KPK Beri Dukungan ke KPU
KPU akan melakukan sosialisasi terkait aturan mantan napi korupsi dilarang nyaleg bersama partai politik peserta pemilu hingga KPK.
Soal Larang Mantan Napi Korupsi Ikut Pileg 2019
JAKARTA, NusaBali
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo menegaskan dukungannya terhadap larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019. Meski, Komisi II DPR, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebelumnya menolak langkah KPU yang melarang eks napi kasus korupsi menjadi calon legislative (Caleg).
"Oh sangat setuju. Kalau itu sangat setuju. Apa enggak ada orang lain yang lebih kompeten sih. Apa enggak ada orang lain yang integritasnya lebih bagus," kata Agus di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (25/5). Sebab, kata Agus, orang yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi tidak layak untuk menduduki jabatan sebagai wakil rakyat atau jabatan publik lainnya.
"Di dalam perjalanan yang bersangkutan kan sudah tidak lulus. Saya setuju itu (mantan napi kasus korupsi dilarang)," kata Agus. KPK pun, kata Agus, akan membantu KPU mengimbau partai politik agar tidak mencalonkan mantan napi kasus korupsi pada Pileg mendatang.
"Bisa ketemuan dengan KPU atau biasa kan kita mengirim surat juga biasa. Salah satu tugas KPK kan salah satunya monitoring kebijakan pemerintah. Jadi kalau ada kebijakan yang berjalan kurang baik, kita bisa memberikan saran perbaikannya," kata dia dilansir kompas.com.
Sementara KPU akan melakukan sosialisasi terkait aturan mantan narapidana korupsi dilarang nyaleg. Nantinya sosialisasi ini akan dilakukan bersama partai politik peserta pemilu hingga KPK.
"Kita mungkin akan adakan suatu forum yang mengundang semua partai-partai di mana KPU, KPK, dan Bawaslu hadir di sana, mungkin termasuk Komisi II DPR RI," ujar Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi di Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat kemarin. Partai politik akan diberi sosialisasi terkait dengan aturan tersebut. Diharapkan, setiap partai politik dapat menyadari efek pencalonan mantan narapidana korupsi.
"Nanti kita sampaikan bahwa pengaturan ini sehingga dari awal partai-partai juga menyadari bahwa ini ada kerugian sangat besar jika mereka mencalonkan mengajukan calon-calon yang mantan koruptor," kata Pramono dilansir detik.com. Selain itu, diharapkan dengan dilakukannya sosialisasi ini, partai politik tidak mencalonkan mantan narapidana korupsi. Serta tidak mengajukan gugatan, baik ke Bawaslu maupun ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sebelumnya, Komisi II DPR, Bawaslu dan Kemendagri menolak langkah KPU yang melarang eks napi kasus korupsi menjadi calon legislatif. Penolakan itu bahkan dijadikan kesimpulan rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5) lalu.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Nihayatul Mafiroh membacakan kesimpulan RDP bahwa Komisi II DPR, Bawaslu, dan Kemendagri menyepakati aturan larangan mantan napi korupsi dikembalikan peraturannya pada Pasal 240 Ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ketua Komisi II, Zainudin Amali menambahkan, DPR beserta pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga telah bersepakat agar KPU berpedoman pada Undang-Undang Pemilu.
Dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g dinyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan kepada publik secara jujur dan terbuka bahwa dirinya pernah berstatus sebagai narapidana. Dengan demikian, mantan narapidana korupsi pun bisa mencalonkan diri sebagai caleg. *
JAKARTA, NusaBali
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo menegaskan dukungannya terhadap larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019. Meski, Komisi II DPR, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebelumnya menolak langkah KPU yang melarang eks napi kasus korupsi menjadi calon legislative (Caleg).
"Oh sangat setuju. Kalau itu sangat setuju. Apa enggak ada orang lain yang lebih kompeten sih. Apa enggak ada orang lain yang integritasnya lebih bagus," kata Agus di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (25/5). Sebab, kata Agus, orang yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi tidak layak untuk menduduki jabatan sebagai wakil rakyat atau jabatan publik lainnya.
"Di dalam perjalanan yang bersangkutan kan sudah tidak lulus. Saya setuju itu (mantan napi kasus korupsi dilarang)," kata Agus. KPK pun, kata Agus, akan membantu KPU mengimbau partai politik agar tidak mencalonkan mantan napi kasus korupsi pada Pileg mendatang.
"Bisa ketemuan dengan KPU atau biasa kan kita mengirim surat juga biasa. Salah satu tugas KPK kan salah satunya monitoring kebijakan pemerintah. Jadi kalau ada kebijakan yang berjalan kurang baik, kita bisa memberikan saran perbaikannya," kata dia dilansir kompas.com.
Sementara KPU akan melakukan sosialisasi terkait aturan mantan narapidana korupsi dilarang nyaleg. Nantinya sosialisasi ini akan dilakukan bersama partai politik peserta pemilu hingga KPK.
"Kita mungkin akan adakan suatu forum yang mengundang semua partai-partai di mana KPU, KPK, dan Bawaslu hadir di sana, mungkin termasuk Komisi II DPR RI," ujar Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi di Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat kemarin. Partai politik akan diberi sosialisasi terkait dengan aturan tersebut. Diharapkan, setiap partai politik dapat menyadari efek pencalonan mantan narapidana korupsi.
"Nanti kita sampaikan bahwa pengaturan ini sehingga dari awal partai-partai juga menyadari bahwa ini ada kerugian sangat besar jika mereka mencalonkan mengajukan calon-calon yang mantan koruptor," kata Pramono dilansir detik.com. Selain itu, diharapkan dengan dilakukannya sosialisasi ini, partai politik tidak mencalonkan mantan narapidana korupsi. Serta tidak mengajukan gugatan, baik ke Bawaslu maupun ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sebelumnya, Komisi II DPR, Bawaslu dan Kemendagri menolak langkah KPU yang melarang eks napi kasus korupsi menjadi calon legislatif. Penolakan itu bahkan dijadikan kesimpulan rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5) lalu.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Nihayatul Mafiroh membacakan kesimpulan RDP bahwa Komisi II DPR, Bawaslu, dan Kemendagri menyepakati aturan larangan mantan napi korupsi dikembalikan peraturannya pada Pasal 240 Ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ketua Komisi II, Zainudin Amali menambahkan, DPR beserta pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga telah bersepakat agar KPU berpedoman pada Undang-Undang Pemilu.
Dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g dinyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan kepada publik secara jujur dan terbuka bahwa dirinya pernah berstatus sebagai narapidana. Dengan demikian, mantan narapidana korupsi pun bisa mencalonkan diri sebagai caleg. *
1
Komentar