Siapkan Pengelolaan 'One Island One Management'
Inilah jurus pasangan Wayan Koster-Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Koster-Cok Ace), Cagub-Cawagub nomor urut 1 yang diusung PDIP-Hanura-PKPI-PAN-PKB-PPP, dalam membangun pariwisata Bali.
Jurus Koster-Cok Ace dalam Membangun Pariwisata Bali ke Depan
DENPASAR, NusaBali
Koster-Ace siapkan pengelolaan pariwisata dengan konsep ‘One Island One Management’. Konsep tersebut disampaikan Koster-Ace saat pemaparan visi misi terkait urusan pariwisata di Gedung Bali Tourism Board (BTB), Niti Mandala Denpasar, Sabtu (2/6) siang. Diskusi bertema 'Bali Now: Tourism, the Next Five Years' yang diisi pemaparan visi misi oleh Cagub-Cawagub untuk Pilgub Bali 2018 ini digagas Gabungan Industri Pariwisawa (GIPI) Provinsi Bali---beranggotakan 10 stakeholder pariwisata.
Dalam diskusi yang dipandu pakar marketing Hermawan Kartajaya tersebut, Cagub Wayan Koster memaparkan konsep-konsep untuk membenahi sektor pariwisata Bali. Mulai dari regulasi (Perda), promosi, anggaran, sampai sinergisitas lintas kabupaten/kota bersama Provinsi Bali dengan pengelolaan pariwisata ‘One Island One Management’.
Menurut Wayan Koster, regulasi menjadi hal paling penting dalam pembangunan, termasuk pariwisata. “Yang benar itu siapkan regulasi dulu. Jika membangun pariwisata tanpa regulasi yang kuat sampai ke turunannya, maka tidak ada payung hukum yang menaungi untuk pembangunan secara tepat,” tegas Koster dalam acara yang dihadiri langsung GIPI Bali, IB Parta Adnyana itu.
Koster menegaskan komitmennya dalam mendorong tuntas pembenahan pariwisata Bali. Pertama, tentang peraturan pelaksanaan kepariwisataan Bali. Kedua, mendorong pengembangan destinasi pariwisata hingga sampai sektor pendukungnya, seperti infrastruktur dan industri yang tumbuh kembang di dalamnya. Ketiga, memaksimalkan anggaran. Keempat, sinergisitas antara pemerintah daerah dengan lembaga vertikal dan stakeholder pariwisata.
Menurut Koster, negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura pariwisatanya maju. Sedangkan Indonesia jauh tertinggal. Padahal, Indonesia memiliki potensi bagus, mulai dari geografis, kekayaan alam, pantai, hingga budaya dan nilai-nilai seni yang adiluhung di berbagai daerah. “Kenapa kita kalah, berarti harus dibenahi,” ujar mantan anggota Komisi X DPR RI (membidang pariwisata, ekonomi kreatif, budaya, pemuda, olahraga, pendidikan) tiga periode ini.
Terkait masalah anggaran, kata Koster, diperlukan dana maksimal untuk membangun pariwisata. Dia mencontohkan Malaysia, yang anggaran promosinya sampai Rp 1 triliun. Sementara Indonesia, anggoran promosi pariwisata awalnya hanya Rp 100 miliar. Ketika Koster duduk di Komisi X DPR RI, anggaran promosi pariwisata dirancang sampai Rp 1,5 triliun.
“Malaysia punya anggaran besar dan treatment kebijakan, sehingga bisa bersaing. Saya dulu dorong terus anggaran promosi pariwisata kita. Makanya sekarang anggaran promosi kita dinaikkan oleh Presiden Jokowi sampai Rp 1,5 triliun. Ini karena kita dorong,” tegas politisi asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Koster menambahkan, perlu sinergisitas antara pemerintah daerah dengan lembaga vertikal dan stakeholder kepariwisataan. “Sinergisitas vertikal Pemda dan sinergi para pihak ini penting. Jadi, seharusnya Pemda tinggal memberikan regulasinya. Para pelaku pariwisata yang seharusnya ikut dilibatkan membangun pariwisata kita,” katanya.
Sementara, Cawagub Cok Ace mengatakan pihaknya sudah siapkan strategi untuk melipatgandakan pendapatan Bali dari sektor pariwisata. Menurut Cok Ace, dirinya sampai rela mengubur cita-cita meraih gelar profesor, karena ingin mengabdikan diri untuk Bali dan membenahi sektor pariwisata. Cok Ace pun siap meningkatkan pendapatan Bali dari sisi pariwisata. Sebagai penyumbang kontribusi terbesar untuk negara, seharusnya Bali mendapatkan imbalan seimbang.
