Penulis Film Benyamin Tolak Damai
Judul film dan karakter Pengki dinilai tetap menjadi hak cipta penulis
JAKARTA, NusaBali
Penulis naskah film Benyamin Biang Kerok (1972), Syamsul Fuad, menegaskan bahwa pihaknya telah menutup jalan damai dengan Falcon dan Max Pictures pada kasus gugatan hak cipta atas film Benyamin Biang Kerok (2018).
Selain mengaku sudah sangat terhina karena dianggap mengemis haknya pada judul film dan karakter 'Pengki' di film tersebut, Syamsul mengatakan bahwa tawaran damai dari kedua rumah produksi itu sudah amat terlambat.
"Saya mengatakan, kenapa tidak pada saat surat saya yang pertama, kedua, atau surat ketiga dia mengajak berdamai, sebelum saya tuntut ke pengadilan? Sekarang mereka baru mau damai, enggak benar itu," kata Syamsul Fuad seperti dilansir vivanews.Syamsul Fuad mengaku sudah sangat siap menjalani proses persidangan di meja hijau terkait perkara ini.
Sebab, selain merasa didukung dengan undang-undang (Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta pasal 5 ayat 1 huruf C), dia mengaku sudah banyak mendapat dukungan dari masyarakat dan sesama sineas tanah air untuk memperjuangkan haknya tersebut."Saya akan menutup (jalan damai) sama sekali. Jadi opsi terakhirnya adalah adu tuntutan di pengadilan," kata Syamsul Fuad.
Syamsul Fuad mengaku banyak pihak yang mendukung pilihannya tersebut."Saya yakin sineas-sineas Indonesia juga pro di belakang saya. Banyak juga masyarakat yang mendukung saya untuk tidak mundur mempertahankan hak saya," ujarnya.Polemik gugatan Syamsul kepada pihak Falcon dan Max Pictures, bertumpu pada hak cipta atas judul film tersebut dan karakter 'Pengki' di dalamnya.
Kuasa hukum Syamsul Fuad, Bakhtiar Yusuf menjelaskan, hak atas kedua hal tersebut murni berada di tangan Syamsul Fuad, dan bukan di rumah produksi terdahulu yang memang memegang hak edar filmnya.
"Hak edar di tangan produser, itu benar. Tapi hak cipta sebagai penulis, tetap (ada di tangan penulis)," kata Bakhtiar."Kita harus bedakan hak atas film dengan hak atas script (naskah)," ujarnya menambahkan.
Bakhtiar menegaskan, karena film garapan Falcon dan Max Pictures itu menggunakan judul yang sama dan nama karakter yang sama, sementara isi ceritanya telah dimodifikasi tanpa izin kliennya itu, maka di situlah letak permasalahan sebenarnya.
"Jadi ada hal yang memang (disebut sebagai) modifikasi ciptaan. Itu hak mereka lah untuk memodifikasi, cuma kita juga berhak untuk menuntut dan dijamin undang-undang. Hak untuk mempertahankan hak, untuk terjadinya modifikasi ciptaan," kata Bakhtiar. *
Penulis naskah film Benyamin Biang Kerok (1972), Syamsul Fuad, menegaskan bahwa pihaknya telah menutup jalan damai dengan Falcon dan Max Pictures pada kasus gugatan hak cipta atas film Benyamin Biang Kerok (2018).
Selain mengaku sudah sangat terhina karena dianggap mengemis haknya pada judul film dan karakter 'Pengki' di film tersebut, Syamsul mengatakan bahwa tawaran damai dari kedua rumah produksi itu sudah amat terlambat.
"Saya mengatakan, kenapa tidak pada saat surat saya yang pertama, kedua, atau surat ketiga dia mengajak berdamai, sebelum saya tuntut ke pengadilan? Sekarang mereka baru mau damai, enggak benar itu," kata Syamsul Fuad seperti dilansir vivanews.Syamsul Fuad mengaku sudah sangat siap menjalani proses persidangan di meja hijau terkait perkara ini.
Sebab, selain merasa didukung dengan undang-undang (Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta pasal 5 ayat 1 huruf C), dia mengaku sudah banyak mendapat dukungan dari masyarakat dan sesama sineas tanah air untuk memperjuangkan haknya tersebut."Saya akan menutup (jalan damai) sama sekali. Jadi opsi terakhirnya adalah adu tuntutan di pengadilan," kata Syamsul Fuad.
Syamsul Fuad mengaku banyak pihak yang mendukung pilihannya tersebut."Saya yakin sineas-sineas Indonesia juga pro di belakang saya. Banyak juga masyarakat yang mendukung saya untuk tidak mundur mempertahankan hak saya," ujarnya.Polemik gugatan Syamsul kepada pihak Falcon dan Max Pictures, bertumpu pada hak cipta atas judul film tersebut dan karakter 'Pengki' di dalamnya.
Kuasa hukum Syamsul Fuad, Bakhtiar Yusuf menjelaskan, hak atas kedua hal tersebut murni berada di tangan Syamsul Fuad, dan bukan di rumah produksi terdahulu yang memang memegang hak edar filmnya.
"Hak edar di tangan produser, itu benar. Tapi hak cipta sebagai penulis, tetap (ada di tangan penulis)," kata Bakhtiar."Kita harus bedakan hak atas film dengan hak atas script (naskah)," ujarnya menambahkan.
Bakhtiar menegaskan, karena film garapan Falcon dan Max Pictures itu menggunakan judul yang sama dan nama karakter yang sama, sementara isi ceritanya telah dimodifikasi tanpa izin kliennya itu, maka di situlah letak permasalahan sebenarnya.
"Jadi ada hal yang memang (disebut sebagai) modifikasi ciptaan. Itu hak mereka lah untuk memodifikasi, cuma kita juga berhak untuk menuntut dan dijamin undang-undang. Hak untuk mempertahankan hak, untuk terjadinya modifikasi ciptaan," kata Bakhtiar. *
1
Komentar