MUTIRA WEDA : Fokus pada Karma
Mereka yang disiplin, cerdas dan kompeten cukup sering mengalami kegagalan meskipun telah melakukan upaya terbaik.
Samyatāshca hi dakshāshca matimantashca mānavāh,
Drshyante nishpalāh samtah prahināh sarvakarmabhih shānti.
(Shanti Parwa 331/10).
MENURUT hukum karma, orang memperoleh hasil sesuai dengan tindakannya sendiri. Apapun yang diperbuat, maka seperti itulah yang dipetiknya. Orang menanam jagung, tentu jagung pula yang dipetik, dan seterusnya. Hukum sebab akibat ini dikatakan telah baku dan berjalan mutlak, tidak ada yang mampu membantahnya. Hampir semua agama mengakui teori ini. Kebahagiaan dan kesusahan yang kita alami sekarang bukan disebabkan oleh nasib atau hukuman Tuhan, tetapi merupakan bagian dari karmanya sendiri. Ketika orang menjatuhkan diri ke lubang, orang tidak akan mungkin tiba-tiba ada di dahan pohon. Dipastikan dia pasti ada di dalam lubang itu. Hukum ini akan tetap berjalan dari dulu, saat ini, dan akan ada selamanya di masa yang akan datang.
Tetapi, di dalam hidup terkadang kita menemukan hal yang kontradiktif dengan prinsip sebab akibat itu. Seperti misalnya teks santiparwa di atas kelihatannya sangat kontradiktif. Ini adalah kenyataan dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita sering melihat orang yang telah berusaha banyak dengan seluruh daya upaya dan kecerdasannya, tetapi hasilnya tidak maksimal. Sebaliknya, ada orang yang tampaknya tidak cerdas dan tidak berupaya maksimal, namun semua tujuan hidupnya tercapai atau mampu mencapai kehidupannya secara maksimal. Bukankah ini bertentengan dengan hukum karma itu sendiri. Semestinya jika ada usaha yang keras, maka hasilnya juga bisa maksimal, demikian juga sebaliknya, jika usaha sedikit, hasilnya juga tentu sedikit. Ada apa ini? Apakah hukum karma itu memiliki pengecualian, atau ada orang-orang yang memang dilahirkan tidak tersentuh oleh hukum ini?
Jika kita telusuri lebih dalam, justru bukan hukum karma yang bertentangan dengan kejadian itu, melainkan hukum inilah yang mampu menjelaskan secara lugas mengapa hal itu bisa terjadi? Hukum karma ini kerjanya sangat kompleks dengan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Antara karma satu dengan karma berikutnya terjadi saling keterkaitan dan keterhubungan. Sementara itu, setiap saat kita melakukan karma, apakah itu berjalan, bekerja, berpikir, menolong orang lain, tidur, duduk, dan lain sebagainya. Setiap karma itu sepenuhnya dicatat dengan sempurna, dan hasil yang akan terjadi juga ditentukan dari karma itu, dan kemudian menjadi karma baru lagi. Demikian seterusnya. Jika kita umpanyanya telah lahir ke dunia ini sebanyak 1 juta kali, sungguh kompleks pertalian antara karma satu dengan karma lainnya, antara menit satu dengan menit lainnya, tahun pertama dengan tahun berikutnya, dalam satu kehidupan ke kehidupan lainnya, demikian seterusnya. Karma ini kemudian menjadi sangat kompleks.
Dalam kasus di atas, mungkin saja ada karma di masa kehidupan terdahulu yang menjadikan kita memiliki kemauan dan harus bekerja keras, serta memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tetapi di sisi lain, ada karma yang mengharuskan kita untuk tetap mengalami kegagalan. Kedua jenis hasil ini harus kita nikmati di dalam kehidupan ini sehingga sekeras apapun kita bekerja, tetap kegagalan tidak bisa dihindarkan. Demikian juga sebaliknya, mungkin ada karma terdahulu yang mengharuskan kita sukses di kehidupan ini, dan pada saat yang sama harus berjalan lamban dan bodoh. Oleh karena kedua jenis karma ini harus dialami, maka kita yang bodoh dan malas bisa menikmati kesuksesan.
Atas dasar inilah mengapa Krishna mengajarkan bahwa kita harus berkecimpung dalam karma dan tidak mengikatkan diri pada hasilnya, karena hasil bukanlah kuasa orang. Hasil karma sudah ditentukan sedemikian rupa diinginkan atau tidak di dalam kehidupan. Kapan dan seperti apa hasilnya sangat ditentukan oleh faktor karma itu sendiri, disesuaikan dengan hubungan antar-karma yang ada di dalamnya. Agar kita senantiasa bahagia, kita diajarkan untuk tetap memperbaiki karma dengan tidak memperhatikan hasilnya. Berbahagia oleh karena berbuat dan bukan bahagia oleh karena hasil, sangat menentukan kebahagiaan sejati orang. Jika kita menempatkan kebahagiaan pada hasil, tentu kita tidak akan pernah meraihnya. 7
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Drshyante nishpalāh samtah prahināh sarvakarmabhih shānti.
