Museum Neka Muliakan Keris Ki Rudaya Sakti
Langkah Pande Wayan Suteja Neka,79, untuk menyelamatkan aset budaya Bali, sekaligus menghormati jejak para Mpu Pande di Bali, tak pernah surut.
GIANYAR, NusaBali
Di usia makin sepuh pun, pemilik Museum Neka di Banjar Sanggingan, Ubud, ini makin getol memuliakan keris. Minggu (20/5), di Wantilan Museum Neka, Sanggingan, Ubud, Gianyar, Suteja Neka menerima pemuliaan keris Ki Rudaya Sakti dari pemiliknya, Pande Ketut Ruma,73, asal Lingkungan Jasri Klod, Kelurahan Subagan, Karangasem. Keris ini salah satu karya agung Mpu Pande Rudaya, leluhur (kompyang) Pande Ketut Ruma. Pande Rudaya adalah salah seorang pande pusaka-pusaka Kerajaan Karangasem abad 17-19. Ki Rudaya Sakti merupakan keris ke-5 dari karya Mpu Pande Rudaya, setelah Keris Baru Bengel, Sekar Lateng, Baru Upas, dan Ki Baju Rante, yang lebih dulu telah dimuliakan dengan dilestarikan di Museum Neka.
Prosesi pemuliaan itu dihadiri Pangelingsir Puri Gede Karangasem Anak Agung Bagus Ngurah Agung, Pangelingsir Puri Agung Peliatan Tjokorda Gde Putra Nindia, Pangelingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati, Ketua Maha Semaya Warga Pande Provinsi Bali Kompyang Wisastra Pande, pencinta keris asal Puri Saraswasti Gianyar AA Gde Waisnawa Putra, Ketua Listibya Gianyar/pemilik Museum Arma Ubud AA Rai, tokoh Pande Jasri Pande Ketut Loka, kurator/dosen pakerisan ISI Surakarta, Basuki Teguh Yuwono, dan puluhan undangan.
Pande Ketut Ruma mengatakan, keberadaan keris Ki Rudaya Sakti ini bermula dari adanya warga yang menawari untuk dibeli kepada dirinya, sekitar dua tahun lalu. Setelah ditelisik, keris ini punya kesamaan karakter dengan keris-keris lain karya leluhurnya, Mpu Pande Rudaya. ‘’Saya suka keris ini. Dan, keris ini sesuai kleteg (suara hati) saya,’’ jelasnya. Keris ini didapatkan hanya bagian wilah atau tanpa warangka (sarung) dan gagang. Lanjut, keris ini ditawarkan untuk dimuliakan kepada Suteja Neka. Selanjutnya, Suteja Neka meneliti dengan melibatkan pakar keris pakar keris dari ISI Surakarta, Basuki Teguh Yuwono. ‘’Saya suka keris dan nulis geguritan dalam lontar geguritan,’’ jelas peraih penghargaan seni Dharma Kusuma Tahun 2011 ini. Kata dia, Rudaya berasal dari ‘Ru’ berarti senjata dan ‘Udaya’ berarti puncak gunung.
Kary KUD.
Pangelingsir Puri Gede Karangasem AA Bagus Ngurah Agung menjelaskan, dalam era kerajaan profesi kepandean pasti ada pada setiap puri di Bali. Di Puri Gede Karangasem, misalnya, warga maswardarma pande ada di Bandem, Jasri, dan desa-desa lainnya. Di antaranya Mpu Pande Rudaya. Pihaknya menyampaikan terima kasih kepada Suteja Neka yang memuliakan keris karya Mpu Rudaya, salah seorang mpu keris Kerajaan Karangasem.