”Ada ratusan triliun rupiah kita hasilkan dari pariwisata. Namun yang berputar di Bali itu hanya Rp 60 triliun. Sisanya ke mana? Maka dari itu saya tanggalkan mimpi saya menjadi profesor dan sepenuhnya mengabdi untuk Bali,” tandas tokoh pariwisata asal Puri Agung Ubud, Gianyar yang kini menjabat Ketua BPD PHRI Bali ini.
Akademisi bergelar Doktor Kajian Budaya dari Faktultas Teknik Unud ini memaparkan, pendapatan asli daerah (PAD) Bali saat ini sebesar Rp 3,2 triliun, jauh lebih kecil dibanding PAD Badung yang mencapai Rp 5,5 triliun. Akibatnya, terjadi ketimpangan antara di Badung dengan daerah lainnya di Bali. Jembrana, misalnya, hanya punya PAD Rp 119 miliar.
“Bagaimana kita mengajak mereka membangun pariwisata, infrastruktur dengan pendapatan segitu? Tidak bisa dengan kondisi itu. Jangankan bicara destinasi, makan apa hari ini masih menjadi pertanyaan,” tegas Cok Ace.
Cok Ace melihat ada jalan membenahi sistem kepariwisataan Bali, yakni pengelolaan pariwisata dengan pola ‘One Island One Management, and One Planing’. “Pak Koster yang bisa menjalankan itu. Ke depan, kita siapkan pertemuan rutin bulanan dengan seluruh sektor pariwisata membahas pengembangan pariwisata Bali,” ujar mantan Bupati Gianyar 2008-2013 ini.
Untuk meningkatkan PAD dari sektor kepariwisataan, menurut Cok Ace, bisa dilakukan dengan menjaga tingkat hunian hotel di Bali. Contohnya di Badung, masa tinggal (menginap) wisatawan rata-rata 3 hari, sehingga berkontribusi sampai Rp 5,5 triliun setahun. Kalau menginap 6 hari, kontribusinya bisa mencapai Rp 11 triliun. Untuk itu, perlu pengembangan destinasi pariwisata di seluruh kabupaten/kota.
Sementara itu, pakar marketing Hermawan Kartawijaya sempat memuji pemaparan Cagub Wayan Koster. Menurut Hermawan, dalam berbicara, sosok Koster mirip Bung Karno. “Saya lahir tahun 1947. Saya sering mendengar pidato Bung Karno. Pak Koster itu berbicara dengan gaya pidato yang lugas, berapi-api, penekanannya jelas, detail dari sisi strategis sampai teknis,” puji Hermawan. *nat
DENPASAR, NusaBali
Koster-Ace siapkan pengelolaan pariwisata dengan konsep ‘One Island One Management’. Konsep tersebut disampaikan Koster-Ace saat pemaparan visi misi terkait urusan pariwisata di Gedung Bali Tourism Board (BTB), Niti Mandala Denpasar, Sabtu (2/6) siang. Diskusi bertema 'Bali Now: Tourism, the Next Five Years' yang diisi pemaparan visi misi oleh Cagub-Cawagub untuk Pilgub Bali 2018 ini digagas Gabungan Industri Pariwisawa (GIPI) Provinsi Bali---beranggotakan 10 stakeholder pariwisata.
Dalam diskusi yang dipandu pakar marketing Hermawan Kartajaya tersebut, Cagub Wayan Koster memaparkan konsep-konsep untuk membenahi sektor pariwisata Bali. Mulai dari regulasi (Perda), promosi, anggaran, sampai sinergisitas lintas kabupaten/kota bersama Provinsi Bali dengan pengelolaan pariwisata ‘One Island One Management’.
Menurut Wayan Koster, regulasi menjadi hal paling penting dalam pembangunan, termasuk pariwisata. “Yang benar itu siapkan regulasi dulu. Jika membangun pariwisata tanpa regulasi yang kuat sampai ke turunannya, maka tidak ada payung hukum yang menaungi untuk pembangunan secara tepat,” tegas Koster dalam acara yang dihadiri langsung GIPI Bali, IB Parta Adnyana itu.
Koster menegaskan komitmennya dalam mendorong tuntas pembenahan pariwisata Bali. Pertama, tentang peraturan pelaksanaan kepariwisataan Bali. Kedua, mendorong pengembangan destinasi pariwisata hingga sampai sektor pendukungnya, seperti infrastruktur dan industri yang tumbuh kembang di dalamnya. Ketiga, memaksimalkan anggaran. Keempat, sinergisitas antara pemerintah daerah dengan lembaga vertikal dan stakeholder pariwisata.
