BPOM Catat Nilainya Capai Rp 239 M
Peredaran produk obat dan makanan ilegal di Tanah Air tercatat mencapai hampir Rp239 milyar.
Peredaran Obat dan Makanan Ilegal Disorot
JAKARTA, NusaBali
Kondisi ini disinyalir menjadi fenomena gunung es yang tersembunyi namun akan meledak sewaktu-waktu."Total nilai keekonomian obat makanan ilegal hasil perhitungan BPOM tahun 2017 mencapai hampir Rp239 miliar. Di mana peredaran produk ilegal sebenarnya jauh lebih besar," ujar Kepala Badan POM RI, Penny Lukito di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (7/5) seperti dilansir vivanews.
Menyikapi kondisi tersebut, BPOM RI memfokuskan kegiatan untuk memberantas obat ilegal dan penyalahgunaan obat melalui penguatan pengawasan.Terdapat empat arah kebijakan BPOM RI dalam melakukan pengawasan obat dan produk makanan ilegal.
"Empat arah kebijakan tersebut yakni penguatan kewenangan dan kapasitas BPOM untuk efektif melakukan pengawasan hulu ke hilir, pembinaan dan fasilitasi industri obat dan makanan dalam rangka peningkatan daya saing, peningkatan pemahaman masyarakat dalam pengawasan obat dan makanan, serta penguatan penegakan hukum untuk kejahatan di bidang obat dan makanan," ujarnya menjelaskan.
Penny menambahkan, BPOM RI juga melakukan peluncuran Program Terpadu Lintas Kementerian dan Lembaga untuk meningkatkan efektivitas pengawasan obat ilegal. Untuk itu, Penny mengharapkan agar berbagai kalangan bisa mengambil peran dalam proses pengawasan ini.
"Jadi ada pemerintah pusat provinsi dan daerah dengan tugasnya masing-masing karena ada inpres juga tahun 2017 tentang peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan lintas kementerian lembaga, lintas antar pemerintahan. Bahwa pengawasan obat dan makanan itu adalah tangggung jawab kita bersama tentunya."
Apa tanggapan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo? Tjahjo menilai pemerintah daerah kurang memberikan perhatian terhadap persoalan pengawasan obat dan makanan."Saya cermati kepala daerah kurang care. Dalam penyusunan APBD daerah tingkat I dan II anggaran pengawasan obat dan makanan kecil sekali," ujar Tjahjo dalam Musyawarah Nasional Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM) 2018 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Senin (7/5) seperti dilansir kompas.
Padahal, kata dia, BPOM atau Balai Besar POM punya kewenangan untuk terus melakukan pengawasan dan sosialisasi terkait obat dan makanan. Karenanya, ia meminta pemerintah daerah mencermati hal tersebut."Kan ada komisi pengawasan atau sosialisasi baik di toko obat atau supermarket, tanggal kadaluarsa. Ini harus dicermati dengan baik," kata Tjahjo. *
JAKARTA, NusaBali
Kondisi ini disinyalir menjadi fenomena gunung es yang tersembunyi namun akan meledak sewaktu-waktu."Total nilai keekonomian obat makanan ilegal hasil perhitungan BPOM tahun 2017 mencapai hampir Rp239 miliar. Di mana peredaran produk ilegal sebenarnya jauh lebih besar," ujar Kepala Badan POM RI, Penny Lukito di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (7/5) seperti dilansir vivanews.
Menyikapi kondisi tersebut, BPOM RI memfokuskan kegiatan untuk memberantas obat ilegal dan penyalahgunaan obat melalui penguatan pengawasan.Terdapat empat arah kebijakan BPOM RI dalam melakukan pengawasan obat dan produk makanan ilegal.
"Empat arah kebijakan tersebut yakni penguatan kewenangan dan kapasitas BPOM untuk efektif melakukan pengawasan hulu ke hilir, pembinaan dan fasilitasi industri obat dan makanan dalam rangka peningkatan daya saing, peningkatan pemahaman masyarakat dalam pengawasan obat dan makanan, serta penguatan penegakan hukum untuk kejahatan di bidang obat dan makanan," ujarnya menjelaskan.
Penny menambahkan, BPOM RI juga melakukan peluncuran Program Terpadu Lintas Kementerian dan Lembaga untuk meningkatkan efektivitas pengawasan obat ilegal. Untuk itu, Penny mengharapkan agar berbagai kalangan bisa mengambil peran dalam proses pengawasan ini.
"Jadi ada pemerintah pusat provinsi dan daerah dengan tugasnya masing-masing karena ada inpres juga tahun 2017 tentang peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan lintas kementerian lembaga, lintas antar pemerintahan. Bahwa pengawasan obat dan makanan itu adalah tangggung jawab kita bersama tentunya."
Apa tanggapan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo? Tjahjo menilai pemerintah daerah kurang memberikan perhatian terhadap persoalan pengawasan obat dan makanan."Saya cermati kepala daerah kurang care. Dalam penyusunan APBD daerah tingkat I dan II anggaran pengawasan obat dan makanan kecil sekali," ujar Tjahjo dalam Musyawarah Nasional Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM) 2018 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Senin (7/5) seperti dilansir kompas.
Padahal, kata dia, BPOM atau Balai Besar POM punya kewenangan untuk terus melakukan pengawasan dan sosialisasi terkait obat dan makanan. Karenanya, ia meminta pemerintah daerah mencermati hal tersebut."Kan ada komisi pengawasan atau sosialisasi baik di toko obat atau supermarket, tanggal kadaluarsa. Ini harus dicermati dengan baik," kata Tjahjo. *
Komentar