Dollar Bikin Pengusaha Bali Cemas
Melemahnya nilai rupiah terhadap dollar hingga menembus Rp 14.000 sejak tiga hari terakhir membuat gelisah pengusaha yang banyak melakukan impor.
DENPASAR, NusaBali
Kalangan pengusaha di Bali mulai menunjukkan gejala was-was terkait pelemahan rupiah terhadap dollar. Mereka khawatir jika kondisi rupiah terus melemah, tentu berimbas pada kondisi biaya, yakni pembengkakan pada pembelian komoditas impor yang harus dibayar dengan dollar.
Contohnya sektor pariwisata, yang merupakan sektor utama perekonomian Bali. Jika rupiah terus melemah, tentu akan berpengaruh terhadap kinerja sektor pariwisata. “Karena sebagian properti di sektor pariwisata bergantung pada impor,” ujar Ketua Kadin Bali Anak Agung Alit Wiraputra, Jumat (12/5).
Alit Wiraputra menyebutkan sejumlah komoditas penunjang sektor pariwisata yang bergantung pada luar negeri, sehingga harus impor. Konten impor tersebut umumnya untuk food and beverage seperti keju, susu, roti, daging dan lainnya.Juga ada produk minyak asteri untuk terapies dan spa.
Sedang industri olahan kayu, sejumlah produk pendukung seperti mesin-mesin pemotong dan pengolah kayu juga harus didatangkan dari luar negeri. “Yang ini kan harus bayar pakai dollar. Tentu membengkak jika rupiah terus melemah,” kata Alit Wiraputra.
Kata dia, jika pelemahan rupiah terus berlanjut pasti berpengaruh pada kemampuan pengusaha untuk itu. Kondisi finansial pengusaha pasti akan memburuk, karena tergerus untuk biaya impor. Karena itulah Alit Wiraputra, sependapat jangan sampai rupiah merosot, apalagi sampai menyentuh Rp 15.000 per dollar. “Benar karena ini sudah sampai pada ambang psikologis,” kata Alit Wiraputra.
Untuk penanggulangan Alit Wiraputra menyarankan, sejumlah hal. Kalangan pelaku wisata juga mulai menunjukkan kegelisahan menyusul merosotnya nilai rupiah terhadap dollar. “Secara ekskternal belum terasa. Kunjungan mulai tumbuh. Namun di internal mulai terasa,” ujar Ida Bagus Agung Partha Adnyana, pengusaha wisata asal Sanur Denpasar.
Dikatakan Gus Agung, sapaan Ida Bagus Agung Partha Adnyana, sejumlah produk atau konten utama pariwisata seperti dairy food, seperti keju, susu, roti dan spaghetti serta yang lain sudah melonjak harganya. “Sejak Januari lalu sudah terasa. Kenaikan sampai sekitar 30 persen,” ujar Gus Agung, yang juga Ketua Gabungan Industri Pariwisata Bali atau Bali Tourism Board (BTB).
Gus Agung, mengatakan impor untuk dairy food sampai 40 persen. Dikatakan Gus Agung, konsumsi dairy food tak semata wisman, namun wisatawan domestik tidak sedikit yang menyukai menu ‘barat’ ini. “Sepanjang kunjungan wisman ramai, hal ini (kenaikan produk impor) tak masalah. Yang penting ramai,” kata Gus Agung.
Sementara itu tokoh pengusaha Bali, Panudiana Kuhn, mengakui pelemahan rupiah berpengaruh terhadap sektor usaha. Namun, kata Panudiana Kuhn sebagai pengusaha harus selalu optimis. “Semoga gejolak ini hanya sementara,” ujar Panudiana Kuhn.
Malah, untuk sektor pariwisata melemahnya rupiah, sesungguhnya menguntungkan. Walau dia mengakui, memang ada produk-produk penunjang sektor wisata yang harus impor dan bayar dengan dollar. “Namun sebagai pengusaha kita harus optimis,” tegasnya Kuhn.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat (11/5) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp14.048 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.074 per dolar AS. *k17,ant
Contohnya sektor pariwisata, yang merupakan sektor utama perekonomian Bali. Jika rupiah terus melemah, tentu akan berpengaruh terhadap kinerja sektor pariwisata. “Karena sebagian properti di sektor pariwisata bergantung pada impor,” ujar Ketua Kadin Bali Anak Agung Alit Wiraputra, Jumat (12/5).
Alit Wiraputra menyebutkan sejumlah komoditas penunjang sektor pariwisata yang bergantung pada luar negeri, sehingga harus impor. Konten impor tersebut umumnya untuk food and beverage seperti keju, susu, roti, daging dan lainnya.Juga ada produk minyak asteri untuk terapies dan spa.
Sedang industri olahan kayu, sejumlah produk pendukung seperti mesin-mesin pemotong dan pengolah kayu juga harus didatangkan dari luar negeri. “Yang ini kan harus bayar pakai dollar. Tentu membengkak jika rupiah terus melemah,” kata Alit Wiraputra.
Kata dia, jika pelemahan rupiah terus berlanjut pasti berpengaruh pada kemampuan pengusaha untuk itu. Kondisi finansial pengusaha pasti akan memburuk, karena tergerus untuk biaya impor. Karena itulah Alit Wiraputra, sependapat jangan sampai rupiah merosot, apalagi sampai menyentuh Rp 15.000 per dollar. “Benar karena ini sudah sampai pada ambang psikologis,” kata Alit Wiraputra.
Untuk penanggulangan Alit Wiraputra menyarankan, sejumlah hal. Kalangan pelaku wisata juga mulai menunjukkan kegelisahan menyusul merosotnya nilai rupiah terhadap dollar. “Secara ekskternal belum terasa. Kunjungan mulai tumbuh. Namun di internal mulai terasa,” ujar Ida Bagus Agung Partha Adnyana, pengusaha wisata asal Sanur Denpasar.
Dikatakan Gus Agung, sapaan Ida Bagus Agung Partha Adnyana, sejumlah produk atau konten utama pariwisata seperti dairy food, seperti keju, susu, roti dan spaghetti serta yang lain sudah melonjak harganya. “Sejak Januari lalu sudah terasa. Kenaikan sampai sekitar 30 persen,” ujar Gus Agung, yang juga Ketua Gabungan Industri Pariwisata Bali atau Bali Tourism Board (BTB).
Gus Agung, mengatakan impor untuk dairy food sampai 40 persen. Dikatakan Gus Agung, konsumsi dairy food tak semata wisman, namun wisatawan domestik tidak sedikit yang menyukai menu ‘barat’ ini. “Sepanjang kunjungan wisman ramai, hal ini (kenaikan produk impor) tak masalah. Yang penting ramai,” kata Gus Agung.
Sementara itu tokoh pengusaha Bali, Panudiana Kuhn, mengakui pelemahan rupiah berpengaruh terhadap sektor usaha. Namun, kata Panudiana Kuhn sebagai pengusaha harus selalu optimis. “Semoga gejolak ini hanya sementara,” ujar Panudiana Kuhn.
Malah, untuk sektor pariwisata melemahnya rupiah, sesungguhnya menguntungkan. Walau dia mengakui, memang ada produk-produk penunjang sektor wisata yang harus impor dan bayar dengan dollar. “Namun sebagai pengusaha kita harus optimis,” tegasnya Kuhn.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat (11/5) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp14.048 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.074 per dolar AS. *k17,ant
Komentar