Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi Sempat Menjadi Raja Beratan
Setelah menjadi Raja Beratan, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi semedi di puncak Bukit Tapak yang berada di atas Kebun Raya Bedugul. Karena tak pernah kembali ke Desa Candikuning, dia kemudian dibuatkan makam di lokasinya semedi
Melihat Jejak Wali Pitu (Tujuh Wali) di Pulau Dewata Berikut Makam Keramat Mereka
TABANAN, NusaBali
Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi merupakan salah satu wali pitu di Bali yang berjasa memberikan ajaran-ajaran keagamaan Islam di kawasan pegunungan Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan dan sekitarnya. Sebelum wafat sekitar abad XV, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi sempat mendirikan Kerajaan Beratan. Tokoh asal Arab ini pula yang menjadi Raja Beratan dengan gelar Syeh Maulana Raden Hasan.
Setelah wafat, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi dimakamkan di areal perbukitan yang kini menjadi Hutan Lindung Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), di atas Kebun Raya Eka Karya Bedugul, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti. Para tetua di Desa Candikuning menyebut gunung keramat tempat Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi ini areal Bukit Tapak.
Untuk mencapai puncak Bukit Tapak di mana Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi berada, haruslan mendaki dengan melewati semak dan hutan belantara. Biasanya, peziarah melakukan perjalanan kurang lebih 3 jam dengan jalan kaki dari Kebun Raya Bedugul. Peziarah mesti mendaki sejauh 1.800 meter.
Juru Kunci (Kucen) Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi, Hani Faridin, mengatakan makam keramat di pucak Bukit Tapak ini baru ditemukan sekitar 50 tahun silam oleh warga yang mencari kayu bakar. Sejak ditemukan, banyak umat Islam yang berziarah. Bahkan, tak sedikit orang yang melakukan tirakat (semedi) di Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi. "Tapi, baru sejak beberapa tahun belakangan peziarah mulai ramai," ungkap Hani Faridin kepada NsaBali, beberapa hari lalu.
Hani Faridin menceritakan, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi adalah tokoh spiritual dengan kepribadian yang bijaksana, hingga banyak mempunyai anak didik. Sebelum mendirikan Kerajaan Beratan dan sekaligus menjadi rajanya, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi sempat tinggal menetap di Kerjaan Cibubur dan Kerajaan Madura.
Kerajaan Madura kemudian mengutus Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi pergi ke Bali Utara. Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi pun pilih tinggal di kawasan Desa Candikuning. Di kawasan pegunungan ini, dia mendirikan Kerajaan Beratan.
Konon, sebelum kedatangan Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi dan berdirinya Kerajaan Beratan, di Desa Candikuning banyak dihuni manusia berbadan besar yang berkepala anjing. Manusia berkepala anjing tersebut memakan siapa pun yang lewat, sehingga tidak ada orang berani tinggal di Desa Candikunig.
Nah, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi berhasil menaklukkan gerombolan manusia berkepala anjing tersebut. Kehidupan di Desa Candikuning pun menjadi tenteram dan damai. Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi kemudiuan mendirikan Kerajaan Beratan. Tak heran jika danau yang ada di kawasan ini juga bernama Danau Beratan.
Setelah menjadi Raja Beratan, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi bergelar Syeh Maulana Raden Hasan. Awalnya, Kerajaan Beratan amat tenteram. Tapi, lama kelamaan ketentraman itu berubah jadi gonjang-ganjing, karena terjadi masalah perpolitikan. Raja Syeh Maulana Raden Hasan difitnah habis-habisan.
Karena Kerajaan Beratan gonjang ganjing, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi pun minta petunjuk ke Kerajaan Madura, yang dulu mengutusnya hijrah ke Bali Utara.
Oleh Kerajaan Madura, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi diberi petunjuk untuk semedi di puncak Bukit Tapak. "Karena beliau (Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi, Red) adalah raja yang bijaksana, maka selama ada tiga orang muridnya yang setia mengikuti selama semedi di puncak Bukit Tapak," cerita Hani Faridin.
Selama ditinggal Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi atau Raja Syeh Maulana Raden Hasan semedi di puncak Bukit Tapak, Kerajaan Beratan kembali gonjang-ganjing. Makhluk raksasa berupa manusia berkepala anjing muncul lagi dan mengancam penduduk. Mereka memakan seluruh penduduk yang ada di Desa Candikuning hingga hanya tinggal tulang belulang.
