bahasa Mandarin, bahasa Korea, dan bahasa Rusia.
Sementara itu, kalangan pelaku pariwisata di Bali desak komitmen semua pihak untuk menjaga Pulau Dewata dari praktek bisnis ilegal, khusus di sektor pariwisata. Desakan ini disampaikan dalam jumpa pers bersama DPD Asita Bali dan DPD HPI Bali serta pihak terkait di Gedung Bali Tourism Board (BTB), Jalan Raya Puputan Komplek Niti Mandala Denpasar, Selasa sore.
Desakan tersebut dikeluarkan, karena saat ini ada indikasi maraknya praktek bisnis wisata ilegal di Bali, seperti travel agent, yang dikelola orang asing. Padahal, sesuai ketentuan Perda Nomor 1 Tahun 2010, setiap biro perjalanan harus masuk menjadi anggota Asita. Maka, biro perjalanan yang melakukan praktek usaha haruslah mengantongi izin.
Terkait masalah tersebut, DPD Asita di bawah pimpinan I Ketut Ardana mengambil beberapa langkah. Pertama, mengawal kelanjutan tindakan melawan hukum yang dilakukan warga asing yang disinyalir bekerja secara ilegal di Bali. Kedua, mendorong pihak berwenang untuk memproses secara hukum kasus pemukulan pramuwisata lokal oleh gude asing, tanpa ada intervensi dari pihak lain.
Ketiga, Asita Bali dan HPI Bali di bawah naungan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali dan BTB segera duduk bersama dengan pihak terkait, seperti Imigrasi, Dinas Pariwisata, kepolisian, Satpol PP, dan desa pakraman untuk mencari solusi atas kehadiran warga negara asing secara ilegal dan tinggal menetap, lalu berbisnis dan bekerja di Bali dalam bidang kepariwisataan.
Keempat, mendorong terbentuknya Satgas Pengawasan Orang Asing, khususnya dalam bidang usaha pariwisata yang melibatkan divisi pasar wisata mancanegara di bawah Asita. Kelima, Asita meminta komitmen semua pihak untuk menjaga Bali dari praktek-praktek ilegal khususnya di bidang pariwisata. Keenam, khusus untuk warga negara China yang terkait kasus pemukulan, Asita Bali akan bertemu dengan Konjen Tiongkok di Bali dan meninjau ulang pola kerjasama mereka.
“Perlu komitmen semua pihak untuk menyelamatkan pariwisata Bali,” ujar Ketua DPD Asita Bali, Ketut Ardana. “gara-gara kasus pemukulan tersebut, pariwisata Bali yang terkenal friendly, hospital people, menjadi tidak ramah kesannya,” lanjutnya.
Ardana juga menyebutkan praktik bisnis wisata ilegal yang disinyalir marak dilakukan oleh asing, mengancam kondusivitas pariwisata Bali. Pasalnya, praktek ilegal merugikan usaha wisata yang legal. Karena ilegal, tentu saja praktek bisnis tersebut luput dari kewajiban pajak.
Sedangkan Ketua DPD HPI Bali, Nyoman Nuarta, juga menegaskan hal serupa. Nuarta mendesak agar Satgas Pengawasan Orang Asing segera diwujudkan. “Satgas Pengawasan Orang Asing harus segera dikonkretkan,” jelas Nuarta. *nat, k17
DENPASAR, NusaBali
Komisi II DPRD Bali (yang membidangi pariwisata) minta Pemprov Bali gencarkan razia guide (pemandu wisata) asing di Pulau Dewata. Masalahnya, fenomena serbuan guide asing saat ini terjadi karena gagalnya penegakan regulasi di Bali. Sementara, kalangan pelaku pariwisata dorong dibentuknya Satgas Pengawasan Orang Asing di Bali.
Ketua Komisi II DPRD Bali, I Ketut Suwandhi, mengatakan sebetulnya sudah ada Perda Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pramuwisata. Tapi, penegakan Perda yang dirancang DPRD Bali tersebut tidak maksimal. Menurut Suwandhi, adanya kecenderungan guide asing membanjiri Bali, karena mereka tidak dirazia. Pernyataan Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali, Ni Luh Made Wiratmi, bahwa guide asing susah dideteksi keberadaannya karena pindah-pindah tempat, menurut Suwandhi, itu alasan yang tidak masuk akal.
