Bupati Siapkan Pentas Tari Makepung Massal
Berpulangnya sang maestro kesenian Jegog, Dr I Ketut Suwentra SST alias Pekak Jegog, 70, Kamis (10/5) siang, meninggalkan duka bagi masyarakat Kabupaten Jembrana.
Bentuk Penghormatan buat Pekak Jegog
NEGARA, NusaBali
Bupati Jembrana I Putu Artha bahkan rancang pementasan Tari Makepung Massal, sebagai bentuk penghormatan terhadap Pekak Jegok, sang maestro asal Desa Sangkaragung, Kecamatan Jembrana.
Pentas Tari Makepung Massal untuk penghormatan terhadap Pekak Jegog ini rencananya akan digelar saat Parade Budaya HUT ke-123 Kota Negara, 16 Agustus 2018 mendatang. Rencana ini diungkapkan langsung Bupati Putu Artha saat ditemui NusaBali di Negara, Jumat (11/5).
Bupati Putu Artha menyebutkan, Tari Makepung Massal dipakai penghormatan untuk Pekak Jegog, karena tarian khas Gumi Makepung Jembrana tersebut merupakan ciptaan almarhum. Saat Parede Budaya HUT ke-123 Kota Negara nanti, Tari Makepung Massal akan melibatkan kalangan siswa-siswi SMP hingga SMA/SMK se-Kabupaten Jembrana.
Sebelumnya, tari Makepung Massal ini juga sempat ditampilkan saat apel peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Stadion Pecangakan Jembrana, Rabu, 2 Mei 2018 lalu. Kala itu, Tari Makepung Massal hanya melibatkan 154 siswa-siswi SD dan SMP. “Tariannya saja kita lestarikan, apalagi Jegog-nya. Ini juga bagian penghormatan kami warga Jembrana terhadap almarhum Pekak Jegog,” ujar Bupati Artha yang berencana melayat ke rumah duka Pekak Jegog di Kelurahan Sangkaragung, dalam waktu dekat.
Bupati Artha sendiri mengaku sama sekali tidak tahu Pekak Jegog jatuh sakit. Tiba-tiba, sang maestro kesenian Jegog berusia 70 tahun tersebut diketahui sudah meninggal dalam perawatan di RS Sanglah, Denpasar, Kamis siang sekitar pukul 14.00 Wita, karena didiagnosa mengalami penyakit kanker paru-paru yang sudah stadium IV. Itu pun, Bupati Artha mengetahui kematian Pekak Jegog melalui pemberitaan media massa, Jumat kemarin.
Menurut Bupati Artha, sebelum mendengar kabar duka tersebut, dirinya terakhir kali bertemu almarhum Pekak Jegog saat menghadiri acara piodalan di Pura Agung Gede Pasek Jembrana, Januari 2018 lalu. “Waktu terakhir ketemu, beliau yang ngetisin tirta (memercikkan air suci, Red), karena beliu jadi pamangku. Waktu itu, beliau terlihat masih sehat,” kenang politisi PDIP asal Melaya, Jembrana ini.
Secara pribadi dan juga atas nama warga Kabupaten Jembrana, Bupati Artha menyatakan turut berduka cita terhadap berpulangnya Pekak Jegog. Menurut dia, Pekak Jegog merupakan sosok yang berjasa terhadap kemajuan kesenian Jegog, seni tabuh tradisional khas Jembrana. Kesenian Jegog bisa dikenal dunia internasional juga tidak terlepas berkat perananan Pekak Jegog.
“Kalau tidak beliau yang mengorbitkannya sampai ke tingkat internasional, kesenian Jegog tidak akan meroket seperti sekarang. Jegog sampai masuk Warisan Budaya Nasional, itu karena peran Pekak Jegog. Warga Jembrana, apalagi saya Pimpinan Daerah, merasa sangat kehilangan atas berpulangnya almarhum,” papar Bupati Artha.
Bupati Artha menegaskan, Pekak Jegog adalah sosok yang paling getol memajukan Jegog sebagai kesenian khas Gumi Makepung. Pekak Jegog juga pernah berpesan agar kesenian Jegog benar-benar mengakar di Jembrana. “Kami Pimpinan Daerah tentu mendukung. Kami berusaha menghidupkan kesenian Jegog di sekolah-sekolah. Di setiap sekaa kesenian Jegog juga kita bantu. Dalam setiap kegiatan, kesenian Jegog pasti dinomorsatukan. Tujuannya, supaya generasi penerus semua paham dan ngerti dengan Jegog sebagai kesenian khas Jembrana.”
