Pilih Kejar Guru Besar, Tak Lagi Tarung KPU
Dr Ni Wayan Widhiasthini SSos Msi, 44, menjadi satu-satunya incumbent KPU Bali 2013-2018 yang tidak mendaftar kembali untuk tarung berebut kursi kepemiluan periode 2018-2023.
DENPASAR, NusaBali
Wayan Widhiasthini pilih kembali ke habitannya sebagai sebagai dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Undiknas Denpasar, agar bisa mengejar gelar guru besar (Profesor). Sedangkan 4 Komisioner KPU Bali 2013-2018 lainnya, pilih maju tarung lagi untuk berebut kursi pengabdian di kepemiluan periode 2018-2023. Mereka masing-masing Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Ketua KPU Bali yang pilih tarung berebut kursi Bawaslu Bali 2018-2023), Ni Putu Ayu Winariati (Komisioner KPU Bali/pilih tarung berebut kursi Bawaslu Bali 2018-2023), I Wayan Jondra (Komisioner KPU Bali/pilih tarung berebut kursi Bawaslu Bali 2018-2023), dan Ni Kadek Wirathi (Komisioner KPU Bali yang pilih tarung berebut kursi KPU Bali 2018-2023).
Berbeda dengan empat rekannya, Wayan Widhiasthini pilih tidak melanjutkan pengabdiannya di dunia kepemiluan. Akademisi bergelar Doktor yang baru satu periode duduk di KPU Bali ini pilih kembali ke habitatnya sebagai dosen PNS di Fisip Undiknas Denpasar.
Kepada NusaBali, Widhiastini mengatakan, dirinya putuskan tidak ikut seleksi lagi sebagai calon Komisioner KPU Bali 2018-2023, karena beberapa persyaratan yang cukup berat. Dan, itu bisa mengganjal kariernya sebagai dosen PNS di Kopertis Wilayah VIII. Salah satu persyaratannya, kandidat calon Komisioner KPU Bali yang berstatus PNS harus berhenti sementara sebagai dosen. Ini bisa menghambat karier Widhiasthini di jalur akademisi.
“Kalau 5 tahun lalu (seleksi KPU Bali 2013-2018, Red), kandidat yang berstatus PNS cukup hanya cuti sebagai PNS saja. Tapi, dalam seleksi kali ini, kandidat berstatus PNS seperti saya harus berhenti sementara,” ujar Widhiastini kepada NusaBali di Denpasar, Jumat (1/6).
Maka, mau tak mau Widhiasthini harus lepas lebih awal dari pengabdian di dunia kepemiluan. Kalau tidak, kariernya sebagai akademisi bakal macet. Istri dari Dr Ir Nyoman Sri Subawa ST SSos MM ini mengatakan, berhenti sementara selama 5 tahun sebagai PNS, otomatis waktu 5 tahun tidak dihitung pengabdiannya sebagai akademisi. Dengan pilihan yang dilematis itu, Widhiasthini akhirnya pilih kembali ke kampus.
“Ya, berat juga sih melepas dunia pemilu. Tapi, setidaknya saya sudah pernah berkontribusi untuk peningkatan kualitas demokrasi kita, turut melahirkan pemimpin baik di legislatif dan eksekutif sebagai anggota Komisioner KPU Bali,” ujar ibu 4 anak asal Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, Karangasem yang genap berusia 44 tahun pada 11 Mei 2018 lalu ini.
Widhiasthini bersyukur karena dapat merasakan suka dan duka selama 5 tahun pengabdiannya di KPU Bali. “Walaupun hanya 5 tahun sebagai anggota KPU Bali, saya bersyukur punya pengalaman di dunia kepemiluan. Setidaknya, ini menjadi bekal ketika kembali ke kampus. Saya akan fokus di kampus, agar bisa cepat memenuhi persyaratan untuk jenjang karier,” tegas Widhiasthini, yang selalu lulus dengan predikat Cume Laude saat menamatkan kuliah S1 di Fisip Undiknas Denpasar, S3 Kajian Budaya Unud, dan S3 Kajian Budaya Unud.
