Gubernur Klarifikasi ke Bawaslu
Bawaslu Bali minta Gubernur hati-hati berikan komentar terkait Pilkada dan kritisi visi misi pasangan calon
Terkait Bantuan Desa Pakraman, Bawaslu Cek Visi Misi Mantra-Kerta
DENPASAR, NusaBali
Gubernur Made Mangku Pastika penuhi janjinya untuk datangi Kantor Bawaslu Bali di Jalan Tjokorda Agung Tresna Denpasar, Kamis (24/5) pagi pukul 09.30 Wita. Gubernur datang untuk klarifikasi terkait komentarnya soal bantuan desa pakraman Rp 500 juta yang jadi janji kampanye Cagub-Cawagub IB Rai Mantra-Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta).
Gubernur Pastika diterima langsung Ketua Bawaslu Bali I Ketut Rudia didampingi anggotanya, I Wayan Widiyardana Putra. Dalam pertemuan di Kantor Bawaslu Bali, Kamis kemarin, Pastikayang didampingi Karo Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra men jelaskan panjang lebar masalah komentarnya terkait bantuan desa pakraman dari Mantra-Kerta, yang akhirnya bergulir hingga ke DPRD Bali.
“Saya komentar itu menjawab pertanyaan wartawan yang saya anggap mewakili masyarakat. Itu door stop di DPRD Bali. Saya bilang bagus dana bantuan itu. Cuma, postur APBD itu ada undang-undang yang mengaturnya. Dengan beberapa prosentase, ada aturannya itu,” jelas Pastika.
“Saya bilang prosentase, bukan nominal. Transfer ke daerah kabupaten/kota wajib 30 persen dari APBD, anggaran pendidikan 30 persen karena SMA/SMK sekarang jadi tanggung jawab provinsi, infrastruktur 10 persen, kesehatan 10 persen, dan untuk gaji pegawai 20 persen,” lanjut Pastika.
Pastika kemudian membeberkan bagaimana dia bisa menaikkan secara bertahap bantuan desa pakraman dari semula hanya Rp 50 juta di tahun 2008 hingga menjadi Rp 225 juta setahun seperti sekarang. Pastika menyebutkan, ketika pertama jadi Gubernur tahun 2008, APBD Bali hanya Rp 1,4 triliun di mana desa pakraman diberikan bantuan masing-masing Rp 50 juta setahun.
“Sekarang APBD Bali Rp 6,5 triliun, bantuan desa pakraman Rp 225 juta setahun. Dari mana ngongkosi dana desa pakraman? Ya, karena saya berhitung, saya menyisir anggaran. Dana giro Rp 500 miliar yang dulu disuruh bagi-bagi ke kabupaten/kota, saya depositokan. Itu bunganya tiap tahun kurang lebih Rp 60 miliar. Perjalanan dinas pejabat juga saya pangkas. Kalau ada yang harus berangkat 5 orang, cukup 2 orang saja. Itulah saya sisir sehingga bisa berikan Rp 225 juta,” papar mantan Kapolda Bali ini.
Kalau sekarang ada bantuan masing-masing Rp 500 juta kepada 1.493 desa pakraman, juga bantuan Rp 55 juta untuk tiap subak, menurut Pastika, APBD Bali yang harus disediakan minimal Rp 10 triliun. Sedangkan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor sekarang sudah tidak bisa memenuhi target. “Kita sampai datangi ke rumah-rumah itu cari pembayaran pajak. Sementara aset tanah kita nggak ada yang sewak,” jelas Pastika yang notabene mantan Asisten Perencanaan Kapolri.
Menurut Pastika, dirinya menyampaikan prosentase penggunaan APBD itu sebagai bagian tugas selaku Gubernur, supaya rakyat bisa paham apa yang benar dan tidak benar. Pastika juga khawatir rakyat tidak tahu dan langsung berasumsi bahwa pemerintahan yang sekarang tidak becus, karena tak bisa kasi desa pakraman Rp 500 juta. “Lebih celaka lagi, kalau bunyinya pemerintah tidak memperhatikan desa pakraman. Kenapa yang ini bisa menjanjikan Rp 500 juta, sedangkan Pak Gubernur hanya 225 juta?" sergahnya.
Pastika menegaskan, dirinya tidak melakukan kampanye hitam. “Saya klarifikasi ini sekarang kepada Bawaslu Bali. Harusnya saya dipanggil dulu. Saya kritik ini. Jangan langsung disimpulkan. Jangan baru terima laporan, baca koran menyimpulkan. Maka saya klarifikasi, karena konotasinya saya salah. Mungkin maksud Bawaslu baik, ada peringatan dini lagi. Kenapa saya harus diperingatkan?” katanya terkait surat Bawaslu Bali.