“Guide asing bukannya susah dideteksi, tapi karena memang tidak pernah dirazia. Ajak saja Satpol PP sebagai penegak Perda untuk razia, pasti mereka akan keder dan tidak berani beroperasi,” ujar politisi senior Golkar ini di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Selasa (10/4).
Suwandhi mengingatkan, kalau guide asing ini dibiarkan terus, mereka akan merajalela dan merebut payuk jakan (periuk nasi alias nafkah) pramuwisata lokal. “Aturan kita sudah ada. Kami di DPRD Bali sudah proteksi ini dengan Perda Pramuwisata. Tapi, penegakan Perda lemah. Kalau kita diamkan, berani mereka (guide asing),” tandas politisi kawasan asal Banjar Belaluan Sad Merta, Desa Dangin Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Utara yang berjuluk ‘Jenderal Kota’ ini.
Menurut Suwandhi, untuk bisa menjadi guide di Bali tidaklah gampang. Mereka harus memiliki lisensi yang diperoleh berdasarkan uji kompetensi profesi. Kalau tidak, maka secara personel disebut bodong. “Mereka yang punya uji kompetensi wajib menggunakan kartu saat beroperasi. Mereka wajib menggunakan pakaian adat Bali, wajib tahui tentang budaya dan adat istiadat Bali,” jelas Suwandhi.
Nah, kalau guide asing, kata Suwandhi, gampang merazia mereka. Yang paling kentara adalah kartu pengenalnya itu. “Perlakuan hukum ini (razia) bukan hanya untuk guide asing saja, tapi juga bagi guide domestik dari luar Bali,” tegas mantan Wakil Ketua DPRD Bali 2009-2014 ini.
Sementara, mantan Ketua Pansus Raperda Pramuwisata DPRD Bali, AA Ngurah Adhi Ardhana, mengatakan mereka yang melanggar Perda Nomor 5 Tahun 2016 bisa dikenai sanksi hukum. “Itu tegas disebutkan dalam Perda Pramuwisata, kalau melanggar di mana guide yang beroperasi tidak memiliki izin, ancaman pidananya 6 bulan penjara dan denda maksimal Rp 50 juta,” tandas Adhi Ardhana.
“Nah, guide asing yang dimasalahkan teman-teman di HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) Bali itu harusnya sudah ditindak oleh pihak yang menerbitkan lisensi,” lanjut politisi PDIP asal Puri Gerenceng, Denpasar yang kemarin mendampingi Suwandhi di Gedung DPRD Bali ini.
Adhi Ardhana menyebutkan, gude atau pramuwisata itu juga diatur dengan Perpres Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Profesi Usaha (SPU). Berdasarkan aturan tersebut, seseorang yang bisa mendapatkan Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata (KTPP) yang dikeluarkan Gubernur Bali cq Kepala Dinas Pariwisata, haruslah kompeten di bidangnya dengan mengantongi sertifikat ‘kompetensi kepemanduan wisata’ yang dikeluarkan oleh LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) atas nama Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BPSP).
Calan pemandu wisata yang mencari sertifikat harus diuji dulu dengan mengikuti pelatihan, sesuai Standar Kurikulum dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SPKNI). “Kalau orang asing yang bekerja di Bali, dia harus mendapatkan izin dari keimigrasian. Sekarang indikasinya banyak orang asing menjadi pekerja di Bali, bukan hanya sebagai turis. Termasuk sebagai pemandu wisata juga. Kami minta Pemprov Bali tegakkan Perda Pramuwisata yang sudah ada. Penegak Perdanya ya Satpol PP bersama Dinas Pariwisata dan Dinas Tenaga Kerja,” tegas Adhi Ardhana.
Para pramuwisata lokal yang bernaung di bawah HPI Bali sebelumnya sempat gerudug Kantor Imigrasi Kelas I Ngurah Rai di di Jalan Raya Perum Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Senin (9/4) pagi. Sekitar 50 pramuwisata yang dipimpin langsung Ketua HPI Bali, Nyoman Nuarta, ini menuntut agar dilakukan pengawasan ketat terhadap tenaga kerja asing, terutama guide ilegal.