Pande Suteja Neka mengakui, pemuliaan keris seperti ini adalah bagian penting dari swadarmanya dalam melestarikan budaya Bali. ‘’Pemuliaan ini tentu untuk mewujudkan kedamaian di hati dan lingkungan kita,’’ jelasnya. Ki Rudaya Sakti kini menjadi salah satu keris bagian dari sekitar 500 keris koleksi Museum Neka, Ubud.*lsa
Di usia makin sepuh pun, pemilik Museum Neka di Banjar Sanggingan, Ubud, ini makin getol memuliakan keris. Minggu (20/5), di Wantilan Museum Neka, Sanggingan, Ubud, Gianyar, Suteja Neka menerima pemuliaan keris Ki Rudaya Sakti dari pemiliknya, Pande Ketut Ruma,73, asal Lingkungan Jasri Klod, Kelurahan Subagan, Karangasem. Keris ini salah satu karya agung Mpu Pande Rudaya, leluhur (kompyang) Pande Ketut Ruma. Pande Rudaya adalah salah seorang pande pusaka-pusaka Kerajaan Karangasem abad 17-19. Ki Rudaya Sakti merupakan keris ke-5 dari karya Mpu Pande Rudaya, setelah Keris Baru Bengel, Sekar Lateng, Baru Upas, dan Ki Baju Rante, yang lebih dulu telah dimuliakan dengan dilestarikan di Museum Neka.
Prosesi pemuliaan itu dihadiri Pangelingsir Puri Gede Karangasem Anak Agung Bagus Ngurah Agung, Pangelingsir Puri Agung Peliatan Tjokorda Gde Putra Nindia, Pangelingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati, Ketua Maha Semaya Warga Pande Provinsi Bali Kompyang Wisastra Pande, pencinta keris asal Puri Saraswasti Gianyar AA Gde Waisnawa Putra, Ketua Listibya Gianyar/pemilik Museum Arma Ubud AA Rai, tokoh Pande Jasri Pande Ketut Loka, kurator/dosen pakerisan ISI Surakarta, Basuki Teguh Yuwono, dan puluhan undangan.
Pande Ketut Ruma mengatakan, keberadaan keris Ki Rudaya Sakti ini bermula dari adanya warga yang menawari untuk dibeli kepada dirinya, sekitar dua tahun lalu. Setelah ditelisik, keris ini punya kesamaan karakter dengan keris-keris lain karya leluhurnya, Mpu Pande Rudaya. ‘’Saya suka keris ini. Dan, keris ini sesuai kleteg (suara hati) saya,’’ jelasnya. Keris ini didapatkan hanya bagian wilah atau tanpa warangka (sarung) dan gagang. Lanjut, keris ini ditawarkan untuk dimuliakan kepada Suteja Neka. Selanjutnya, Suteja Neka meneliti dengan melibatkan pakar keris pakar keris dari ISI Surakarta, Basuki Teguh Yuwono. ‘’Saya suka keris dan nulis geguritan dalam lontar geguritan,’’ jelas peraih penghargaan seni Dharma Kusuma Tahun 2011 ini. Kata dia, Rudaya berasal dari ‘Ru’ berarti senjata dan ‘Udaya’ berarti puncak gunung.
Kary KUD.
Pangelingsir Puri Gede Karangasem AA Bagus Ngurah Agung menjelaskan, dalam era kerajaan profesi kepandean pasti ada pada setiap puri di Bali. Di Puri Gede Karangasem, misalnya, warga maswardarma pande ada di Bandem, Jasri, dan desa-desa lainnya. Di antaranya Mpu Pande Rudaya. Pihaknya menyampaikan terima kasih kepada Suteja Neka yang memuliakan keris karya Mpu Rudaya, salah seorang mpu keris Kerajaan Karangasem.
Pande Suteja Neka mengakui, pemuliaan keris seperti ini adalah bagian penting dari swadarmanya dalam melestarikan budaya Bali. ‘’Pemuliaan ini tentu untuk mewujudkan kedamaian di hati dan lingkungan kita,’’ jelasnya. Ki Rudaya Sakti kini menjadi salah satu keris bagian dari sekitar 500 keris koleksi Museum Neka, Ubud.*lsa
1
Komentar