Sementara, Ketua Bawaslu Bali Ketut Rudia mengatakan pihaknya tidak menyalahkan Gubernur Pastika komentari dana Rp 500 juta untuk setiap desa pakraman. “Surat Bawaslu Bali ke Pak Gubernur adalah dalam rangka penggunaan instrumen cegah dini. Surat Bawaslu kepada Pak Gubernur karena adanya surat Tim Kuasa Hukum Mantra-Kerta terkait dengan pemberitaan di media. Belum sampai kepada laporan, karena laporan itu kan harus teregistrasi dan ada unsur pelanggaran. Makanya kami kirimkan surat cegah dini,” dalih Rudia dalam pertemuan kemarin.
Rudia memaparkan, kritikan Gubernur sebagai pejabat daerah terhadap visi misi Mantra-Kerta, dinilai kuasa hukum pasangan calon merugikan jago mereka. “Mungkin ini kegalauan Tim Mantra-Kerta yang merasa paslonnya dirugikan,” tandas Rudia.
Mendapat jawaban Rudia seperti itu, Pastika balik bertanya kepada Bawaslu, apakah boleh komentar? “Sekarang bagaimana, boleh nggak saya komentar? Saya minta nasihat ini, mana yang boleh, mana tidak boleh. Wartawan kan mewakili rakyat ini, apakah tidak boleh wartawan bertanya kepada saya? Kalau tidak, ya saya akan diam saja. Jangan nanti wartawan menulis, saya bungkam. Karena saya transparan, pertanggungjawaban saya kepada rakyat,” ujar Pastika.
Rudia pun meminta Gubernur Pastika hati-hati memberikan komentar terkait Pilkada dan mengkritisi visi misi pasangan calon. “Kami mengingatkan walaupun Bapak Gubernur cuti, jabatan itu melekat. Supaya pandangan publik tidak lain persepsinya. Apalagi, ada media sosial,” pinta Rudia yang akhirnya bisa diterima Pastika.
Tepat pukul 10.22 Wita, Pastika meninggalkan ruang pertemuan di Kantor Bawaslu Bali. Ketika wartawan hendak bertanya masalah Pilkada, Pastika sempat berkelakar, “Ah, kamu tanya lagi?”
Sementara itu, sesai menerima Pastika, Rudia menyatakan tidak ada memanggil Gubernur. Namun, dia kembali mengingatkan pejabat daerah supaya berhati-hati memberikan komentar atas visi misi kandidat. Rudia mengapresiasi kedatangan Pastika ke Bawaslu Bali, yang dianggapnya sebagai sikap negarawan. “Kalau Ketua DPRD Bali juga nanti hadir, ya bagus. Kami dalam hal ini meminta berhati-hati kepada Pak Gubernur dan Ketua Dewan ketika komentari visi misi calon,” tegas Rudia.
Ketika ditanya apakah program bantuan desa pakraman Rp 500 juta ada dalam visi misi Mantra-Kerta, Rudia mengaku tidak tahu. “Saya tidak tahu, nanti dicek saja itu. Kalau janji kampanye yang disampaikan itu bukan bagian visi misi, ya rakyat akan menilai, salah itu. Nanti dicek,” kata Rudia.
Berdasarkan informasi diperoleh NusaBali, dalam visi misi Mantra-Kerta (Cagub-Cawagub Bali nomor urut 2 yang diusung Golkar-Demokrat-Gerindra-NasDem-PKS-PBB) tidak ada menyebutkan bantuan dana Rp 500 juta kepada desa pakraman. Ketika dikonfirmasi masalah ini, Ketua KPU Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi tidak mau dikomentari. “Kalau masalah bantuan dana Rp 500 juta untuk desa pakraman, itu sudah ranah Bawaslu Bali,” elak Raka Sandi, Kamis kemarin.
Namun demikian, menurut Raka Sandi, ada atau tidak bantuan desa pakraman Rp 500 juta dalam visi misi Mantra-Kerta, masalah ini akan dijadikan bahan masukan oleh KPU Bali. Harapannya, ke depan visi misi calon diatur dengan regulasi yang lebih kuat.