Ketua HPI Bali Nyoman Nuarta menegaskan, kedatangannya bersama para guide lokal ini untuk membicarakan dua hal penting dengan pihak Imigrasi. Pertama, untuk menuntaskan kasus pemukulan terhadap salah seorang pemandu wisata di bawah naungan HPI Bali oleh guide asing bahasa Mandarin, 5 April 2018 lalu. Nuarta mengatakan, kasus pertengkaran antar guide di lapangan sudah sering terjadi dan dilaporkan ke pihak Imigrasi. Namun, respons dari pihak Imigrasi lamban.
HPI berupaya mendorong Imigrasi agar segera bertindak. “Kami mendorong Imigrasi untuk menyelesaikan persoalan ini secara pro yustisia. Tidak hanya sebatas deportasi (guide asing yang lakukan pemukulan, Red), tapi harus memprosesnya secara hukum,” pintanya.
Hal kedua yang dibicarakan HPI Bali dengan pihak Imigrasi kemarin, kata Nuarta, adalah langkah ke depan buat menekan potensi terjadi kasus serupa divisi bahasa yang lain. Menurut Nuarta, HPI Bali menaungi guide 11 divisi bahasa. Dari 11 divisi tersebut, yang berpotensi menggunakan guide asing adalah bahasa Mandarin, bahasa Korea, dan bahasa Rusia.
Sementara itu, kalangan pelaku pariwisata di Bali desak komitmen semua pihak untuk menjaga Pulau Dewata dari praktek bisnis ilegal, khusus di sektor pariwisata. Desakan ini disampaikan dalam jumpa pers bersama DPD Asita Bali dan DPD HPI Bali serta pihak terkait di Gedung Bali Tourism Board (BTB), Jalan Raya Puputan Komplek Niti Mandala Denpasar, Selasa sore.
Desakan tersebut dikeluarkan, karena saat ini ada indikasi maraknya praktek bisnis wisata ilegal di Bali, seperti travel agent, yang dikelola orang asing. Padahal, sesuai ketentuan Perda Nomor 1 Tahun 2010, setiap biro perjalanan harus masuk menjadi anggota Asita. Maka, biro perjalanan yang melakukan praktek usaha haruslah mengantongi izin.
Terkait masalah tersebut, DPD Asita di bawah pimpinan I Ketut Ardana mengambil beberapa langkah. Pertama, mengawal kelanjutan tindakan melawan hukum yang dilakukan warga asing yang disinyalir bekerja secara ilegal di Bali. Kedua, mendorong pihak berwenang untuk memproses secara hukum kasus pemukulan pramuwisata lokal oleh gude asing, tanpa ada intervensi dari pihak lain.
Ketiga, Asita Bali dan HPI Bali di bawah naungan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali dan BTB segera duduk bersama dengan pihak terkait, seperti Imigrasi, Dinas Pariwisata, kepolisian, Satpol PP, dan desa pakraman untuk mencari solusi atas kehadiran warga negara asing secara ilegal dan tinggal menetap, lalu berbisnis dan bekerja di Bali dalam bidang kepariwisataan.
Keempat, mendorong terbentuknya Satgas Pengawasan Orang Asing, khususnya dalam bidang usaha pariwisata yang melibatkan divisi pasar wisata mancanegara di bawah Asita. Kelima, Asita meminta komitmen semua pihak untuk menjaga Bali dari praktek-praktek ilegal khususnya di bidang pariwisata. Keenam, khusus untuk warga negara China yang terkait kasus pemukulan, Asita Bali akan bertemu dengan Konjen Tiongkok di Bali dan meninjau ulang pola kerjasama mereka.
“Perlu komitmen semua pihak untuk menyelamatkan pariwisata Bali,” ujar Ketua DPD Asita Bali, Ketut Ardana. “gara-gara kasus pemukulan tersebut, pariwisata Bali yang terkenal friendly, hospital people, menjadi tidak ramah kesannya,” lanjutnya.
Ardana juga menyebutkan praktik bisnis wisata ilegal yang disinyalir marak dilakukan oleh asing, mengancam kondusivitas pariwisata Bali. Pasalnya, praktek ilegal merugikan usaha wisata yang legal. Karena ilegal, tentu saja praktek bisnis tersebut luput dari kewajiban pajak.
Sedangkan Ketua DPD HPI Bali, Nyoman Nuarta, juga menegaskan hal serupa. Nuarta mendesak agar Satgas Pengawasan Orang Asing segera diwujudkan. “Satgas Pengawasan Orang Asing harus segera dikonkretkan,” jelas Nuarta. *nat, k17
1
Komentar