Setelah aktif kembali sebagai dosen dosen di FISIP Undiknas Denpasar, target selanjutnya yang dikejar Widhiastini adalah meraih gelar guru besar. “Ya, saya akan aktif lagi di kampus, kumpulin kredit, menulis, kompetisi hibah pendidikan tinggi untuk jenjang karier. Kapan guru besar akan diraih, memang tidak bisa diprediksi. Tapi, harapan keluarga, saya harus meraih gelar guru besar secepatnya,” tandas aka-demisi berotak encer ini.
Widhiasthini sendiri lahir di Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, 11 Mei 1974, saat mengikuti ayahnya, I Wayan Pegig Suasthama BA (asal Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung) yang bertugas sebagai PNS di Kantor Agraria Karangasem. Sementara ibundanya, Ni Nyoman Tjitra, adalah seorang bidan di Karangasem.
Widhiasthini menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Desa Pekandelan, Desa Pekandelan, Kecamatan pada 1986. Kemudian, dia melanjutkan ke SMPN I Klungkung, lanjut ke SMAN 1 Klungkung. Setamat SMA tahun 1992, Widhiasthini melanjutkan ke Fisip Undiknas Denpasar.
Hebatnya, Widhiastini lulus S1 pada 1996 dengan predikat cum laude. Bahkan, Widhiastini kembali lulus dengan predikat cum laude saat tamat S2 Kajian Budaya di Unud (tahun 2007) dan S3 Kajian Budaya di Unud (2010). Widhiastini sebelumnya diangkat sebagai PNS tahun 2004 dengan menjadi dosen pengajar di Fisip Undiknas Denpasar.
Terkait seleksi calon Komisioner KPU Bali 2018-2023, menurut Widhiastini, pihaknya komposisi KPU Bali ke depan akan semakin kuat dari sisi kualitas. Pasalnya, para kandidat yang melamar memiliki potensi dan kualitas lumayan dengan pengalaman di dunia kepemiluan. Bahkan, ada 6 Ketua KPU Kabupaten/Kota yang ikut bertarung berebut kursi Komisioner KPU Bali 2018-2023.
“Saya melihat yang melamar sekarang ini punya kemampuan dan kualitas dalam dunia kepemiluan. Harapan kita, kualitas penyelenggaraan Pemilu di Bali makin baik dengan komisioner yang akan terpilih nanti,” tegas istri dari Wakil Rektor Undiknas Denpasar, Dr Ir Nyoman Sri Subawa ST SSos MM ini.
Sekadar dicatat, dari 29 kandidat calon Komisioner KPU Bali 2018-2023 yang telah mendaftar ke Tim Seleksi (Timsel), 6 orang di antaranya kini masih menjabat Ketua KPU Kabupaten/Kota 2013-2018. Mereka masing-masing AA Gde Raka Nakula (Ketua KPU Badung), Luh Darayoni (Ketua KPU Tabanan), I Dewa Agung Gde Lidartawan (Ketua KPU Bangli), I Made Kariada (Ketua KPU Kkungkung), I Gusti Ngurah Agus Darmasanjaya (Ketua KPU Jembrana), dan I Gde Jhon Darmawan (Ketua KPU Kota Denpasar).
Selain mereka, ada 2 anggota KPU Bali 2013-2018 dan 6 anggota KPU Kabupaten/Kota yang mendaftar sebagai calon Komisioner KPU Bali 2018-2023 ke Timsel. Dua (2) incumbent KPU Bali tersebut masing-masing Ni Kadek Wirati dan I Wayan Jondra.
