Dollar Menguat, Ekspor Bali Malah Anjlok
Trend ekspor Bali tidak selalu positif atau peningkatan. Malah juga terjadi penurunan cukup siginifikan.
DENPASAR, NusaBali
Seperti ekspor Bali pada April lalu, yang merosot sebesar 16,79 persen dari bulan sebelumnya, bulan Maret. Penurunan terbesar terjadi untuk dua negara tujuan, Australia dan Prancis. Ironis, ekspor merosot di tengah situasi melemahnya nilai uang rupiah terhadap dollar, yang biasanya justru mendorong dan menjadi momen bagi eksporter untuk meningkatkan keuntungan.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho, Senin (4/6). “Ini perlu kajian lebih jauh,” ujarnya mengelak berspekulasi.
Namun demikian, Adi Nugroho mengatakan ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan turunnya ekspor Bali. Pertama karena memang permintaan pasar yang berkurang. “Pasar tidak membuat permintaan,” ujarnya. Atau yang kedua bisa jadi karena menurunnya kemampuan eksportir memenuhi permintaan pasar. Atau karena faktor musiman.
Sesungguhnya, lanjut Adi Nugroho, kalau murni turunnya nilai rupiah (terhadap) dollar, seharusnya mendorong eksportir untuk meraih keuntungan yang lebih tinggi. “Tetapi ternyata itu tidak dimanfaatkan, sehingga tidak tertutup kemungkinan ada hambatan,” duga Adi Nugroho. Penyedia atau eksporter kata Adi Nugroho, ada kemungkinan ingin mendapatkan keuntungan lebih baik, namun karena menghadapi situasi tertentu sehingga keinginan tersebut tidak terpenuhi. “ Itu yang perlu kajian lagi,” tandasnya.
Dihubungi terpisah Ketua Kadin Bali Anak Agung Alit Wiraputra, menyatakan hal senada. “Jika dollar menguat biasanya mendorong peningkatan ekspor,” ujarnya. Tetapi kenyataan itu tidak terjadi, sehingga juga jadi tanda tanya. Apa karena memang pasar yang melemah, apa faktor perekonomian secara umum yang melemah. “Kita berharap penurunan ini hanya sementara atau sesaat,” ujarnya.
Karena jika berlanjut tentu berimbas pada pertumb uhan perekonomian Bali. “Bali tidak semata bertumpu pada sektor pariwisata, namun sektor penunjang diantaranya ekspor i industri kerajinan juga berperan terhadap pertumbuhan perekonomian Bali,” ujarnya.
Salah satu untuk memperluas pasaran (ekspor) Bali, adalah promosi. “Jangan semata-mata promosinya tunggal yakni promosi objek, tetapi kalau keluar juga harus promosikan potensi Bali yang lain,” tandas Wiraputra.
Sebelumnya BPS Provinsi Bali merelease capaian ekspor Bali pada April 2018 turun sebesar 16,79 persen dibanding Maret. Pada Maret lalu, ekspor Bali mencapai 59.043.288 dollar AS. Kemudian pada April menyusut jadi 49.130.390 dollar AS. Komoditas yang dominan mempengaruhi penurunan khususnya dengan tujuan Australia, adalah perhiasan /permata (-97,79), produk barang- barang rajutan (-70,58 persen) dan produk perabotan, penerangan rumah menurun (-35,15 persen). Sedang komoditas yang dominan mempengaruhi ekspor ke Prancis, adalah produk kain perca (-87,70 persen), barang- barang dari kulit (-65,31 persen) dan pakaian jadi bukan rajutan (-59,44 persen).
Namun ada juga lonjakan ekspor.Di antaranya tujuan Belanda, meningkat 38,54 persen. Komoditas dominan yang mengalami peningkatan adalah produk gula dan kembang gula, produk jerami /bahan anyaman meningkat hingga 107,40 persen. *k17
Seperti ekspor Bali pada April lalu, yang merosot sebesar 16,79 persen dari bulan sebelumnya, bulan Maret. Penurunan terbesar terjadi untuk dua negara tujuan, Australia dan Prancis. Ironis, ekspor merosot di tengah situasi melemahnya nilai uang rupiah terhadap dollar, yang biasanya justru mendorong dan menjadi momen bagi eksporter untuk meningkatkan keuntungan.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho, Senin (4/6). “Ini perlu kajian lebih jauh,” ujarnya mengelak berspekulasi.
Namun demikian, Adi Nugroho mengatakan ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan turunnya ekspor Bali. Pertama karena memang permintaan pasar yang berkurang. “Pasar tidak membuat permintaan,” ujarnya. Atau yang kedua bisa jadi karena menurunnya kemampuan eksportir memenuhi permintaan pasar. Atau karena faktor musiman.
Sesungguhnya, lanjut Adi Nugroho, kalau murni turunnya nilai rupiah (terhadap) dollar, seharusnya mendorong eksportir untuk meraih keuntungan yang lebih tinggi. “Tetapi ternyata itu tidak dimanfaatkan, sehingga tidak tertutup kemungkinan ada hambatan,” duga Adi Nugroho. Penyedia atau eksporter kata Adi Nugroho, ada kemungkinan ingin mendapatkan keuntungan lebih baik, namun karena menghadapi situasi tertentu sehingga keinginan tersebut tidak terpenuhi. “ Itu yang perlu kajian lagi,” tandasnya.
Dihubungi terpisah Ketua Kadin Bali Anak Agung Alit Wiraputra, menyatakan hal senada. “Jika dollar menguat biasanya mendorong peningkatan ekspor,” ujarnya. Tetapi kenyataan itu tidak terjadi, sehingga juga jadi tanda tanya. Apa karena memang pasar yang melemah, apa faktor perekonomian secara umum yang melemah. “Kita berharap penurunan ini hanya sementara atau sesaat,” ujarnya.
Karena jika berlanjut tentu berimbas pada pertumb uhan perekonomian Bali. “Bali tidak semata bertumpu pada sektor pariwisata, namun sektor penunjang diantaranya ekspor i industri kerajinan juga berperan terhadap pertumbuhan perekonomian Bali,” ujarnya.
Salah satu untuk memperluas pasaran (ekspor) Bali, adalah promosi. “Jangan semata-mata promosinya tunggal yakni promosi objek, tetapi kalau keluar juga harus promosikan potensi Bali yang lain,” tandas Wiraputra.
Sebelumnya BPS Provinsi Bali merelease capaian ekspor Bali pada April 2018 turun sebesar 16,79 persen dibanding Maret. Pada Maret lalu, ekspor Bali mencapai 59.043.288 dollar AS. Kemudian pada April menyusut jadi 49.130.390 dollar AS. Komoditas yang dominan mempengaruhi penurunan khususnya dengan tujuan Australia, adalah perhiasan /permata (-97,79), produk barang- barang rajutan (-70,58 persen) dan produk perabotan, penerangan rumah menurun (-35,15 persen). Sedang komoditas yang dominan mempengaruhi ekspor ke Prancis, adalah produk kain perca (-87,70 persen), barang- barang dari kulit (-65,31 persen) dan pakaian jadi bukan rajutan (-59,44 persen).
Namun ada juga lonjakan ekspor.Di antaranya tujuan Belanda, meningkat 38,54 persen. Komoditas dominan yang mengalami peningkatan adalah produk gula dan kembang gula, produk jerami /bahan anyaman meningkat hingga 107,40 persen. *k17
1
Komentar