Mahatmiya Buka Kafe, Dikelola Penyandang Disabilitas
Penghuni Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Mahatmiya membuat kafe kecil yang menjual hasil kewirausahaan siswa.
TABANAN, NusaBali
Sebenarnya mirip kedai kecil, tetapi ornamen nanti disulap mirip kafe supaya lebih kelihatan modern. Namun jadwal launching belum ditentukan, karena masih mempersiapkan siswa dalam mengasah kemampuan melayani pembeli.
Kepala PSBN Mahatmiya I Ketut Supena, menjelaskan kafe yang diberi nama Artne Coffee merupakan penerapan dari bimbingan kewirausahaan. Pada bimbingan kewirausahaan, para penyandang disabilitas diajarkan membuat kacang telor, kemoceng, telur asin, tetapi hasilnya belum memiliki arah pasar yang jelas. Pemasaran sebatas di lingkungan PSBN saja. “Maka dari itu kami buka kafe ini dengan harapan hasil produksi terarah,” ujar Supena, Kami (3/5).
Dikatakannya, kafe ini akan dibuka untuk umum. Pun akan dikelola oleh siswa PSBN sendiri yang notabene penyandang disabilitas tuna netra. “Nantinya tak hanya kami jual hasil dari kewirausahaan, kami juga akan jual berbagai macam juice, kopi, makanan ringan, dan lain-lain,” imbuhnya.
Acara launching masih belum ditentukan. Selain karena belum ada hari yang tepat, juga ornamen kafe belum lengkap. Perlu ditambahkan aksesoris biar menyerupai kafe sehingga dilirik calon pembeli untuk berbelanja. “Sembari menunggu launching, kami juga akan melatih siswa dalam memberikan pelayanan. Dan mengundang pengusaha kafe untuk memberikan saran dan masukan,” jelasnya.
Selain itu dengan dibukanya kafe ini tentu bisa membuka ruang belajar siswa lebih jauh tentang kewirausahaan. Minimal ketika lulus nanti di rumahnya bisa membuat usaha sehingga punya penghasilan dan bisa mandiri. “Kami juga akan jual kue bolu yang setiap hari dipraktikkan di pembelajaran kewirausahaan. Sehingga mereka akan melakukan hal-hal layaknya orang normal,” tutur Supena.
Untuk saat ini kendala yang dihadapi dalam membuat kopi adalah masih menggunakan cara manual. Ke depannya Supena berharap memiliki mesin pembuat kopi agar para siswa bisa menjadi barista di tengah keterbatasan yang mereka miliki. “Mudah-mudahan nanti bisa beli mesin (pembuat kopi). Tetapi kalau manual mereka sudah tahu takaran kopi dan gula, karena sudah sering dilatih,” paparnya.
Untuk permulaan kafe ini akan dikelola oleh lima siswa. Mereka bertugas membuatkan kopi dan menyiapkan kue ketika ada tamu yang berkunjung. Sehingga langkah dasar ini akan membantu mereka fasih dalam melayani tamu saat kafe ini sudah dilaunching.
Salah seorang murid PSBN yang menjadi barista di Artne Coffe, Krida Lesmana, 23, asal Singaraja, Kabupaten Buleleng, mengatakan tidak ada kesulitan dalam membuat kopi. Takaran gula dan kopi sudah sering diajarkan di PSBN. Sedangkan untuk tuangkan air hangat cukup merasakan panas dari gelas. “Tidak ada kesulitan, bisa kami kerjakan,” ujarnya.
Dia pun mengatakan dengan adanya kafe ini bisa memberikan pelajaran wirausaha lebih dalam. Dengan harapan ketika lulus bisa meniru buat usaha di rumah. “Nanti saya juga ingin buka kafe,” imbuh Krida. *d
Sebenarnya mirip kedai kecil, tetapi ornamen nanti disulap mirip kafe supaya lebih kelihatan modern. Namun jadwal launching belum ditentukan, karena masih mempersiapkan siswa dalam mengasah kemampuan melayani pembeli.
Kepala PSBN Mahatmiya I Ketut Supena, menjelaskan kafe yang diberi nama Artne Coffee merupakan penerapan dari bimbingan kewirausahaan. Pada bimbingan kewirausahaan, para penyandang disabilitas diajarkan membuat kacang telor, kemoceng, telur asin, tetapi hasilnya belum memiliki arah pasar yang jelas. Pemasaran sebatas di lingkungan PSBN saja. “Maka dari itu kami buka kafe ini dengan harapan hasil produksi terarah,” ujar Supena, Kami (3/5).
Dikatakannya, kafe ini akan dibuka untuk umum. Pun akan dikelola oleh siswa PSBN sendiri yang notabene penyandang disabilitas tuna netra. “Nantinya tak hanya kami jual hasil dari kewirausahaan, kami juga akan jual berbagai macam juice, kopi, makanan ringan, dan lain-lain,” imbuhnya.
Acara launching masih belum ditentukan. Selain karena belum ada hari yang tepat, juga ornamen kafe belum lengkap. Perlu ditambahkan aksesoris biar menyerupai kafe sehingga dilirik calon pembeli untuk berbelanja. “Sembari menunggu launching, kami juga akan melatih siswa dalam memberikan pelayanan. Dan mengundang pengusaha kafe untuk memberikan saran dan masukan,” jelasnya.
Selain itu dengan dibukanya kafe ini tentu bisa membuka ruang belajar siswa lebih jauh tentang kewirausahaan. Minimal ketika lulus nanti di rumahnya bisa membuat usaha sehingga punya penghasilan dan bisa mandiri. “Kami juga akan jual kue bolu yang setiap hari dipraktikkan di pembelajaran kewirausahaan. Sehingga mereka akan melakukan hal-hal layaknya orang normal,” tutur Supena.
Untuk saat ini kendala yang dihadapi dalam membuat kopi adalah masih menggunakan cara manual. Ke depannya Supena berharap memiliki mesin pembuat kopi agar para siswa bisa menjadi barista di tengah keterbatasan yang mereka miliki. “Mudah-mudahan nanti bisa beli mesin (pembuat kopi). Tetapi kalau manual mereka sudah tahu takaran kopi dan gula, karena sudah sering dilatih,” paparnya.
Untuk permulaan kafe ini akan dikelola oleh lima siswa. Mereka bertugas membuatkan kopi dan menyiapkan kue ketika ada tamu yang berkunjung. Sehingga langkah dasar ini akan membantu mereka fasih dalam melayani tamu saat kafe ini sudah dilaunching.
Salah seorang murid PSBN yang menjadi barista di Artne Coffe, Krida Lesmana, 23, asal Singaraja, Kabupaten Buleleng, mengatakan tidak ada kesulitan dalam membuat kopi. Takaran gula dan kopi sudah sering diajarkan di PSBN. Sedangkan untuk tuangkan air hangat cukup merasakan panas dari gelas. “Tidak ada kesulitan, bisa kami kerjakan,” ujarnya.
Dia pun mengatakan dengan adanya kafe ini bisa memberikan pelajaran wirausaha lebih dalam. Dengan harapan ketika lulus bisa meniru buat usaha di rumah. “Nanti saya juga ingin buka kafe,” imbuh Krida. *d
Komentar