Almarhum Pekak Jegog sendiri berpulang buat selamanya dengan meninggalkan dua istri: Anak Agung Sri Tirtawati dan Ni Nyoman Yuliastuti Kazuko, serta 5 anak dan 14 cucu. Kelima anaknya masing-masing I Gede Oka Artanegara, I Kadek Wiwik Artawan (almarhum), I Komang Wisnu Wardana, Ni Ketut Ayu Mahadewi, dan Ni Ketut Panca Wulandewi.
Menurut anak ketiga Pekak Jegog, I Komang Wisnu Wardana, kondisi almarhum mulai drop sepulang ikut konferensi musik di Ambon, April 2018 lalu. Pekak Jegog pun langsung dilarikan ke RSUD Wangaya, Denpasar. Di sana, sang maestro Jegog dirawat inap selama seminggu.
Setelah kondisinya membaik, Pekak Jegog dibolehkan pulang. Namun, sebulan kemudian, Pekak Jegog kembali masuk rumah sakit. Kali ini, almarhum diobservasi oleh tim medis RS Sanglah dan dinyatakan positif kanker paru-paru stadium IV. “Awalnya dicurigai ada tumor, tapi ternyata bukan. Penyebabnya adalah kanker paru-paru yang penyebarannya sudah ke seluruh tubuh dan telah stadium IV,” jelas Wisnu Wardana.
Sementara itu, hingga Jumat kemarin jenazah Pekak Jegog masih dititip di Instalasi Kedokteran Forensik RS Sanglah. Jenazah almarhum baru akan dipulangkan ke rumah duka, Sabtu (12/5) ini. Selanjutnya, jenazah Pekak Jegog akan diabenkan di Setra Desa Pakraman Sangkaragung pada Buda Umanis Julungwangi, Rabu (16/5) depan.
Pantauan NusaBali di rumah duka, Jumat kemarin, sejumlah kelarga almarhum tampak berkumpul. Termasuk di antaranya keponakan almarhum, Made Pantulisi Wiyasa, 52. Menurut Wiyasa, jenazah Pekak Jegog maish belum dibawa ke rumah duka, karena banyak koleganya di Denpasar ingin melayat ke RS Sanglah. “Rencananya, jenazah almarhum baru dibawa pulang ke rumah suka besok (hari ini),” jelas Wiyasa. *ode
NEGARA, NusaBali
Bupati Jembrana I Putu Artha bahkan rancang pementasan Tari Makepung Massal, sebagai bentuk penghormatan terhadap Pekak Jegok, sang maestro asal Desa Sangkaragung, Kecamatan Jembrana.
Pentas Tari Makepung Massal untuk penghormatan terhadap Pekak Jegog ini rencananya akan digelar saat Parade Budaya HUT ke-123 Kota Negara, 16 Agustus 2018 mendatang. Rencana ini diungkapkan langsung Bupati Putu Artha saat ditemui NusaBali di Negara, Jumat (11/5).
Bupati Putu Artha menyebutkan, Tari Makepung Massal dipakai penghormatan untuk Pekak Jegog, karena tarian khas Gumi Makepung Jembrana tersebut merupakan ciptaan almarhum. Saat Parede Budaya HUT ke-123 Kota Negara nanti, Tari Makepung Massal akan melibatkan kalangan siswa-siswi SMP hingga SMA/SMK se-Kabupaten Jembrana.
Sebelumnya, tari Makepung Massal ini juga sempat ditampilkan saat apel peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Stadion Pecangakan Jembrana, Rabu, 2 Mei 2018 lalu. Kala itu, Tari Makepung Massal hanya melibatkan 154 siswa-siswi SD dan SMP. “Tariannya saja kita lestarikan, apalagi Jegog-nya. Ini juga bagian penghormatan kami warga Jembrana terhadap almarhum Pekak Jegog,” ujar Bupati Artha yang berencana melayat ke rumah duka Pekak Jegog di Kelurahan Sangkaragung, dalam waktu dekat.
Bupati Artha sendiri mengaku sama sekali tidak tahu Pekak Jegog jatuh sakit. Tiba-tiba, sang maestro kesenian Jegog berusia 70 tahun tersebut diketahui sudah meninggal dalam perawatan di RS Sanglah, Denpasar, Kamis siang sekitar pukul 14.00 Wita, karena didiagnosa mengalami penyakit kanker paru-paru yang sudah stadium IV. Itu pun, Bupati Artha mengetahui kematian Pekak Jegog melalui pemberitaan media massa, Jumat kemarin.