(Shanti Parwa 331/10).
MENURUT hukum karma, orang memperoleh hasil sesuai dengan tindakannya sendiri. Apapun yang diperbuat, maka seperti itulah yang dipetiknya. Orang menanam jagung, tentu jagung pula yang dipetik, dan seterusnya. Hukum sebab akibat ini dikatakan telah baku dan berjalan mutlak, tidak ada yang mampu membantahnya. Hampir semua agama mengakui teori ini. Kebahagiaan dan kesusahan yang kita alami sekarang bukan disebabkan oleh nasib atau hukuman Tuhan, tetapi merupakan bagian dari karmanya sendiri. Ketika orang menjatuhkan diri ke lubang, orang tidak akan mungkin tiba-tiba ada di dahan pohon. Dipastikan dia pasti ada di dalam lubang itu. Hukum ini akan tetap berjalan dari dulu, saat ini, dan akan ada selamanya di masa yang akan datang.
Tetapi, di dalam hidup terkadang kita menemukan hal yang kontradiktif dengan prinsip sebab akibat itu. Seperti misalnya teks santiparwa di atas kelihatannya sangat kontradiktif. Ini adalah kenyataan dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita sering melihat orang yang telah berusaha banyak dengan seluruh daya upaya dan kecerdasannya, tetapi hasilnya tidak maksimal. Sebaliknya, ada orang yang tampaknya tidak cerdas dan tidak berupaya maksimal, namun semua tujuan hidupnya tercapai atau mampu mencapai kehidupannya secara maksimal. Bukankah ini bertentengan dengan hukum karma itu sendiri. Semestinya jika ada usaha yang keras, maka hasilnya juga bisa maksimal, demikian juga sebaliknya, jika usaha sedikit, hasilnya juga tentu sedikit. Ada apa ini? Apakah hukum karma itu memiliki pengecualian, atau ada orang-orang yang memang dilahirkan tidak tersentuh oleh hukum ini?
Jika kita telusuri lebih dalam, justru bukan hukum karma yang bertentangan dengan kejadian itu, melainkan hukum inilah yang mampu menjelaskan secara lugas mengapa hal itu bisa terjadi? Hukum karma ini kerjanya sangat kompleks dengan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Antara karma satu dengan karma berikutnya terjadi saling keterkaitan dan keterhubungan. Sementara itu, setiap saat kita melakukan karma, apakah itu berjalan, bekerja, berpikir, menolong orang lain, tidur, duduk, dan lain sebagainya. Setiap karma itu sepenuhnya dicatat dengan sempurna, dan hasil yang akan terjadi juga ditentukan dari karma itu, dan kemudian menjadi karma baru lagi. Demikian seterusnya. Jika kita umpanyanya telah lahir ke dunia ini sebanyak 1 juta kali, sungguh kompleks pertalian antara karma satu dengan karma lainnya, antara menit satu dengan menit lainnya, tahun pertama dengan tahun berikutnya, dalam satu kehidupan ke kehidupan lainnya, demikian seterusnya. Karma ini kemudian menjadi sangat kompleks.
Dalam kasus di atas, mungkin saja ada karma di masa kehidupan terdahulu yang menjadikan kita memiliki kemauan dan harus bekerja keras, serta memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tetapi di sisi lain, ada karma yang mengharuskan kita untuk tetap mengalami kegagalan. Kedua jenis hasil ini harus kita nikmati di dalam kehidupan ini sehingga sekeras apapun kita bekerja, tetap kegagalan tidak bisa dihindarkan. Demikian juga sebaliknya, mungkin ada karma terdahulu yang mengharuskan kita sukses di kehidupan ini, dan pada saat yang sama harus berjalan lamban dan bodoh. Oleh karena kedua jenis karma ini harus dialami, maka kita yang bodoh dan malas bisa menikmati kesuksesan.
Atas dasar inilah mengapa Krishna mengajarkan bahwa kita harus berkecimpung dalam karma dan tidak mengikatkan diri pada hasilnya, karena hasil bukanlah kuasa orang. Hasil karma sudah ditentukan sedemikian rupa diinginkan atau tidak di dalam kehidupan. Kapan dan seperti apa hasilnya sangat ditentukan oleh faktor karma itu sendiri, disesuaikan dengan hubungan antar-karma yang ada di dalamnya. Agar kita senantiasa bahagia, kita diajarkan untuk tetap memperbaiki karma dengan tidak memperhatikan hasilnya. Berbahagia oleh karena berbuat dan bukan bahagia oleh karena hasil, sangat menentukan kebahagiaan sejati orang. Jika kita menempatkan kebahagiaan pada hasil, tentu kita tidak akan pernah meraihnya. 7
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Komentar