Budayakan Pelestarian Lingkungan
Getol menggalakkan pelestarian lingkungan di sekolah, I Gusti Made Puja Armaya juga membawa tradisi penghargaan untuk sekolah yang dipimpinnya.
Kepala SMAN 1 Sukawati, Drs I Gusti Made Puja Armaya MM MPd
KEPALA SMA Negeri 1 Sukawati Gusti Made Puja Armaya mendapatkan penghargaan sebagai Kepala Sekolah Berbasis Lingkungan Tingkat Nasional pada tahun 2013 lalu. Gusti Puja Armaya telah berhasil melestarikan lingkungan sekolah yang terkenal dengan sebutan ‘Suksma’ ini setelah lolos seleksi menjadi Sekolah Adi Wiyata Mandiri dalam rangka Hari Lingkungan HidupSedunia. Penghargaan diberikan langsung oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, 10 Juni 2013.
Gusti Puja Armaya kecil lahir pada 5 Desember 1959 di Banjar Lodpeken, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Kini, ia berusia 59 tahun dan sebentar lagi akan memasuki usia pensiun. Sementara sejak kecil, ia tak pernah bercita-cita menjadi tenaga pendidik. Terlebih keluarganya hanyalah seorang petani.
Bahkan Gusti Puja Armaya pun harus ikut ke ladang membantu orangtuanya untuk bertani. Kadang, ngangon kebo (mengembala kerbau, red) sepulang dari sekolah. Hingga akhirnya pada 1975, dia lulus dari SMAN 1 Gianyar. Selanjutnya Gusti Puja Armaya memberanikan diri melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja dipilihnya karena sebuah kebetulan. Ketika itu belum terlintas dalam benaknya untuk menjadi guru, namun kesempatan membuatnya meyakinkan diri. “Kebetulan ada yang saya ajak kuliah jauh ke Singaraja. Di sana juga ada beberapa saudara, jadi saya pikir untuk tempat tinggal pasti ada. Tinggal memikirkan untuk makan sehari-hari dan uang kuliah,” jelasnya.
Puja Armaya yang memang aktif dalam organisasi OSIS sejak SMA ini, kembali menyibukkan diri dalam organisasi di kampus. Bahkan, ia sempat tercatat sebagai Ketua Senat. Meski sibuk berorganisasi, Puja Armaya tak lupa dengan tujuannya untuk kuliah. Ia berhasil lulus sebagai sarjana muda yang ditempuhnya hanya dalam waktu 3 tahun 2 bulan.
Berbekal ijazah tersebutlah, Puja Armaya melamar menjadi guru. “Tahun 1981 saya masukkan lamaran, ikut tes di Singaraja. Lalu sekitar bulan Maret 1982 saya dinyatakan lolos,” terang suami dari Gusti Ayu Putri Ningsih ini.
Setelah lolos seleksi, Puja Armaya pertama kalinya ditempatkan di SMAN 1 Mengwi, Badung sebagai guru mata pelajaran Geografi. Statusnya waktu itu, sudah langsung PNS dengan gaji seingatnya sekitar Rp 18.000 per bulan. Selama kurang lebih 12 tahun, Puja Armaya menghabiskan waktunya sebagai guru Geografi.
Di sela-sela itu, ia melanjutkan studi magisternya kembali di Undiksha Singaraja. Magisternya ini pun ditempuh karena kebetulan ada adik kelasnya yang mengajaknya. “Kebetulan ada temen yang saja ajak ngajag (pulang-pergi, red) Mengwi-Singaraja. Kalau sendiri mungkin gak bisa, karena pagi sampai siang ngajar. Sore kuliah bawa sepeda motor. Memang waktu itu tantangannya luar biasa,” kenangnya.
Meski demikian, ia mengaku bersyukur karena kerja kerasnya membuahkan hasil. Puja Armaya dan keluarga, untuk kali pertamanya memberanikan diri membeli secara kredit sebuah rumah kecil berukuran 1,5 are di bilangan Lukluk Indah. Cukup banyak kenangan dan pengalaman yang ia dapatkan selama mengajar di SMAN 1 Mengwi ini. Salah satunya yakni pelestarian lingkungansekolah. Terutama ketika sekolah itu secara khusus mendatangkan ahli landskap untuk membuat asri lingkungan sekolah.
“Penataan lingkungannya sangat apik, sampai-sampai saya selalu terbayang untuk menata setiap lingkungan yang ada disekitar saya,” ujarnya bapak 3 anak, sekaligus kakek 3 cucu ini.
