Banjar Takmung Hidupkan Siat Sampian
Banjar Adat Takmung, Desa Pakraman Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, menggelar siat (perang) sampian saat Pangrupukan, Selasa (8/3) malam.
Sempat Vakum Selama 36 Tahun
SEMARAPURA, NusaBali
Tradisi yang sempat vakum selama 36 tahun ini, kembali dihidupkan atas dorongan dari sekaa teruna teruni (STT) Bandhu Hita, banjar setempat. Karena saking lamanya tidak pernah dilaksananan, baik krama maupun peserta yang notabene dari pemuda/teruna masih meraba-raba tradisi prosesi dari dari tradisi itu.
Siat Sampian dipusatkan di catus pata setempat. Pesertanya dari kalangan anggota STT Bandhu Hita Banjar dari 205 anggota keseluruhan. Tradisi yang bersifat propan (tidak sakral) ini, digelar pada Selasa malam sekitar pukul 18.00-20.00 Wita, tepatnya sehari menjelang Nyepi tahun saka 1938. Sesuai namanya siat sampian, senjata yang digunakan berasal dari upakara yang bersisa sampian, yang sudah dihaturkan krama dari Banjar Adat Takmung 360 kepala keluarga (KK) saat meprani tawur kesanga.
Tradisi ini sempat vakum sekitar tahun 1980-an atau selama 36 tahun silam. Pasalnya di era itu ada perbaikan dan pembangunan badan jalan di areal catus pata Banjar Adat Takmung, dengan memakan waktu hingga setehun lebih. Sehingga pemuda yang akan menggelar siat sampian menjadi terhalang, karena kondisi itu siat sampian menjadi vakum. “Siat sampian ini hanya semata-mata untuk meningkatkan kebersamaan, khususnya di kalangan pemuda dan krama setempat. Karena siat ini tidak ada ritual khususnya, hanya cukup dengan menghaturkan banten pejati saja,” ujar Bendesa Pakraman Takmung I Wayan Sukadana, didamping Kelian Dinas Desa Takmung Kangin, Gusti Ngurah Partawa, saat ditemui Kamis (10/3).
Kata dia, sebelum siat sampian dimulai, diawali dengan prosesi tawur kesanga di catus pata, sekitar pukul 13.00 Wita. Kemudian sarana upakara yang berisi sampian, dikumpulkan oleh STT untuk dipakai persiapan siat. Mengenai posisi siat ini, mereka membentuk formasi saling berlawanan. Yakni dari posisi utara melawan di selatan dan tumur melawan barat atau membentuk tapak dara. Sekali berhadapan akan diisi masing-masing 15 pemuda. “Sampian yang dipakai senjata diletakan di bawah peserta,” katanya.
Bagitu aba-aba dimulai, mereka akan saling serang satu sama lain, sampai sampiannya benar-benar hancur. Mengenai pantangannya tidak diperkenankan menyerang dagu sampai ke atas kepala. Begitu acara usai, para pemuda ini saling rangkul, jadi tidak ada perasaan dendam satu sama lain. Intinya dalam acara tersebut yang ada hanya persaan brgembira untuk menyambut tahun baru saka. “Karena tradisi ini bersifat propan, maka selama vakum dalam rentang 36 tahun silam, memang tidak terjadi peristiwa yang janggal di desa kami,”ujarnya. Meskipun demikian, karena merupakan warisan leluhur Banjar Adat Takmung bakal rutin menggelar siat sampian untuk kedepannya.
Setidaknya ketika kembali digelar pada Selasa lalu, memang ada beberapa hal yang perlu dievaluasi. Diantaranya pelaksanaan siat yang seharusnya satu lawan satu. Namun masih dilakukan secara beramai-ramai, bahkan ada pemuda malah menyiram lawannya dengan sampian. Pasalnya kalangan pemuda belum tergambar percisnya suasana saat siat sampian, karena sejak tradisi ini vakum, rata-rata mereka belum lahir. “Ini akan kami jadikan evaluasi secara bersama-sama kedepannya,” ujarnya.
Bahkan dirinya selaku Bendesa pun lupa untuk membunyikan kulkul ketika siat sampian berlangsung, jadi begitu usai acara dia diingatkan oleh seorang krama tentang hal itu. Kedepannya tradisi ini bakal tetap diajegkan. “Yang jelas tradisi ini sangat positif untuk meningkatkan rasa kebersamaan,” katanya.
Kata dia, tradisi ini kembali dihidupkan karena niat yang besar dari STT, yang dietuai I Gusti Ngurah Mayun Wijaya. Karena kalangan STT selama ini hanya mendengar kisahnya saja kalau di banjarnya pernah ada siat sampian. Maka, mereka ingin benar-benar turun langsung untuk melaksanakan tradisi tersebut. Gagasan itu dicetuskan, dalam rapat menjelang Pangrupukan beberapa waktu lalu antara prajuru adat dengan STT.
“Mengenai sejarah tradisi ini muncul, saya belum mengetahui secara pasti, tradisi ini sejatinya sudah diwariskan secara turun termurun,” ujarnya. Usai siat sampian dilanjutkan dengan pementasan tari kreasi dengan fragmen Tari Kali Yuga. 7 w
Komentar