Di sisi lain, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi sebagai Raja Beratan bergelar Syeh Maulana Raden Hasan ternyata tidak pernah kembali ke Desa Candikuning. “Bersama tiga murid yang dengan setia mengikutinya, beliau menghilang di puncak Bukit Tapak. Beliau sebetulnya sulup (bisa pergi kemana-mana). Makanya, orang menyebutnya telah wafat," papar Hani Faridin.
Salah satu wali putu di Bali ini kemudian dibuatkan makam di puncak Bukit Tapak. Menurut Hani Faridin, areal Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi luasnya mencapai 5 are. Makam keramat ini menjadi tanggung jawab pihak adat Banjar Candikuning II, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti. Di areal Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi juga ada beberapa unit bangunan, seperti tempat wudhu, mushola, tempat istirahat, dan dapur.
Hani Faridin sendiri sudah selama 10 tahun terakhit menjadi Kuncen Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi. Dia mengakui makam ini sangat keramat. Saat dalam perjalanan menuju makam keramat yang melewati semak dan hutan belantara, kondisi tubuh dan pikiran harus tanpa beban, pantang berkata tidak senonoh dan sebagainya.
Jika berkata tidak baik, apa yang diucapkan bisa terjadi seketika. "Ini pengalaman saya. Misalnya bilang capek di perjalanan atau ada ular besar dan sebagainya, maka itu seketika terjadi,” katanya.
Pengalaman mistis lainnya juga pernah dialami Hani Faridin ketika mengantarkan ratusan siswa untuk ziarah ke Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi, beberapa tahun silam. Kala itu, 5 siswa tiba-tiba jatuh pingsan begitu tiba di makam yang berada di puncak bukit. Diduga kuat, 5 siws tersebut melanggar pantangan. "Saat itu, saya berdoa meminta maaf, hingga akhirnya 4 siswa kontar sadarkan diri. Sayang, satu siswa lainnya tetap pingsan dan baru siuman setelah sampai di rumahnya di Denpasar,” kenang Hani Faridin.
Menurut Hani Faridin, umat Islam biasanya ramai berziarah ke Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi di puncak Bukit Tapak pada hari Sabtu dan Minggu, serta saat Hari Raya Idul Fitri. Selain berziarah, banyak juga yang melakukan meditasi (bertapa) di Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi. “Bahkan, kalau belum mendapatkan petunjuk gaib, ada yang sampai meditasi selama 41 hari. Tapi, kebanyakan mereka meditasi selama semalam,” jelas Hani Faridin. *d
TABANAN, NusaBali
Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi merupakan salah satu wali pitu di Bali yang berjasa memberikan ajaran-ajaran keagamaan Islam di kawasan pegunungan Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan dan sekitarnya. Sebelum wafat sekitar abad XV, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi sempat mendirikan Kerajaan Beratan. Tokoh asal Arab ini pula yang menjadi Raja Beratan dengan gelar Syeh Maulana Raden Hasan.
Setelah wafat, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi dimakamkan di areal perbukitan yang kini menjadi Hutan Lindung Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), di atas Kebun Raya Eka Karya Bedugul, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti. Para tetua di Desa Candikuning menyebut gunung keramat tempat Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi ini areal Bukit Tapak.
Untuk mencapai puncak Bukit Tapak di mana Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi berada, haruslan mendaki dengan melewati semak dan hutan belantara. Biasanya, peziarah melakukan perjalanan kurang lebih 3 jam dengan jalan kaki dari Kebun Raya Bedugul. Peziarah mesti mendaki sejauh 1.800 meter.
Juru Kunci (Kucen) Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi, Hani Faridin, mengatakan makam keramat di pucak Bukit Tapak ini baru ditemukan sekitar 50 tahun silam oleh warga yang mencari kayu bakar. Sejak ditemukan, banyak umat Islam yang berziarah. Bahkan, tak sedikit orang yang melakukan tirakat (semedi) di Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi. "Tapi, baru sejak beberapa tahun belakangan peziarah mulai ramai," ungkap Hani Faridin kepada NsaBali, beberapa hari lalu.
Hani Faridin menceritakan, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi adalah tokoh spiritual dengan kepribadian yang bijaksana, hingga banyak mempunyai anak didik. Sebelum mendirikan Kerajaan Beratan dan sekaligus menjadi rajanya, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi sempat tinggal menetap di Kerjaan Cibubur dan Kerajaan Madura.
Kerajaan Madura kemudian mengutus Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi pergi ke Bali Utara. Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi pun pilih tinggal di kawasan Desa Candikuning. Di kawasan pegunungan ini, dia mendirikan Kerajaan Beratan.