Sementara itu, Ketua Timsel Calon Komisioner KPU Bali 2018-2023, Luh Riniti Rahayu, mengatakan pendaftaran kandidat diperpanjang sampai 6 Juni 2018 nanti. “Hingga saat ini, kandidat yang mendaftar masih 29 orang,” ujar Riniti Rahayu saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Jumat kemarin. *nat
Wayan Widhiasthini pilih kembali ke habitannya sebagai sebagai dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Undiknas Denpasar, agar bisa mengejar gelar guru besar (Profesor). Sedangkan 4 Komisioner KPU Bali 2013-2018 lainnya, pilih maju tarung lagi untuk berebut kursi pengabdian di kepemiluan periode 2018-2023. Mereka masing-masing Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Ketua KPU Bali yang pilih tarung berebut kursi Bawaslu Bali 2018-2023), Ni Putu Ayu Winariati (Komisioner KPU Bali/pilih tarung berebut kursi Bawaslu Bali 2018-2023), I Wayan Jondra (Komisioner KPU Bali/pilih tarung berebut kursi Bawaslu Bali 2018-2023), dan Ni Kadek Wirathi (Komisioner KPU Bali yang pilih tarung berebut kursi KPU Bali 2018-2023).
Berbeda dengan empat rekannya, Wayan Widhiasthini pilih tidak melanjutkan pengabdiannya di dunia kepemiluan. Akademisi bergelar Doktor yang baru satu periode duduk di KPU Bali ini pilih kembali ke habitatnya sebagai dosen PNS di Fisip Undiknas Denpasar.
Kepada NusaBali, Widhiastini mengatakan, dirinya putuskan tidak ikut seleksi lagi sebagai calon Komisioner KPU Bali 2018-2023, karena beberapa persyaratan yang cukup berat. Dan, itu bisa mengganjal kariernya sebagai dosen PNS di Kopertis Wilayah VIII. Salah satu persyaratannya, kandidat calon Komisioner KPU Bali yang berstatus PNS harus berhenti sementara sebagai dosen. Ini bisa menghambat karier Widhiasthini di jalur akademisi.
“Kalau 5 tahun lalu (seleksi KPU Bali 2013-2018, Red), kandidat yang berstatus PNS cukup hanya cuti sebagai PNS saja. Tapi, dalam seleksi kali ini, kandidat berstatus PNS seperti saya harus berhenti sementara,” ujar Widhiastini kepada NusaBali di Denpasar, Jumat (1/6).
Maka, mau tak mau Widhiasthini harus lepas lebih awal dari pengabdian di dunia kepemiluan. Kalau tidak, kariernya sebagai akademisi bakal macet. Istri dari Dr Ir Nyoman Sri Subawa ST SSos MM ini mengatakan, berhenti sementara selama 5 tahun sebagai PNS, otomatis waktu 5 tahun tidak dihitung pengabdiannya sebagai akademisi. Dengan pilihan yang dilematis itu, Widhiasthini akhirnya pilih kembali ke kampus.
“Ya, berat juga sih melepas dunia pemilu. Tapi, setidaknya saya sudah pernah berkontribusi untuk peningkatan kualitas demokrasi kita, turut melahirkan pemimpin baik di legislatif dan eksekutif sebagai anggota Komisioner KPU Bali,” ujar ibu 4 anak asal Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, Karangasem yang genap berusia 44 tahun pada 11 Mei 2018 lalu ini.
Widhiasthini bersyukur karena dapat merasakan suka dan duka selama 5 tahun pengabdiannya di KPU Bali. “Walaupun hanya 5 tahun sebagai anggota KPU Bali, saya bersyukur punya pengalaman di dunia kepemiluan. Setidaknya, ini menjadi bekal ketika kembali ke kampus. Saya akan fokus di kampus, agar bisa cepat memenuhi persyaratan untuk jenjang karier,” tegas Widhiasthini, yang selalu lulus dengan predikat Cume Laude saat menamatkan kuliah S1 di Fisip Undiknas Denpasar, S3 Kajian Budaya Unud, dan S3 Kajian Budaya Unud.
