2019, Persaingan Parpol Semakin Sengit
Parpol harus memastikan caleg-caleg mereka memiliki soliditas sesama caleg satu parpol untuk hadapi ambang batas parlemen 4 persen.
JAKARTA, NusaBali
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengatakan, ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sebesar 4 persen akan membuat persaingan antar partai politik (parpol) akan semakin sengit. Sebab, selain ambang batas yang lebih besar, jumlah parpol peserta pemilu juga semakin banyak.
Titi menjelaskan, pemilu 2009 dengan ambang batas 2,5 persen menghasilkan 9 parpol yang lolos dari 38 parpol. Saat itu, suara terdistribusi sehingga sulit mencapai ambang batas 2,5 persen. Kemudian pada pemilu 2014 ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen dengan jumlah parpol 12 dan 10 parpol lolos di parlemen. Pada pemilu 2019, ambang batas parlemen naik jadi 4 persen. Namun, pada saat yang sama jumlah parpol meningkat menjadi 16. Artinya, tutur Titi, suara yang pada pemilu 2014 diperebutkan 12 parpol akan terdistribusi ke 16 parpol.
"Di situlah membuat kompetisi semakin kompetitif dan sengit untuk merebut suara bagi partai-partai untuk dapat 4 persen," kata Titi di sela-sela sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (12/5). Titi menyebut, persaingan mencapai ambang batas parlemen sebesar 4 persen tidak akan mudah. Ini berlaku untuk partai lama yang sudah masuk ke dalam parlemen maupun partai baru.
"Tidak mudah, bahkan bagi partai di parlemen sekali pun untuk menjamin mereka lolos di batas parlemen 4 persen," ujarnya. Ia mengatakan, ambang batas parlemen yang naik menjadi 4 persen dipandang efektif mengurangi jumlah parpol di parlemen. Namun, pada saat yang sama juga berpotensi membuang suara pemilih. "Masyarakat sudah capek-capek (datang) ke TPS (tempat pemungutan suara) memberikan suara, tetapi karena parpolnya tidak lolos atau suara terbuang, tidak bisa dihitung," ucap Titi.
Titi berpandangan, parpol harus memastikan caleg-caleg mereka memiliki soliditas sesama caleg satu parpol. Hal ini untuk menghadapi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold untuk pemilu 2019 yang dinaikkan menjadi 4 persen. Ini membuat tantangan partai lama maupun partai baru menjadi sama. Selain itu, persaingan juga akan menjadi sengit.
Sebab, dengan ambang batas parlemen yang lebih tinggi, pemilu juga diikuti partai politik yang lebih banyak dibandingkan pada pemilu 2014. "Parpol harus memastikan caleg-caleg mereka bekerja, turun ke lapangan, dan punya soliditas sesama caleg satu parpol," ujar Titi.
Menurut dia, parpol harus menegaskan kepada caleg-calegnya bahwa kemenangan partai adalah sebuah prioritas. Dengan ambang batas parlemen 4 persen, tantangan partai lama mau pun partai baru akan sama. Persaingan, kata Titi, akan sama sengitnya untuk memastikan partai lolos ambang batas itu.
Ketentuan mengenai ambang batas parlemen sebesar 4 persen tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pemilu legislatif akan digelar pada 17 April 2019 mendatang dan diikuti 16 parpol, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PKS, PAN, Hanura, NasDem, PBB, PKPI, Perindo, PSI, PBB, Partai Berkarya, dan Partai Garuda. *
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengatakan, ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sebesar 4 persen akan membuat persaingan antar partai politik (parpol) akan semakin sengit. Sebab, selain ambang batas yang lebih besar, jumlah parpol peserta pemilu juga semakin banyak.
Titi menjelaskan, pemilu 2009 dengan ambang batas 2,5 persen menghasilkan 9 parpol yang lolos dari 38 parpol. Saat itu, suara terdistribusi sehingga sulit mencapai ambang batas 2,5 persen. Kemudian pada pemilu 2014 ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen dengan jumlah parpol 12 dan 10 parpol lolos di parlemen. Pada pemilu 2019, ambang batas parlemen naik jadi 4 persen. Namun, pada saat yang sama jumlah parpol meningkat menjadi 16. Artinya, tutur Titi, suara yang pada pemilu 2014 diperebutkan 12 parpol akan terdistribusi ke 16 parpol.
"Di situlah membuat kompetisi semakin kompetitif dan sengit untuk merebut suara bagi partai-partai untuk dapat 4 persen," kata Titi di sela-sela sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (12/5). Titi menyebut, persaingan mencapai ambang batas parlemen sebesar 4 persen tidak akan mudah. Ini berlaku untuk partai lama yang sudah masuk ke dalam parlemen maupun partai baru.
"Tidak mudah, bahkan bagi partai di parlemen sekali pun untuk menjamin mereka lolos di batas parlemen 4 persen," ujarnya. Ia mengatakan, ambang batas parlemen yang naik menjadi 4 persen dipandang efektif mengurangi jumlah parpol di parlemen. Namun, pada saat yang sama juga berpotensi membuang suara pemilih. "Masyarakat sudah capek-capek (datang) ke TPS (tempat pemungutan suara) memberikan suara, tetapi karena parpolnya tidak lolos atau suara terbuang, tidak bisa dihitung," ucap Titi.
Titi berpandangan, parpol harus memastikan caleg-caleg mereka memiliki soliditas sesama caleg satu parpol. Hal ini untuk menghadapi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold untuk pemilu 2019 yang dinaikkan menjadi 4 persen. Ini membuat tantangan partai lama maupun partai baru menjadi sama. Selain itu, persaingan juga akan menjadi sengit.
Sebab, dengan ambang batas parlemen yang lebih tinggi, pemilu juga diikuti partai politik yang lebih banyak dibandingkan pada pemilu 2014. "Parpol harus memastikan caleg-caleg mereka bekerja, turun ke lapangan, dan punya soliditas sesama caleg satu parpol," ujar Titi.
Menurut dia, parpol harus menegaskan kepada caleg-calegnya bahwa kemenangan partai adalah sebuah prioritas. Dengan ambang batas parlemen 4 persen, tantangan partai lama mau pun partai baru akan sama. Persaingan, kata Titi, akan sama sengitnya untuk memastikan partai lolos ambang batas itu.
Ketentuan mengenai ambang batas parlemen sebesar 4 persen tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pemilu legislatif akan digelar pada 17 April 2019 mendatang dan diikuti 16 parpol, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PKS, PAN, Hanura, NasDem, PBB, PKPI, Perindo, PSI, PBB, Partai Berkarya, dan Partai Garuda. *
Komentar