Eksepsi Ditolak, Penangguhan Dikabulkan
Sidang Pekak Rubah, Kasus Penyerobotan Tahura
DENPASAR, NusaBali
Pekak (kakek) 83 tahun bernama I Wayan Rubah yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi karena menjual tanah milik Tahura (Taman Hutan Rakyat) di Perarudan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung seluas 6 are bisa sedikit bernafas lega. Meski majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar menolak eksepsi (keberatan atas dakwaan), namun permohonan penangguhan penahanan untuk pekak 83 tahun ini dikabulkan.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (8/5), majelis hakim pimpinan Angeliky Handayani Day membacakan putusan sela atas eksepsi yang diajukan terdakwa melalui kuasa hukumnya, Gusti Agung Ngurah Agung dkk.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim menolak eksepsi terdakwa yang salah satunya menyebut dakwaan terhadap terdakwa Wayan Rubah adalah sengketa Tata Usaha Negara. Yang mana perkara tersebut wajib disidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar.
Majelis hakim berpendapat eksepsi terdakwa sudah masuk dalam pokok perkara sehingga harus dibuktikan dalam persidangan. “Menolak eksepsi terdakwa dan melanjutkan sidang dengan pemeriksaan saksi-saksi,” tegas hakim membacakan putusan sela.
Meski eksepsi ditolak, namun Pekak Rubah bisa sedikit bernafas lega setelah majelis hakim mengabulkan penangguhan penahanan yang diajukan keluarga dengan alasan kemanusiaan. Penangguhan penahanan ini sendiri setelah melihat kondisi kesehatan Pekak Rubah yang terus menurun di usia 83 tahun. Bahkan menurut beberapa keluarga yang mendampingi selama sidang, Pekak Rubah kini sulit tidur dan kondisinya terus menurun. Bahkan untuk berjalan kini harus dipapah.
“Padahal sudah ditahan di rumah, tapi masih sakit-sakitan terus,” ujar salah satu keluarganya. Dalam dakwaan disebutkan, kasus ini berawal saat terdakwa ingin memiliki sebagian dari tanah Tahura di Perarudan Jimbaran menggunakan jasa pengurusan tanah kepada almarhum I Gede Putu Wibawajaya yang meninggal pada 6 September 2017 lalu.
“Pengurusan tanah melalui jasa Wibawajaya itu dilakukan dengan menggunakan surat kuasa tertanggal 16 Juni 2014. Dengan surat kuasa itu, terdakwa meminta untuk mengurus pembuatan sertifikat tanah pada objek tanah itu yang sesungguhnya sebagian dari Tahura,” jelas JPU.
Selanjutnya, dilakukan jual beli berbekal Surat Ketetapan Iuran Pembangunan Daerah Buku Penetapan Huruf C No 216 alamat Banjar Pararudan Desa Jimbaran tanggal 1 Maret 1976 dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan Nomor 51.03.050.004.004-013.0 dengan luas 847 meter persegi atas nama terdakwa. Dalam aksinya, Pekak Rubah menunjukkan tanah Tahura tersebut seolah-olah miliknya. "Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp 4.860.000.000. Nilai kerugian itu sebagaimana hasil audit BPKP Perwakilan Bali," ujar JPU. *rez
Pekak (kakek) 83 tahun bernama I Wayan Rubah yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi karena menjual tanah milik Tahura (Taman Hutan Rakyat) di Perarudan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung seluas 6 are bisa sedikit bernafas lega. Meski majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar menolak eksepsi (keberatan atas dakwaan), namun permohonan penangguhan penahanan untuk pekak 83 tahun ini dikabulkan.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (8/5), majelis hakim pimpinan Angeliky Handayani Day membacakan putusan sela atas eksepsi yang diajukan terdakwa melalui kuasa hukumnya, Gusti Agung Ngurah Agung dkk.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim menolak eksepsi terdakwa yang salah satunya menyebut dakwaan terhadap terdakwa Wayan Rubah adalah sengketa Tata Usaha Negara. Yang mana perkara tersebut wajib disidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar.
Majelis hakim berpendapat eksepsi terdakwa sudah masuk dalam pokok perkara sehingga harus dibuktikan dalam persidangan. “Menolak eksepsi terdakwa dan melanjutkan sidang dengan pemeriksaan saksi-saksi,” tegas hakim membacakan putusan sela.
Meski eksepsi ditolak, namun Pekak Rubah bisa sedikit bernafas lega setelah majelis hakim mengabulkan penangguhan penahanan yang diajukan keluarga dengan alasan kemanusiaan. Penangguhan penahanan ini sendiri setelah melihat kondisi kesehatan Pekak Rubah yang terus menurun di usia 83 tahun. Bahkan menurut beberapa keluarga yang mendampingi selama sidang, Pekak Rubah kini sulit tidur dan kondisinya terus menurun. Bahkan untuk berjalan kini harus dipapah.
“Padahal sudah ditahan di rumah, tapi masih sakit-sakitan terus,” ujar salah satu keluarganya. Dalam dakwaan disebutkan, kasus ini berawal saat terdakwa ingin memiliki sebagian dari tanah Tahura di Perarudan Jimbaran menggunakan jasa pengurusan tanah kepada almarhum I Gede Putu Wibawajaya yang meninggal pada 6 September 2017 lalu.
“Pengurusan tanah melalui jasa Wibawajaya itu dilakukan dengan menggunakan surat kuasa tertanggal 16 Juni 2014. Dengan surat kuasa itu, terdakwa meminta untuk mengurus pembuatan sertifikat tanah pada objek tanah itu yang sesungguhnya sebagian dari Tahura,” jelas JPU.
Selanjutnya, dilakukan jual beli berbekal Surat Ketetapan Iuran Pembangunan Daerah Buku Penetapan Huruf C No 216 alamat Banjar Pararudan Desa Jimbaran tanggal 1 Maret 1976 dan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan Nomor 51.03.050.004.004-013.0 dengan luas 847 meter persegi atas nama terdakwa. Dalam aksinya, Pekak Rubah menunjukkan tanah Tahura tersebut seolah-olah miliknya. "Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp 4.860.000.000. Nilai kerugian itu sebagaimana hasil audit BPKP Perwakilan Bali," ujar JPU. *rez
1
Komentar