“Ini akan menjadi masukan dan pelajaran bagi kita, supaya visi misi pasangan calon itu diatur dengan regulasi yang tegas. Apa yang ada dalam visi misi itu, ya itu yang disampaikan ke publik. Jadi, bukan pengembangan-pengembangan lagi di lapangan ketika kampanye calon,” ujar Raka Sandi. *nat
DENPASAR, NusaBali
Gubernur Made Mangku Pastika penuhi janjinya untuk datangi Kantor Bawaslu Bali di Jalan Tjokorda Agung Tresna Denpasar, Kamis (24/5) pagi pukul 09.30 Wita. Gubernur datang untuk klarifikasi terkait komentarnya soal bantuan desa pakraman Rp 500 juta yang jadi janji kampanye Cagub-Cawagub IB Rai Mantra-Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta).
Gubernur Pastika diterima langsung Ketua Bawaslu Bali I Ketut Rudia didampingi anggotanya, I Wayan Widiyardana Putra. Dalam pertemuan di Kantor Bawaslu Bali, Kamis kemarin, Pastikayang didampingi Karo Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra men jelaskan panjang lebar masalah komentarnya terkait bantuan desa pakraman dari Mantra-Kerta, yang akhirnya bergulir hingga ke DPRD Bali.
“Saya komentar itu menjawab pertanyaan wartawan yang saya anggap mewakili masyarakat. Itu door stop di DPRD Bali. Saya bilang bagus dana bantuan itu. Cuma, postur APBD itu ada undang-undang yang mengaturnya. Dengan beberapa prosentase, ada aturannya itu,” jelas Pastika.
“Saya bilang prosentase, bukan nominal. Transfer ke daerah kabupaten/kota wajib 30 persen dari APBD, anggaran pendidikan 30 persen karena SMA/SMK sekarang jadi tanggung jawab provinsi, infrastruktur 10 persen, kesehatan 10 persen, dan untuk gaji pegawai 20 persen,” lanjut Pastika.
Pastika kemudian membeberkan bagaimana dia bisa menaikkan secara bertahap bantuan desa pakraman dari semula hanya Rp 50 juta di tahun 2008 hingga menjadi Rp 225 juta setahun seperti sekarang. Pastika menyebutkan, ketika pertama jadi Gubernur tahun 2008, APBD Bali hanya Rp 1,4 triliun di mana desa pakraman diberikan bantuan masing-masing Rp 50 juta setahun.
“Sekarang APBD Bali Rp 6,5 triliun, bantuan desa pakraman Rp 225 juta setahun. Dari mana ngongkosi dana desa pakraman? Ya, karena saya berhitung, saya menyisir anggaran. Dana giro Rp 500 miliar yang dulu disuruh bagi-bagi ke kabupaten/kota, saya depositokan. Itu bunganya tiap tahun kurang lebih Rp 60 miliar. Perjalanan dinas pejabat juga saya pangkas. Kalau ada yang harus berangkat 5 orang, cukup 2 orang saja. Itulah saya sisir sehingga bisa berikan Rp 225 juta,” papar mantan Kapolda Bali ini.
Kalau sekarang ada bantuan masing-masing Rp 500 juta kepada 1.493 desa pakraman, juga bantuan Rp 55 juta untuk tiap subak, menurut Pastika, APBD Bali yang harus disediakan minimal Rp 10 triliun. Sedangkan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor sekarang sudah tidak bisa memenuhi target. “Kita sampai datangi ke rumah-rumah itu cari pembayaran pajak. Sementara aset tanah kita nggak ada yang sewak,” jelas Pastika yang notabene mantan Asisten Perencanaan Kapolri.
Menurut Pastika, dirinya menyampaikan prosentase penggunaan APBD itu sebagai bagian tugas selaku Gubernur, supaya rakyat bisa paham apa yang benar dan tidak benar. Pastika juga khawatir rakyat tidak tahu dan langsung berasumsi bahwa pemerintahan yang sekarang tidak becus, karena tak bisa kasi desa pakraman Rp 500 juta. “Lebih celaka lagi, kalau bunyinya pemerintah tidak memperhatikan desa pakraman. Kenapa yang ini bisa menjanjikan Rp 500 juta, sedangkan Pak Gubernur hanya 225 juta?" sergahnya.
Pastika menegaskan, dirinya tidak melakukan kampanye hitam. “Saya klarifikasi ini sekarang kepada Bawaslu Bali. Harusnya saya dipanggil dulu. Saya kritik ini. Jangan langsung disimpulkan. Jangan baru terima laporan, baca koran menyimpulkan. Maka saya klarifikasi, karena konotasinya saya salah. Mungkin maksud Bawaslu baik, ada peringatan dini lagi. Kenapa saya harus diperingatkan?” katanya terkait surat Bawaslu Bali.