Konon, sebelum kedatangan Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi dan berdirinya Kerajaan Beratan, di Desa Candikuning banyak dihuni manusia berbadan besar yang berkepala anjing. Manusia berkepala anjing tersebut memakan siapa pun yang lewat, sehingga tidak ada orang berani tinggal di Desa Candikunig.
Nah, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi berhasil menaklukkan gerombolan manusia berkepala anjing tersebut. Kehidupan di Desa Candikuning pun menjadi tenteram dan damai. Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi kemudiuan mendirikan Kerajaan Beratan. Tak heran jika danau yang ada di kawasan ini juga bernama Danau Beratan.
Setelah menjadi Raja Beratan, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi bergelar Syeh Maulana Raden Hasan. Awalnya, Kerajaan Beratan amat tenteram. Tapi, lama kelamaan ketentraman itu berubah jadi gonjang-ganjing, karena terjadi masalah perpolitikan. Raja Syeh Maulana Raden Hasan difitnah habis-habisan.
Karena Kerajaan Beratan gonjang ganjing, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi pun minta petunjuk ke Kerajaan Madura, yang dulu mengutusnya hijrah ke Bali Utara.
Oleh Kerajaan Madura, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi diberi petunjuk untuk semedi di puncak Bukit Tapak. "Karena beliau (Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi, Red) adalah raja yang bijaksana, maka selama ada tiga orang muridnya yang setia mengikuti selama semedi di puncak Bukit Tapak," cerita Hani Faridin.
Selama ditinggal Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi atau Raja Syeh Maulana Raden Hasan semedi di puncak Bukit Tapak, Kerajaan Beratan kembali gonjang-ganjing. Makhluk raksasa berupa manusia berkepala anjing muncul lagi dan mengancam penduduk. Mereka memakan seluruh penduduk yang ada di Desa Candikuning hingga hanya tinggal tulang belulang.
Di sisi lain, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi sebagai Raja Beratan bergelar Syeh Maulana Raden Hasan ternyata tidak pernah kembali ke Desa Candikuning. “Bersama tiga murid yang dengan setia mengikutinya, beliau menghilang di puncak Bukit Tapak. Beliau sebetulnya sulup (bisa pergi kemana-mana). Makanya, orang menyebutnya telah wafat," papar Hani Faridin.
Salah satu wali putu di Bali ini kemudian dibuatkan makam di puncak Bukit Tapak. Menurut Hani Faridin, areal Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi luasnya mencapai 5 are. Makam keramat ini menjadi tanggung jawab pihak adat Banjar Candikuning II, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti. Di areal Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi juga ada beberapa unit bangunan, seperti tempat wudhu, mushola, tempat istirahat, dan dapur.
Hani Faridin sendiri sudah selama 10 tahun terakhit menjadi Kuncen Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi. Dia mengakui makam ini sangat keramat. Saat dalam perjalanan menuju makam keramat yang melewati semak dan hutan belantara, kondisi tubuh dan pikiran harus tanpa beban, pantang berkata tidak senonoh dan sebagainya.
Jika berkata tidak baik, apa yang diucapkan bisa terjadi seketika. "Ini pengalaman saya. Misalnya bilang capek di perjalanan atau ada ular besar dan sebagainya, maka itu seketika terjadi,” katanya.
Pengalaman mistis lainnya juga pernah dialami Hani Faridin ketika mengantarkan ratusan siswa untuk ziarah ke Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi, beberapa tahun silam. Kala itu, 5 siswa tiba-tiba jatuh pingsan begitu tiba di makam yang berada di puncak bukit. Diduga kuat, 5 siws tersebut melanggar pantangan. "Saat itu, saya berdoa meminta maaf, hingga akhirnya 4 siswa kontar sadarkan diri. Sayang, satu siswa lainnya tetap pingsan dan baru siuman setelah sampai di rumahnya di Denpasar,” kenang Hani Faridin.
Menurut Hani Faridin, umat Islam biasanya ramai berziarah ke Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi di puncak Bukit Tapak pada hari Sabtu dan Minggu, serta saat Hari Raya Idul Fitri. Selain berziarah, banyak juga yang melakukan meditasi (bertapa) di Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi. “Bahkan, kalau belum mendapatkan petunjuk gaib, ada yang sampai meditasi selama 41 hari. Tapi, kebanyakan mereka meditasi selama semalam,” jelas Hani Faridin. *d
1
Komentar