Dari SMAN 1 Mengwi, sekitar tahun 1990an Puja Armaya mendapatkan promosi jabatan sebagai Plt Kepala SMAN 1 Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.
Hanya saja, sekolah ini belum memiliki gedung, sarana prasarana, SDM, bahkan lahan pun belum punya. Puja Armaya pun ditugaskan untuk mendirikan sekolah yang sudah menerima sebanyak 90 orang siswa ini. Oleh karena tidak mungkin menolak siswa, sekolah ini
pun berjalan dengan meminjam tempat belajar di kantor Desa Tampaksiring. Sembari, ia berproses bersama pemerintah Kabupaten Gianyar untuk menentukan lahan atau lokasi sekolah. “Dibantu sekitar 7 teman eksodus dari Timor Timur, kami garap pendirian SMAN 1 Tampaksiring,” jelasnya.
Jika kesempatan pendirian sekolah ini tak diproses, maka segala bantuan berupa gedung dan sarana prasarana akan dialihkan ke wilayah Kubutambahan Buleleng. “Bermodalkan semangat, kami mulai berproses. Diawali dengan pendekatan pada masyarakat sekitar,” jelasnya.
Hingga akhirnya ditemukan lokasi yang pas untuk sekolah, namun lahan tersebut milik pelaba Pura Puncak Tegeh. “Waktu itu, warga pun minta ganti rugi jika lahan itu dipakai sekolah. Selama sekitar 7 bulan bersama Bupati waktu itu Cok Budi Suryawan, kami nego dengan masyarakat,” jelasnya.
Dan berdasarkan hasil rembug dengan berbagai pihak, akhirnya disepakati lahan itu dipakai. Dengan catatan, Pemda sanggup memberi kontribusi 1 kilogram beras per siswa setiap bulan. Akhirnya, lahan seluas 8 are yang dulunya kebun jeruk pun disulap menjadi SMAN 1 Tampaksiring.
Kata Puja Armaya, kesepakatan terkait kontribusi itu pun masih berlaku hingga sekarang. Hanya saja, produk berupa beras diuangkan dengan taksiran harga Bulog dan nominalnya diberikan kepada siswa 3 tahun sekali. “Perjanjian itu dibuat secara tertulis. Dan masih berlaku sampai sekarang. Per 2011 lalu, saat saya sudah pindah ke SMAN 1 Sukawati besaran kontribusi ini mencapai Rp 40 juta per tahun,” jelasnya.
Selain itu, setiap upacara Ngusaba 2 tahun sekali di Pura Puncak Tegeh, pihak sekolah juga turut memberikan dana punia. “Masyarakat diringankan, karena ada subsidi silang,” jelasnya.Seiring berjalannya waktu, tahun 1998 pun SMAN 1 Tampaksiring secara definitif pendiriannya sudah resmi dengan 6 ruang belajar. Sekitar 12 tahun hingga 2011, Puja Armaya memanajemeni sekolah ini juga dengan berbasis pelestarian lingkungan. Oleh sebab itu pula, SMAN 1 Tampaksiring bisa menjadi sekolah berwawasan Adi Wiyata.
Puja Armaya memulainya dari nol. Bahkan ia bersama guru-guru selalu membawa bekal cetok (alat pertukangan, red) ke sekolah. Gunanya, mengisi waktu luang setelah mengajar dengan berkebun. “Sekolah tidak punya banyak dana untuk menyewa ahli lanskap. Maka saya inisiatif tata taman sekolah bersama guru-guru,” kenangnya.
Sejak saat itu, ia getol memperhatikan lingkungan sekolah. Termasuk menanam tanaman Upakara dan Tanaman Obat, sehingga ketika masyarakat atau siswa memerlukan tanaman tersebut bisa langsung dipetik. Keberhasilannya dalam penataan lingkungan inipunmengantarkan SMAN 1 Tampaksiring sebagai Sekolah Adi Wiyata dan mendapat penghargaan di tingkat nasional pada tahun 2010. Saat-saat nyaman di SMAN 1 Tampaksiring, setahun kemudian Puja Armaya tiba-tiba mendapat tugas baru sebagai Kepala SMAN 1 Sukawati. Oleh karena tugas, ia pantang menolak. Puja Armaya pun memulai aktifitas barunya sebagai Kepala SMAN 1 Sukawati sekitar tahun 2011.*nvi
1
Komentar