Menurut Bupati Artha, sebelum mendengar kabar duka tersebut, dirinya terakhir kali bertemu almarhum Pekak Jegog saat menghadiri acara piodalan di Pura Agung Gede Pasek Jembrana, Januari 2018 lalu. “Waktu terakhir ketemu, beliau yang ngetisin tirta (memercikkan air suci, Red), karena beliu jadi pamangku. Waktu itu, beliau terlihat masih sehat,” kenang politisi PDIP asal Melaya, Jembrana ini.
Secara pribadi dan juga atas nama warga Kabupaten Jembrana, Bupati Artha menyatakan turut berduka cita terhadap berpulangnya Pekak Jegog. Menurut dia, Pekak Jegog merupakan sosok yang berjasa terhadap kemajuan kesenian Jegog, seni tabuh tradisional khas Jembrana. Kesenian Jegog bisa dikenal dunia internasional juga tidak terlepas berkat perananan Pekak Jegog.
“Kalau tidak beliau yang mengorbitkannya sampai ke tingkat internasional, kesenian Jegog tidak akan meroket seperti sekarang. Jegog sampai masuk Warisan Budaya Nasional, itu karena peran Pekak Jegog. Warga Jembrana, apalagi saya Pimpinan Daerah, merasa sangat kehilangan atas berpulangnya almarhum,” papar Bupati Artha.
Bupati Artha menegaskan, Pekak Jegog adalah sosok yang paling getol memajukan Jegog sebagai kesenian khas Gumi Makepung. Pekak Jegog juga pernah berpesan agar kesenian Jegog benar-benar mengakar di Jembrana. “Kami Pimpinan Daerah tentu mendukung. Kami berusaha menghidupkan kesenian Jegog di sekolah-sekolah. Di setiap sekaa kesenian Jegog juga kita bantu. Dalam setiap kegiatan, kesenian Jegog pasti dinomorsatukan. Tujuannya, supaya generasi penerus semua paham dan ngerti dengan Jegog sebagai kesenian khas Jembrana.”
Almarhum Pekak Jegog sendiri berpulang buat selamanya dengan meninggalkan dua istri: Anak Agung Sri Tirtawati dan Ni Nyoman Yuliastuti Kazuko, serta 5 anak dan 14 cucu. Kelima anaknya masing-masing I Gede Oka Artanegara, I Kadek Wiwik Artawan (almarhum), I Komang Wisnu Wardana, Ni Ketut Ayu Mahadewi, dan Ni Ketut Panca Wulandewi.
Menurut anak ketiga Pekak Jegog, I Komang Wisnu Wardana, kondisi almarhum mulai drop sepulang ikut konferensi musik di Ambon, April 2018 lalu. Pekak Jegog pun langsung dilarikan ke RSUD Wangaya, Denpasar. Di sana, sang maestro Jegog dirawat inap selama seminggu.
Setelah kondisinya membaik, Pekak Jegog dibolehkan pulang. Namun, sebulan kemudian, Pekak Jegog kembali masuk rumah sakit. Kali ini, almarhum diobservasi oleh tim medis RS Sanglah dan dinyatakan positif kanker paru-paru stadium IV. “Awalnya dicurigai ada tumor, tapi ternyata bukan. Penyebabnya adalah kanker paru-paru yang penyebarannya sudah ke seluruh tubuh dan telah stadium IV,” jelas Wisnu Wardana.
Sementara itu, hingga Jumat kemarin jenazah Pekak Jegog masih dititip di Instalasi Kedokteran Forensik RS Sanglah. Jenazah almarhum baru akan dipulangkan ke rumah duka, Sabtu (12/5) ini. Selanjutnya, jenazah Pekak Jegog akan diabenkan di Setra Desa Pakraman Sangkaragung pada Buda Umanis Julungwangi, Rabu (16/5) depan.
Pantauan NusaBali di rumah duka, Jumat kemarin, sejumlah kelarga almarhum tampak berkumpul. Termasuk di antaranya keponakan almarhum, Made Pantulisi Wiyasa, 52. Menurut Wiyasa, jenazah Pekak Jegog maish belum dibawa ke rumah duka, karena banyak koleganya di Denpasar ingin melayat ke RS Sanglah. “Rencananya, jenazah almarhum baru dibawa pulang ke rumah suka besok (hari ini),” jelas Wiyasa. *ode
Komentar