'Yang Penting Halal, Tidak Kerja Jadi Maling'
Menggunakan seragam khas juru parkir (jukir) setelan warna hijau, lengkap dengan peluit atau semprit, sosok perempuan paruh baya tampak sibuk semprat-semprit, mengatur kendaraan yang akan parkir di Jalan Diponegoro, Denpasar. Perempuan itu adalah Ni Nengah Mariani, 55.
Jukir Perempuan Ni Nengah Mariani
DENPASAR, NusaBali
Ditemui disela-sela kesibukannya sebagai juru parkir, Jumat (20/4) sore, Mariani menuturkan, mengawali pekerjaan sebagai jukir sejak tahun 2000. Diceritakan, awalnya banyak yang meragukan pekerjaan yang biasanya dilakoni kaum pria ini. “Mereka mencibir, mengapa ambil pekerjaan orang laki. Apa memang tidak ada kerja lain yang lebih sesuai?,” kenang ibu tiga anak yang sudah punya enam cucu ini.
Awal-awalnya, Mariani sempat terpengaruh. Walau tak sampai memutuskan berhenti, namun ledekan-ledekan tersebut mengganggu pikirannya. “Kadang teman, juga ada warga yang parkir meledeknya,” kenangnya.
Seiringnya berlalunya waktu, dia menjadi terbiasa. Dia tak lagi memusingkan omongan orang, siapapun, baik teman, oknum atau pengguna jasa parkir yang dia layani. “Yang penting saya kerja halal, tidak kerja menjadi maling,” kata Mariani. ‘Syukur saya ada pekerjaan (jadi jukir) kan masih banyak yang nganggur,” lanjutnya, menghibur dan menguatkan diri.Hal itulah yang menjadikan Mariani tegar.
Sampai sekarang, sudah 17 tahun Mariani bertugas siang malam sebagai jukir di Jalan Diponogoro. Istri dari I Nyoman Lanus, ini sudah biasa berjemur terpapar sengatan sinar matahari. Atau basah kuyup, kedingginan ketika musim hujan mengguyur. “Tiang mesti mengatur kendaraan, tak hanya pungut biaya parkir,” ungkap wanita tamatan SD asal Karangasem yang kawin di Banjar Suci kawasan Jalan Diponegoro, Denpasar Barat ini. *k17
DENPASAR, NusaBali
Ditemui disela-sela kesibukannya sebagai juru parkir, Jumat (20/4) sore, Mariani menuturkan, mengawali pekerjaan sebagai jukir sejak tahun 2000. Diceritakan, awalnya banyak yang meragukan pekerjaan yang biasanya dilakoni kaum pria ini. “Mereka mencibir, mengapa ambil pekerjaan orang laki. Apa memang tidak ada kerja lain yang lebih sesuai?,” kenang ibu tiga anak yang sudah punya enam cucu ini.
Awal-awalnya, Mariani sempat terpengaruh. Walau tak sampai memutuskan berhenti, namun ledekan-ledekan tersebut mengganggu pikirannya. “Kadang teman, juga ada warga yang parkir meledeknya,” kenangnya.
Seiringnya berlalunya waktu, dia menjadi terbiasa. Dia tak lagi memusingkan omongan orang, siapapun, baik teman, oknum atau pengguna jasa parkir yang dia layani. “Yang penting saya kerja halal, tidak kerja menjadi maling,” kata Mariani. ‘Syukur saya ada pekerjaan (jadi jukir) kan masih banyak yang nganggur,” lanjutnya, menghibur dan menguatkan diri.Hal itulah yang menjadikan Mariani tegar.
Sampai sekarang, sudah 17 tahun Mariani bertugas siang malam sebagai jukir di Jalan Diponogoro. Istri dari I Nyoman Lanus, ini sudah biasa berjemur terpapar sengatan sinar matahari. Atau basah kuyup, kedingginan ketika musim hujan mengguyur. “Tiang mesti mengatur kendaraan, tak hanya pungut biaya parkir,” ungkap wanita tamatan SD asal Karangasem yang kawin di Banjar Suci kawasan Jalan Diponegoro, Denpasar Barat ini. *k17
Komentar