Setelah aktif kembali sebagai dosen dosen di FISIP Undiknas Denpasar, target selanjutnya yang dikejar Widhiastini adalah meraih gelar guru besar. “Ya, saya akan aktif lagi di kampus, kumpulin kredit, menulis, kompetisi hibah pendidikan tinggi untuk jenjang karier. Kapan guru besar akan diraih, memang tidak bisa diprediksi. Tapi, harapan keluarga, saya harus meraih gelar guru besar secepatnya,” tandas aka-demisi berotak encer ini.
Widhiasthini sendiri lahir di Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, 11 Mei 1974, saat mengikuti ayahnya, I Wayan Pegig Suasthama BA (asal Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung) yang bertugas sebagai PNS di Kantor Agraria Karangasem. Sementara ibundanya, Ni Nyoman Tjitra, adalah seorang bidan di Karangasem.
Widhiasthini menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Desa Pekandelan, Desa Pekandelan, Kecamatan pada 1986. Kemudian, dia melanjutkan ke SMPN I Klungkung, lanjut ke SMAN 1 Klungkung. Setamat SMA tahun 1992, Widhiasthini melanjutkan ke Fisip Undiknas Denpasar.
Hebatnya, Widhiastini lulus S1 pada 1996 dengan predikat cum laude. Bahkan, Widhiastini kembali lulus dengan predikat cum laude saat tamat S2 Kajian Budaya di Unud (tahun 2007) dan S3 Kajian Budaya di Unud (2010). Widhiastini sebelumnya diangkat sebagai PNS tahun 2004 dengan menjadi dosen pengajar di Fisip Undiknas Denpasar.
Terkait seleksi calon Komisioner KPU Bali 2018-2023, menurut Widhiastini, pihaknya komposisi KPU Bali ke depan akan semakin kuat dari sisi kualitas. Pasalnya, para kandidat yang melamar memiliki potensi dan kualitas lumayan dengan pengalaman di dunia kepemiluan. Bahkan, ada 6 Ketua KPU Kabupaten/Kota yang ikut bertarung berebut kursi Komisioner KPU Bali 2018-2023.
“Saya melihat yang melamar sekarang ini punya kemampuan dan kualitas dalam dunia kepemiluan. Harapan kita, kualitas penyelenggaraan Pemilu di Bali makin baik dengan komisioner yang akan terpilih nanti,” tegas istri dari Wakil Rektor Undiknas Denpasar, Dr Ir Nyoman Sri Subawa ST SSos MM ini.
Sekadar dicatat, dari 29 kandidat calon Komisioner KPU Bali 2018-2023 yang telah mendaftar ke Tim Seleksi (Timsel), 6 orang di antaranya kini masih menjabat Ketua KPU Kabupaten/Kota 2013-2018. Mereka masing-masing AA Gde Raka Nakula (Ketua KPU Badung), Luh Darayoni (Ketua KPU Tabanan), I Dewa Agung Gde Lidartawan (Ketua KPU Bangli), I Made Kariada (Ketua KPU Kkungkung), I Gusti Ngurah Agus Darmasanjaya (Ketua KPU Jembrana), dan I Gde Jhon Darmawan (Ketua KPU Kota Denpasar).
Selain mereka, ada 2 anggota KPU Bali 2013-2018 dan 6 anggota KPU Kabupaten/Kota yang mendaftar sebagai calon Komisioner KPU Bali 2018-2023 ke Timsel. Dua (2) incumbent KPU Bali tersebut masing-masing Ni Kadek Wirati dan I Wayan Jondra.
Sementara itu, Ketua Timsel Calon Komisioner KPU Bali 2018-2023, Luh Riniti Rahayu, mengatakan pendaftaran kandidat diperpanjang sampai 6 Juni 2018 nanti. “Hingga saat ini, kandidat yang mendaftar masih 29 orang,” ujar Riniti Rahayu saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Jumat kemarin. *nat
1
Komentar