Sementara, Ketua Bawaslu Bali Ketut Rudia mengatakan pihaknya tidak menyalahkan Gubernur Pastika komentari dana Rp 500 juta untuk setiap desa pakraman. “Surat Bawaslu Bali ke Pak Gubernur adalah dalam rangka penggunaan instrumen cegah dini. Surat Bawaslu kepada Pak Gubernur karena adanya surat Tim Kuasa Hukum Mantra-Kerta terkait dengan pemberitaan di media. Belum sampai kepada laporan, karena laporan itu kan harus teregistrasi dan ada unsur pelanggaran. Makanya kami kirimkan surat cegah dini,” dalih Rudia dalam pertemuan kemarin.
Rudia memaparkan, kritikan Gubernur sebagai pejabat daerah terhadap visi misi Mantra-Kerta, dinilai kuasa hukum pasangan calon merugikan jago mereka. “Mungkin ini kegalauan Tim Mantra-Kerta yang merasa paslonnya dirugikan,” tandas Rudia.
Mendapat jawaban Rudia seperti itu, Pastika balik bertanya kepada Bawaslu, apakah boleh komentar? “Sekarang bagaimana, boleh nggak saya komentar? Saya minta nasihat ini, mana yang boleh, mana tidak boleh. Wartawan kan mewakili rakyat ini, apakah tidak boleh wartawan bertanya kepada saya? Kalau tidak, ya saya akan diam saja. Jangan nanti wartawan menulis, saya bungkam. Karena saya transparan, pertanggungjawaban saya kepada rakyat,” ujar Pastika.
Rudia pun meminta Gubernur Pastika hati-hati memberikan komentar terkait Pilkada dan mengkritisi visi misi pasangan calon. “Kami mengingatkan walaupun Bapak Gubernur cuti, jabatan itu melekat. Supaya pandangan publik tidak lain persepsinya. Apalagi, ada media sosial,” pinta Rudia yang akhirnya bisa diterima Pastika.
Tepat pukul 10.22 Wita, Pastika meninggalkan ruang pertemuan di Kantor Bawaslu Bali. Ketika wartawan hendak bertanya masalah Pilkada, Pastika sempat berkelakar, “Ah, kamu tanya lagi?”
Sementara itu, sesai menerima Pastika, Rudia menyatakan tidak ada memanggil Gubernur. Namun, dia kembali mengingatkan pejabat daerah supaya berhati-hati memberikan komentar atas visi misi kandidat. Rudia mengapresiasi kedatangan Pastika ke Bawaslu Bali, yang dianggapnya sebagai sikap negarawan. “Kalau Ketua DPRD Bali juga nanti hadir, ya bagus. Kami dalam hal ini meminta berhati-hati kepada Pak Gubernur dan Ketua Dewan ketika komentari visi misi calon,” tegas Rudia.
Ketika ditanya apakah program bantuan desa pakraman Rp 500 juta ada dalam visi misi Mantra-Kerta, Rudia mengaku tidak tahu. “Saya tidak tahu, nanti dicek saja itu. Kalau janji kampanye yang disampaikan itu bukan bagian visi misi, ya rakyat akan menilai, salah itu. Nanti dicek,” kata Rudia.
Berdasarkan informasi diperoleh NusaBali, dalam visi misi Mantra-Kerta (Cagub-Cawagub Bali nomor urut 2 yang diusung Golkar-Demokrat-Gerindra-NasDem-PKS-PBB) tidak ada menyebutkan bantuan dana Rp 500 juta kepada desa pakraman. Ketika dikonfirmasi masalah ini, Ketua KPU Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi tidak mau dikomentari. “Kalau masalah bantuan dana Rp 500 juta untuk desa pakraman, itu sudah ranah Bawaslu Bali,” elak Raka Sandi, Kamis kemarin.
Namun demikian, menurut Raka Sandi, ada atau tidak bantuan desa pakraman Rp 500 juta dalam visi misi Mantra-Kerta, masalah ini akan dijadikan bahan masukan oleh KPU Bali. Harapannya, ke depan visi misi calon diatur dengan regulasi yang lebih kuat.
“Ini akan menjadi masukan dan pelajaran bagi kita, supaya visi misi pasangan calon itu diatur dengan regulasi yang tegas. Apa yang ada dalam visi misi itu, ya itu yang disampaikan ke publik. Jadi, bukan pengembangan-pengembangan lagi di lapangan ketika kampanye calon,” ujar Raka Sandi. *nat
Komentar