Alot, Revisi Perda PBB Alot
Pembahasan revisi Perda Nomor 5 Tahun 2013, tentang Pajak Bumi dan Bangunan, Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), terpaksa ditunda. Penundaan itu akibat beda persepsi dalam penyesuian tarif nilai jual objek pajak (NJOP).
SINGARAJA, NusaBali
Pansus menilai, penyesuaian itu justru memberatkan masyarakat, karena tarif pajak PBB yang dibayarkan akan naik. Sedangkan eksekutif berpandangan, justru penyesuaian itu akan menurukan tarif pajak PBB.
Hal itu terungkap saat Pansus II DPRD Buleleng, melakukan rapat gabungan dengan eksekutif, Senin (21/5), di ruang gabungan komisi, Gedung DPRD Buleleng, Jalan Veteran Singaraja. Ketua Pansus II DPRD Buleleng, Haji Mulyadi Putra mengatakan, pihaknya perlu melakukan kajian lebih jauh terkait revisi tersebut. Terlebih revisi perda itu berkaitan dengan pajak yang dibebankan pada masyarakat.
Dari hasil hitung-hitungan dewan, revisi Perda itu akan berdampak pada kenaikan tarif PBB di masyarakat. Meski pemerintah mengklaim tak ada peningkatan tarif, dewan justru menyebut ada kenaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan tarif saat ini. “Kami sudah buat simulasi. Kalau dilihat dari persentase, sebenarnya tidak. Tapi setelah disimulasikan, ternyata naik. Ini pasti akan membebani masyarakat. Bayar yang sekarang saja berat, apalagi kalau ada kenaikan,” kata Mulyadi.
Sementara itu Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Buleleng, Bimantara mengaku tak mempermasalahkan jika dewan memilih menunda revisi Perda. Dengan penundaan itu, Bimantara berharap pembahasan bisa lebih komprehensif lagi. Selain itu dewan juga bisa melihat kondisi riil di lapangan.
Menurut Bimantara, dalam revisi perda, pihaknya justru menurunkan persentase. Pajak bumi dan bangunan yang tadinya 0,1 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), kini diturunkan. Masing-masing menjadi 0,003 persen untuk tanah dengan NJOP sampai dengan Rp 1 miliar; 0,008 persen untuk tanah dengan NJOP Rp 1-5 miliar; serta 0,15 persen untuk tanah dengan NJOP di atas Rp 5 miliar.
“Kami mengajukan revisi Perda ini sebenarnya biar NJOP itu sesuai dengan kondisi riil. Di beberapa wilayah itu banyak kami temukan yang tidak riil. Contohnya kami temukan ada tanah yang NJOP-nya Rp 140 per meter persegi. Zaman sekarang nggak ada tanah dengan NJOP segitu. Makanya kami perlu sesuaikan,” kata Bimantara. *k19
Pansus menilai, penyesuaian itu justru memberatkan masyarakat, karena tarif pajak PBB yang dibayarkan akan naik. Sedangkan eksekutif berpandangan, justru penyesuaian itu akan menurukan tarif pajak PBB.
Hal itu terungkap saat Pansus II DPRD Buleleng, melakukan rapat gabungan dengan eksekutif, Senin (21/5), di ruang gabungan komisi, Gedung DPRD Buleleng, Jalan Veteran Singaraja. Ketua Pansus II DPRD Buleleng, Haji Mulyadi Putra mengatakan, pihaknya perlu melakukan kajian lebih jauh terkait revisi tersebut. Terlebih revisi perda itu berkaitan dengan pajak yang dibebankan pada masyarakat.
Dari hasil hitung-hitungan dewan, revisi Perda itu akan berdampak pada kenaikan tarif PBB di masyarakat. Meski pemerintah mengklaim tak ada peningkatan tarif, dewan justru menyebut ada kenaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan tarif saat ini. “Kami sudah buat simulasi. Kalau dilihat dari persentase, sebenarnya tidak. Tapi setelah disimulasikan, ternyata naik. Ini pasti akan membebani masyarakat. Bayar yang sekarang saja berat, apalagi kalau ada kenaikan,” kata Mulyadi.
Sementara itu Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Buleleng, Bimantara mengaku tak mempermasalahkan jika dewan memilih menunda revisi Perda. Dengan penundaan itu, Bimantara berharap pembahasan bisa lebih komprehensif lagi. Selain itu dewan juga bisa melihat kondisi riil di lapangan.
Menurut Bimantara, dalam revisi perda, pihaknya justru menurunkan persentase. Pajak bumi dan bangunan yang tadinya 0,1 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), kini diturunkan. Masing-masing menjadi 0,003 persen untuk tanah dengan NJOP sampai dengan Rp 1 miliar; 0,008 persen untuk tanah dengan NJOP Rp 1-5 miliar; serta 0,15 persen untuk tanah dengan NJOP di atas Rp 5 miliar.
“Kami mengajukan revisi Perda ini sebenarnya biar NJOP itu sesuai dengan kondisi riil. Di beberapa wilayah itu banyak kami temukan yang tidak riil. Contohnya kami temukan ada tanah yang NJOP-nya Rp 140 per meter persegi. Zaman sekarang nggak ada tanah dengan NJOP segitu. Makanya kami perlu sesuaikan,” kata Bimantara. *k19
Komentar