Pura di Tengah Tukad Disorot
Musibah kebakaran Pasar Badung, Jalan Gajah Mada Denpasar, Senin (29/2) petang, menjadi perhatian khusus Ida Pedanda Gede Putra Bajing, sulinggih dari Griya Tegal Jingga, Desa Sumerta Kaja, Denpasar Timur.
Ida Pedanda Teropong Musibah Pasar Badung
DENPASAR, NusaBali
Dalam peneropongannya, Ida Pedanda Putra Bajing sorot keberadaan pura di tengah Tukad Badung.
Ida Pedanda Putra Bajing menaruh perhatian atas musibah ini, karena sudah tiga kali Pasar Badung dilanda kebakaran, setelah 1975 dan 2000. "Pasar Badung sudah tiga kali kebakaran dan sekali kebanjiran. Musibah ini tidak ringan, harus mendapat perhatian banyak dan ditangani dengan serius. Permasalahan ini harus ditinjau dari intelektual, emosional, dan spiritual," ujar Ida Pedanda Putra Bajing saat ditemui NusaBali di kediamannya, Griya Tegal Jingga, yang berlokasi di Jalan Kecubung Nomor 32 Denpasar Timur, Kamis (3/3).
Dari sisi spiritual, kata Ida Pedanda Bajing, bahwasanya perlu mengetahui historis Pura Desa yang berada di seberang jalan Pasar Badung dengan Pasar Badung itu sendiri. Sebab, sepengetahuannya, Pasar Badung merupakan bagian dari Pura Desa tersebut.
"Barangkali ada semacam kaitannya dengan Pura Desa itu. Musibah terjadi beruntun dan mengapa hanya terjadi di Pasar Badung? Mungkin saja sisi spiritualnya banyak yang terlupakan, tidak terjangkau, dan teraba oleh pihak terkait," tandas Ida Pedanda Bajing.
Dia juga melihat beberapa perubahan letak pura di Pasar Badung. Dikatakan, terjadi perpindahan posisi Pura Melanting yang awalnya berlokasi di sekitar Pasar Badung, namun dipindah ke pojok timur laut Pasar Badung. Kemudian, Ida Pedanda juga melihat sebuah bangunan pura berupa padma di luar Pura Melanting Pasar Badung, tepatnya dekat perempatan traffic light Jalan Gajah Mada-Jalan Sulawesi Denpasar yang belum diketahui sumber sastranya. "Saya tidak tahu apakah pemindahan posisi pura sudah lewat proses yang bersumber dari sastra agama? Nah, di luar areal Pura Melanting, ada bangunan Padma," katanya.
Sedangkan yang sangat berperan besar terhadap segala situasi yang terjadi di Pasar Badung, kata Ida Pedanda Bajing, adalah keberadaan pura di tengah-tengah Tukad Badung. Lokasinya memang terletak di bawah jembatan yang menghubungkan Pasar Badung dan Pasar Kumbasari, tepat berada di tengah-tengah Tukad Badung. Sejatinya, pura tersebut sudah ada sejak dulu dan merupakan pura tetamian.
"Di bawah Jembatan Kumbasari, ada satu palinggih tetamian yang sudah ada sejak dulu. Menurut saya, segala sesuatunya timbul dari situ. Kekuatan juga banyak berasal dari situ. Inilah jika tidak diperhatikan, maka kekuatan itu akan semakin kuat dan semakin muncul ke atas," katanya.
"Dulu, saya pernah muput di sini (Pasar Badung dan Kumbasari). Dulu saya pernah bilang, jika palinggih di beten (bawah) tidak diperhatikan, maka akan ada peristiwa besar. Maka, saat saya muput, saya macaru dengan ayam 5 ekor. Setelah itu, saya tidak tahu sekarang bagaimana di sana," imbuhnya sembari menyebut pura yang kini jadi Pura Melanting Pasar Kumbasari, juga memiliki peran besar.
Menurut Ida Pedanda Bajing, kondisi pasar yang dibelah oleh Tukad Badung yang beberapa tahun silam pernah meluapkan air yang luar biasa besar, kembali menimbulkan pertanyaan. “Apakah pernah dilakukan upacara pakelem di sungai tersebut? Sebab pasar tersebut sudah mengalami toya baya (musibah dari air) dan gni baya (musibah dari api). Bahkan, musibah terakhir, mesti mengerahkan sekitar 54 mobil damkar. Ini sudah menjadi kejadian yang luar biasa.”
Berdasarkan Lontar Sundarigama Swamandala, kata Ida Pedanda Bajing, laut, tukad, hutan, gunung, dan kelebutan adalah wilayah keramat. Namun, sehari-harinya tempat ini dimanfaatkan, sehingga perlu menghaturkan pakelem agar hubungan tetap harmonis.
"Karena sudah mendapat gni baya dan toya baya, pertanyaan kembali, apakah Tukad Badung ini saat piodalan atau hari raya tertentu pernah diharurkan pakelem? Makna pakelem adalah angamed sarining merta meminta merta (mengambil merta) dan angical aken letehing gumi (menghilangkan kekotoran gumi). Nah ini perlu perhatian," jelasnya.
Ditambahkan, sejatinya jika dilihat musibah yang hanya terjadi di Pasar Badung, kejadiannya justru menjelang hari suci keagamaan, jelang piodalan di Pura Uluwatu (Badung). Musibah kebakaran sebelumnya juga terjadi jelang hari Raya Galungan. Ida Pedanda Bajing pun kembali mengingatkan historis bahwa Denpasar sebelumnya adalah bagian dari wilayah Badung.
"Kenapa justru Pasar Badung berturut-turut kena musibah dan terjadi menjelang hari suci keagamaan? Coba kita lihat namanya, ada Pasar Badung, Tukad Badung, Lapangan Puputan Badung, Pura Tambangan Badung. Semua tidak terlepas dari historis Denpasar sebagai bagian dari Badung. Sedangkan Badung nyungsung Pura Uluwatu, Pura Pucak Mangu, Pura Sakenan, Pura Petitenget. Nah, sebagai bagian dari Badung, secara historis apa yang harus dilakukan? Pernahkah memperhatikan ini?" tanyanya.
Melihat dari segala permasalahan yang terjadi, Ida Pedanda Bajing menyarankan perlu dicarikan jalan keluar. Menurut Sastra Bama Kertih, saat ini perlu dilakukan Pacaruan Rsi Gana di areal Pasar Badung, upacara Saha Guru Bendu Piduka, piuning-piuning, serta Pengentas Karang. Semua upacara ini dilakukan 42 hari setelah peristiwa musibah kebakaran Pasar Badung. 7 i
1
Komentar