Pemerintah Jamin RKUHP Tak Lemahkan KPK
Pemerintah menggaransi bahwa Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang segera disahkan tak akan mengganggu kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
JAKARTA, NusaBali
Hal itu disampaikan anggota Tim Panitia Kerja Pemerintah RKUHP, Muladi, dalam jumpa pers di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, Rabu (6/6). Muladi menyebut core crime atau tindak pidana pokok yang ada di dalam RKUHP itu memiliki semangat yang sama dengan Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
"Tidak akan mengganggu KPK, tidak akan mengganggu atau mengurangi kewenangan KPK, undang-undangnya sama, core crime-nya juga sama. Jadi tidak ada maksud undang-undang ini (RKUHP) mengurangi kewenangan, mengganggu kewenangan KPK," kata Muladi seperti dilansir vivanews.
Muladi menduga, pihak-pihak yang mengkritik RKUHP ini sepertinya tidak membaca aturan peralihan yang tertuang dalam Pasal 729, sehingga khawatir kewenangannya akan dihilangkan. Padahal, terang Muladi, lembaga yang menangani tindak pidana khusus, termasuk tipikor tetap dapat menangani berdasarkan kewenangan lembaga tersebut yang diatur dalam undang-undang masing-masing.
"Saya ulangi, saat undang-undang ini berlaku, ketentuan BAB tentang tindak pidana khusus, termasuk soal tipikor dalam undang-undang ini tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur di dalam undang-undang masing-masing, ada KPK, ada BNN, ada PPATK, ada Komnas HAM," kata Muladi.
Muladi menambahkan, dalam tindak pidana korupsi yang terkenal tindak pidana pokoknya adalah Pasal 2 dan Pasal 3 pada UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua pasal itu mengatur soal melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi dan ihwal kerugian keuangan negara.
"Kalau Pasal 3 itu menyalahgunakan wewenang dan suap. Itu adalah core-nya," kata Tenaga Ahli Kemenkumham itu.
"Jadi tidak mungkin (melemahkan), saya sendiri kan yang turut merancang UU KPK, masa mau hancurkan KPK, tidak mungkin. Ini sangat penting diperhatikan, persoalannya apakah kami akan melemahkan KPK, apakah kami akan mendeligitmasi tindak pidana korupsi, sama sekali tidak ada," kata Muladi.
Senada dengan Muladi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) jelas tidak akan mengurangi kewenangan KPK dalam bentuk apapun.
Pramono mengatakan, Presiden Jokowi telah berulang kali menyampaikan bahwa pemerintah dalam hal tersebut tidak ingin mengurangi kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi, dalam bentuk papapun. Karena, kata Pramono, dalam kewenangan yang dimiliki KPK hingga saat ini saja tindak pidana korupsi dari hari ke hari masih tinggi.
"Sehingga dengan demikian sikap pemerintah dalam hal ini terutama sikap Presiden dan Wapres adalah KPK tidak boleh dikurangi kewenangannya dalam bentuk apapun," kata Pramono Anung saat ditemui di kantornya, Gedung Sekretariat Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (6/6).
Pramono menambahkan, jika memang ada perbedaan pandangan dalam pembahasan RKHUP tersebut, maka sebaiknya pemerintah, DPR, KPK dan pihak yang berwenang duduk bersama untuk mencari jalan keluar. *
Hal itu disampaikan anggota Tim Panitia Kerja Pemerintah RKUHP, Muladi, dalam jumpa pers di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, Rabu (6/6). Muladi menyebut core crime atau tindak pidana pokok yang ada di dalam RKUHP itu memiliki semangat yang sama dengan Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
"Tidak akan mengganggu KPK, tidak akan mengganggu atau mengurangi kewenangan KPK, undang-undangnya sama, core crime-nya juga sama. Jadi tidak ada maksud undang-undang ini (RKUHP) mengurangi kewenangan, mengganggu kewenangan KPK," kata Muladi seperti dilansir vivanews.
Muladi menduga, pihak-pihak yang mengkritik RKUHP ini sepertinya tidak membaca aturan peralihan yang tertuang dalam Pasal 729, sehingga khawatir kewenangannya akan dihilangkan. Padahal, terang Muladi, lembaga yang menangani tindak pidana khusus, termasuk tipikor tetap dapat menangani berdasarkan kewenangan lembaga tersebut yang diatur dalam undang-undang masing-masing.
"Saya ulangi, saat undang-undang ini berlaku, ketentuan BAB tentang tindak pidana khusus, termasuk soal tipikor dalam undang-undang ini tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur di dalam undang-undang masing-masing, ada KPK, ada BNN, ada PPATK, ada Komnas HAM," kata Muladi.
Muladi menambahkan, dalam tindak pidana korupsi yang terkenal tindak pidana pokoknya adalah Pasal 2 dan Pasal 3 pada UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua pasal itu mengatur soal melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi dan ihwal kerugian keuangan negara.
"Kalau Pasal 3 itu menyalahgunakan wewenang dan suap. Itu adalah core-nya," kata Tenaga Ahli Kemenkumham itu.
"Jadi tidak mungkin (melemahkan), saya sendiri kan yang turut merancang UU KPK, masa mau hancurkan KPK, tidak mungkin. Ini sangat penting diperhatikan, persoalannya apakah kami akan melemahkan KPK, apakah kami akan mendeligitmasi tindak pidana korupsi, sama sekali tidak ada," kata Muladi.
Senada dengan Muladi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) jelas tidak akan mengurangi kewenangan KPK dalam bentuk apapun.
Pramono mengatakan, Presiden Jokowi telah berulang kali menyampaikan bahwa pemerintah dalam hal tersebut tidak ingin mengurangi kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi, dalam bentuk papapun. Karena, kata Pramono, dalam kewenangan yang dimiliki KPK hingga saat ini saja tindak pidana korupsi dari hari ke hari masih tinggi.
"Sehingga dengan demikian sikap pemerintah dalam hal ini terutama sikap Presiden dan Wapres adalah KPK tidak boleh dikurangi kewenangannya dalam bentuk apapun," kata Pramono Anung saat ditemui di kantornya, Gedung Sekretariat Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (6/6).
Pramono menambahkan, jika memang ada perbedaan pandangan dalam pembahasan RKHUP tersebut, maka sebaiknya pemerintah, DPR, KPK dan pihak yang berwenang duduk bersama untuk mencari jalan keluar. *
Komentar