Menurut Koster, negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura pariwisatanya maju. Sedangkan Indonesia jauh tertinggal. Padahal, Indonesia memiliki potensi bagus, mulai dari geografis, kekayaan alam, pantai, hingga budaya dan nilai-nilai seni yang adiluhung di berbagai daerah. “Kenapa kita kalah, berarti harus dibenahi,” ujar mantan anggota Komisi X DPR RI (membidang pariwisata, ekonomi kreatif, budaya, pemuda, olahraga, pendidikan) tiga periode ini.
Terkait masalah anggaran, kata Koster, diperlukan dana maksimal untuk membangun pariwisata. Dia mencontohkan Malaysia, yang anggaran promosinya sampai Rp 1 triliun. Sementara Indonesia, anggoran promosi pariwisata awalnya hanya Rp 100 miliar. Ketika Koster duduk di Komisi X DPR RI, anggaran promosi pariwisata dirancang sampai Rp 1,5 triliun.
“Malaysia punya anggaran besar dan treatment kebijakan, sehingga bisa bersaing. Saya dulu dorong terus anggaran promosi pariwisata kita. Makanya sekarang anggaran promosi kita dinaikkan oleh Presiden Jokowi sampai Rp 1,5 triliun. Ini karena kita dorong,” tegas politisi asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Koster menambahkan, perlu sinergisitas antara pemerintah daerah dengan lembaga vertikal dan stakeholder kepariwisataan. “Sinergisitas vertikal Pemda dan sinergi para pihak ini penting. Jadi, seharusnya Pemda tinggal memberikan regulasinya. Para pelaku pariwisata yang seharusnya ikut dilibatkan membangun pariwisata kita,” katanya.
Sementara, Cawagub Cok Ace mengatakan pihaknya sudah siapkan strategi untuk melipatgandakan pendapatan Bali dari sektor pariwisata. Menurut Cok Ace, dirinya sampai rela mengubur cita-cita meraih gelar profesor, karena ingin mengabdikan diri untuk Bali dan membenahi sektor pariwisata. Cok Ace pun siap meningkatkan pendapatan Bali dari sisi pariwisata. Sebagai penyumbang kontribusi terbesar untuk negara, seharusnya Bali mendapatkan imbalan seimbang.
”Ada ratusan triliun rupiah kita hasilkan dari pariwisata. Namun yang berputar di Bali itu hanya Rp 60 triliun. Sisanya ke mana? Maka dari itu saya tanggalkan mimpi saya menjadi profesor dan sepenuhnya mengabdi untuk Bali,” tandas tokoh pariwisata asal Puri Agung Ubud, Gianyar yang kini menjabat Ketua BPD PHRI Bali ini.
Akademisi bergelar Doktor Kajian Budaya dari Faktultas Teknik Unud ini memaparkan, pendapatan asli daerah (PAD) Bali saat ini sebesar Rp 3,2 triliun, jauh lebih kecil dibanding PAD Badung yang mencapai Rp 5,5 triliun. Akibatnya, terjadi ketimpangan antara di Badung dengan daerah lainnya di Bali. Jembrana, misalnya, hanya punya PAD Rp 119 miliar.
“Bagaimana kita mengajak mereka membangun pariwisata, infrastruktur dengan pendapatan segitu? Tidak bisa dengan kondisi itu. Jangankan bicara destinasi, makan apa hari ini masih menjadi pertanyaan,” tegas Cok Ace.
Cok Ace melihat ada jalan membenahi sistem kepariwisataan Bali, yakni pengelolaan pariwisata dengan pola ‘One Island One Management, and One Planing’. “Pak Koster yang bisa menjalankan itu. Ke depan, kita siapkan pertemuan rutin bulanan dengan seluruh sektor pariwisata membahas pengembangan pariwisata Bali,” ujar mantan Bupati Gianyar 2008-2013 ini.
Untuk meningkatkan PAD dari sektor kepariwisataan, menurut Cok Ace, bisa dilakukan dengan menjaga tingkat hunian hotel di Bali. Contohnya di Badung, masa tinggal (menginap) wisatawan rata-rata 3 hari, sehingga berkontribusi sampai Rp 5,5 triliun setahun. Kalau menginap 6 hari, kontribusinya bisa mencapai Rp 11 triliun. Untuk itu, perlu pengembangan destinasi pariwisata di seluruh kabupaten/kota.
Sementara itu, pakar marketing Hermawan Kartawijaya sempat memuji pemaparan Cagub Wayan Koster. Menurut Hermawan, dalam berbicara, sosok Koster mirip Bung Karno. “Saya lahir tahun 1947. Saya sering mendengar pidato Bung Karno. Pak Koster itu berbicara dengan gaya pidato yang lugas, berapi-api, penekanannya jelas, detail dari sisi strategis sampai teknis,” puji Hermawan. *nat
Komentar