Keluarga Minta Pemerintah Buka Mata dan Hati
Peringati Tragedi Kerusuhan Mei 1998
JAKARTA, NusaBali
Puluhan keluarga korban memperingati 20 tahun Tragedi Kerusuhan Mei 1998 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Minggu (13/5). Tragedi kerusuhan yang terjadi pada 13 mei 1998 silam menyebabkan ribuan korban meninggal dunia. Namun, hingga kini belum ada orang atau pihak yang bertanggung jawab dan diberi hukuman atas kejahatan kemanusiaan tersebut.
Maria Sanu, salah satu keluarga korban, berharap pemerintah memiliki keinginan untuk menuntaskan kasus Tragedi Mei 1998."Kami berharap Pak Presiden Joko Widodo memberikan perhatian, supaya yang salah di hukum. Kami tak rela jika dalang kasus ini tidak diungkap," ujar Maria saat memberikan kesaksian.
Maria Sanu adalah ibu dari Stevanus Sanu, korban kebakaran di mal Yogya Plaza Klender (sekarang mal Klender). Saat peristiwa, Stevanus baru berusia 16 tahun. Upaya keluarga korban agar kasus ini tuntas juga terus dilakukan dengan berbagai cara.Maria masih aktif ikut Aksi Kamisan, setiap Kamis sore, di depan Istana Negara. Para peserta aksi berharap pemerintah menuntaskan seluruh kasus pelanggaran berat HAM, termasuk Tragedi Kerusuhan Mei 1998.
"Kami ikuti Aksi Kamisan sampai ke 537 kalinya, tapi pemerintah diam, kami harap Presiden buka mata dan hati terhadap harapan keluarga korban," tuturnya seperti dilansir kompas.
Dalam peringatan tersebut hadir pula keluarga korban dari etnis Tionghoa. Mereka turut menjadi korban kekerasan pada 13 Mei 1998 di daerah Senen dan Glodok, Jakarta Pusat.
Terbakarnya mal Yogya Plaza termasuk salah satu rentetan peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 13-15 Mei 1998. Laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menyebutkan bahwa peristiwa kerusuhan tersebut terjadi secara sistematis, massif dan meluas.
Artinya, peristiwa itu memenuhi syarat dugaan telah terjadi pelanggaran HAM berat. TGPF berkeyakinan, bahwa peristiwa tanggal 13-15 Mei 1998 tidak dapat dilepaskan dari konteks keadaan dan dinamika sosial-politik masyarakat sat itu.
Peristiwa-peristiwa sebelumnya, seperti Pemilu 1997, penculikan sejumlah aktivis, krisis ekonomi, Sidang Umum MPR-RI 1998, unjuk rasa mahasiswa yang terus-menerus, serta tewas tertembaknya mahasiswa Universitas Trisakti, semuanya berkaitan erat dengan peristiwa tanggal 13-15 Mei 1998.
Untuk peristiwa kebakaran Yogya Plaza Klender, TGPF menemukan fakta-fakta bahwa ada sekolompok provokator yang memancing massa untuk menjarah, mengunci pintu masuk, kemudian membakar gedung. Para provokator ini tidak ikut menjarah dan segera meninggalkan lokasi setelah gedung atau barang terbakar. *
Puluhan keluarga korban memperingati 20 tahun Tragedi Kerusuhan Mei 1998 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Minggu (13/5). Tragedi kerusuhan yang terjadi pada 13 mei 1998 silam menyebabkan ribuan korban meninggal dunia. Namun, hingga kini belum ada orang atau pihak yang bertanggung jawab dan diberi hukuman atas kejahatan kemanusiaan tersebut.
Maria Sanu, salah satu keluarga korban, berharap pemerintah memiliki keinginan untuk menuntaskan kasus Tragedi Mei 1998."Kami berharap Pak Presiden Joko Widodo memberikan perhatian, supaya yang salah di hukum. Kami tak rela jika dalang kasus ini tidak diungkap," ujar Maria saat memberikan kesaksian.
Maria Sanu adalah ibu dari Stevanus Sanu, korban kebakaran di mal Yogya Plaza Klender (sekarang mal Klender). Saat peristiwa, Stevanus baru berusia 16 tahun. Upaya keluarga korban agar kasus ini tuntas juga terus dilakukan dengan berbagai cara.Maria masih aktif ikut Aksi Kamisan, setiap Kamis sore, di depan Istana Negara. Para peserta aksi berharap pemerintah menuntaskan seluruh kasus pelanggaran berat HAM, termasuk Tragedi Kerusuhan Mei 1998.
"Kami ikuti Aksi Kamisan sampai ke 537 kalinya, tapi pemerintah diam, kami harap Presiden buka mata dan hati terhadap harapan keluarga korban," tuturnya seperti dilansir kompas.
Dalam peringatan tersebut hadir pula keluarga korban dari etnis Tionghoa. Mereka turut menjadi korban kekerasan pada 13 Mei 1998 di daerah Senen dan Glodok, Jakarta Pusat.
Terbakarnya mal Yogya Plaza termasuk salah satu rentetan peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 13-15 Mei 1998. Laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menyebutkan bahwa peristiwa kerusuhan tersebut terjadi secara sistematis, massif dan meluas.
Artinya, peristiwa itu memenuhi syarat dugaan telah terjadi pelanggaran HAM berat. TGPF berkeyakinan, bahwa peristiwa tanggal 13-15 Mei 1998 tidak dapat dilepaskan dari konteks keadaan dan dinamika sosial-politik masyarakat sat itu.
Peristiwa-peristiwa sebelumnya, seperti Pemilu 1997, penculikan sejumlah aktivis, krisis ekonomi, Sidang Umum MPR-RI 1998, unjuk rasa mahasiswa yang terus-menerus, serta tewas tertembaknya mahasiswa Universitas Trisakti, semuanya berkaitan erat dengan peristiwa tanggal 13-15 Mei 1998.
Untuk peristiwa kebakaran Yogya Plaza Klender, TGPF menemukan fakta-fakta bahwa ada sekolompok provokator yang memancing massa untuk menjarah, mengunci pintu masuk, kemudian membakar gedung. Para provokator ini tidak ikut menjarah dan segera meninggalkan lokasi setelah gedung atau barang terbakar. *
1
Komentar