Badung Kembangkan Budidaya Lele
Pemerintah Kabupaten Badung tengah serius melakukan budidaya ikan lele. Pasalnya, kebutuhan pasar untuk jenis ikan ini sangat besar.
Melalui Metode Bioflok di Kerobokan Kelod
MANGUPURA, NusaBali
Tak ayal, Pemkab Badung menggandeng kelompok-kelompok tani untuk budidaya, dengan begitu masyarakat bisa mengambil hasil dari peluang pasar yang terbuka lebar itu.Berdasarkan catatan Dinas Perikanan Badung, pasar per hari kurang lebih membutuhkan 8 ton ikan lele guna menyuplai permintaan baik untuk konsumsi sekala rumahan, rumah makan, restoran, dan yang lain. Sementara baru sekitar 5 ton lebih yang dapat terpenuhi.
“Sekarang kita belum mampu memenuhi permintaan konsumen yang diperkirakan mencapai 5 ton per hari. Makanya ini peluang besar sesungguhnya untuk kelompok petenai,” kata Kepala Dinas Perikanan Badung Putu Oka Swadiana, Minggu (22/4) kemarin.
Menurut Swadiana, mengapa ikan lele cukup diminati pasar, ternyata selain memiliki citra rasa enak, harganya pun murah kisaran Rp 16 ribu hingga Rp 20 ribu perkilogram. “Ikan juga lele sangat gurih dan bisa diolah berbagai macam. Misalnya cukup digoreng, dikuah, dibakar, pepes, dan sebagainya,” jelasnya. Belum lagi, lanjutnya, kandungan gizi lele yang cukup baik untuk kesehatan.
Nah, saat ini untuk memenuhi kebutuhan masih menggantungkan dari luar Bali, seperti dari Jawa. “Kenapa ada peluang besar, tidak kita manfaatkan maskimal. Untuk itu kami dorong sekarang masyarakat membudidayakan ikan lele. Apalagi sekarang budidaya iklan lele cukup dengan metode bioflok,” kata Swadiana.
Metode bioflok, yakni pemeliharaan ikan dengan menggunakan wadah lalu menumbuhkan mikroorganisme yang berfungsi mengolah limbah budidaya itu sendiri menjadi gumpalan-gumpalan kecil (floc) yang bermanfaat sebagai makanan alami ikan. Dengan demikian, budidaya ikan lele menggunakan metode bioflok banyak keutungannya yakni tidak memerlukan lahan luas, dan lebih irit dalam pemberian pakan buatan.
“Pengairan yang dibutuhkan tidak banyak. Masa panen cepat, yakni 2,5 hingga 4 bulan. Makanannya mudah didapat, serta yang tak kalah penting mudah dalam proses pengangkutan, karena tak mudah mati. Dengan sistem bioflok juga tidak diperlukan lahan luas. Bisa dilakukan di pekarangan rumah atau lahan sempit,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Swadiana, pihaknya tengah mengembangkan budidaya bioflok di Banjar Umalas, Kerobokan Kelod, Kuta Utara. “Kami berharap dengan metode ini, produksi ikan air tawar di Badung khususnya lele meningkat dan mampu memenuhi permintaan konsumen. Dengan demikian, perekonomian masyarakat juga ikut terangkat,” tukasnya. Bila metode budidaya ini berhasil, tidak menutup kemungkinan akan dikembangkan juga di tempat lain, sebab dari catatan Dinas Perikanan untuk di Badung saja total ada 132 kelompok pembudidaya ikan. *asa
MANGUPURA, NusaBali
Tak ayal, Pemkab Badung menggandeng kelompok-kelompok tani untuk budidaya, dengan begitu masyarakat bisa mengambil hasil dari peluang pasar yang terbuka lebar itu.Berdasarkan catatan Dinas Perikanan Badung, pasar per hari kurang lebih membutuhkan 8 ton ikan lele guna menyuplai permintaan baik untuk konsumsi sekala rumahan, rumah makan, restoran, dan yang lain. Sementara baru sekitar 5 ton lebih yang dapat terpenuhi.
“Sekarang kita belum mampu memenuhi permintaan konsumen yang diperkirakan mencapai 5 ton per hari. Makanya ini peluang besar sesungguhnya untuk kelompok petenai,” kata Kepala Dinas Perikanan Badung Putu Oka Swadiana, Minggu (22/4) kemarin.
Menurut Swadiana, mengapa ikan lele cukup diminati pasar, ternyata selain memiliki citra rasa enak, harganya pun murah kisaran Rp 16 ribu hingga Rp 20 ribu perkilogram. “Ikan juga lele sangat gurih dan bisa diolah berbagai macam. Misalnya cukup digoreng, dikuah, dibakar, pepes, dan sebagainya,” jelasnya. Belum lagi, lanjutnya, kandungan gizi lele yang cukup baik untuk kesehatan.
Nah, saat ini untuk memenuhi kebutuhan masih menggantungkan dari luar Bali, seperti dari Jawa. “Kenapa ada peluang besar, tidak kita manfaatkan maskimal. Untuk itu kami dorong sekarang masyarakat membudidayakan ikan lele. Apalagi sekarang budidaya iklan lele cukup dengan metode bioflok,” kata Swadiana.
Metode bioflok, yakni pemeliharaan ikan dengan menggunakan wadah lalu menumbuhkan mikroorganisme yang berfungsi mengolah limbah budidaya itu sendiri menjadi gumpalan-gumpalan kecil (floc) yang bermanfaat sebagai makanan alami ikan. Dengan demikian, budidaya ikan lele menggunakan metode bioflok banyak keutungannya yakni tidak memerlukan lahan luas, dan lebih irit dalam pemberian pakan buatan.
“Pengairan yang dibutuhkan tidak banyak. Masa panen cepat, yakni 2,5 hingga 4 bulan. Makanannya mudah didapat, serta yang tak kalah penting mudah dalam proses pengangkutan, karena tak mudah mati. Dengan sistem bioflok juga tidak diperlukan lahan luas. Bisa dilakukan di pekarangan rumah atau lahan sempit,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Swadiana, pihaknya tengah mengembangkan budidaya bioflok di Banjar Umalas, Kerobokan Kelod, Kuta Utara. “Kami berharap dengan metode ini, produksi ikan air tawar di Badung khususnya lele meningkat dan mampu memenuhi permintaan konsumen. Dengan demikian, perekonomian masyarakat juga ikut terangkat,” tukasnya. Bila metode budidaya ini berhasil, tidak menutup kemungkinan akan dikembangkan juga di tempat lain, sebab dari catatan Dinas Perikanan untuk di Badung saja total ada 132 kelompok pembudidaya ikan. *asa
1
Komentar