Delapan Profesi Bebas Lintas ASEAN
Meski dibebaskan, 8 profesi ini tak serta merta bakal membanjiri Indonesia mengingat banyak prosedur yang harus dilewati ketimbang bekerja di negaranya sendiri.
Dari Dokter hingga Arsitek, Tak Wajib Berbahasa Indonesia
JAKARTA, NusaBali
Berlaku efektifnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak 1 Januari 2016, membuka peluang bekerja bagi 8 (delapan) profesi yang bebas bekerja di lintas negara-negara Asia Tenggara. Delapan profesi tersebut meliputi insinyur, arsitek, tenaga pariwisata, akuntan, dokter gigi, tenaga survei, praktisi medis, dan perawat.
Dari 8 sektor tersebut, sejumlah profesi berkaitan erat dengan pelayanan dan interaksi langsung pada masyarakat, seperti perawat, dokter gigi, dan praktisi medis. Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Hary Sudarmanto mengungkapkan, sampai sejauh ini belum ada kewajiban kemampuan berbahasa Indonesia bagi tenaga-tenaga asing yang bekerja di Indonesia tersebut. Begitu pun pekerja dari Indonesia yang mencari peruntungan di negara ASEAN lain.
"Tidak (wajib Bahasa Indonesia), dia kan tidak bekerja langsung, artinya orang asing tidak boleh bekerja individu. Insinyur atau dokter gigi nggak boleh buka praktik, harus ada sponsornya. Itu pun nanti sifatnya advisor saja, nggak langsung praktik. Kayak dokter nggak kerja langsung, tapi advisor," terang Hary di Jakarta, Jumat (11/3)) dilansir detikfinance.
Meski dibebaskan, ujarnya, 8 profesi tersebut tak serta merta bakal membanjiri pasar tenaga kerja di dalam negeri. Hal ini mengingat lebih banyak prosedur yang harus dilewati ketimbang bekerja di negaranya sendiri.
"Belum ada kan tenaga kerja Indonesia yang 8 profesi ini jadi masalah banjiri Singapura atau Malaysia, di sini juga sama. Meski bebas tetap harus ikut regulasi, harus izin kerja, harus rekomendasi, ijazahnya, kemudian pengalaman kerja, dan sebagainya," pungkas Hary.
Selain itu, meski dibebaskan, 8 profesi tenaga kerja asing dari lintas ASEAN tidak bisa bekerja langsung di Indonesia, begitu pun pekerja Indonesia di negara lain. "Jadi dia kerja sendiri nggak boleh, dia kerja langsung jadi dokter atau buka praktik misalkan nggak boleh. Dia kerja harus dari sponsorship. Contohnya dokter, yah harus ada rumah sakit yang minta rekomendasi ke Kementerian Kesehatan, di konstruksi nanti perusahaan dapat rekomendasi dari Kementerian PUPR," tambah Hary.
Menurut Hary, kendati harus bekerja lewat permintaan yang diajukan perusahaan yang membutuhkan, tak ada pembatasan jumlah 8 profesi yang disepakati bebas bekerja lintas ASEAN ini.
"Nggak ada pembatasan sama sekali. Pokoknya nanti sesuai dengan perusahaan yang mengajukan sebagai sponsoship. Tidak ada pembatasan, siapa sponsornya, butuhnya berapa. Bukan dibebaskan begitu saja, tapi harus punya sponsor, insinyur atau dokter nggak boleh buka praktik individu," terangnya.
Sebelumnya, diketahui terkait MEA,Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk dan bekerja di Indonesia berdasarkan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) per akhir Februari 2016 adalah 5.339 orang
Data TKA sebanyak 5.339 orang itu, terdiri dari periode bulan Januari sebanyak 2.067 orang untuk TKA yang bekerja lebih dari 6 bulan, dan 516 orang untuk TKA yang bekerja di bawah 6 bulan. Sedangkan bulan Februari sebanyak 2.303 orang (lebih dari 6 bulan) dan 453 orang (di bawah 6 bulan).
Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri mengatakan, jumlah TKA yang bekerja di Indonesia masih dalam taraf wajar dan terkendali. Bahkan dalam beberapa tahun belakangan ini terjadi kecenderungan penurunan jumlah TKA per tahun.
"Jadi pasca pemberlakuan MEA, jumlah TKA yang masuk ke Indonesia terlihat turun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya," kata Hanif, saat melakukan Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Senayan Jakarta pada Kamis (10/3) dilansir detikfinance.
Hanif mengatakan, selama ini penerapan MEA banyak disalahpahami dan dipenuhi mitos yang kadangkala membuat khawatir. Seolah-olah semua terbuka untuk TKA padahal dalam kenyataannya tidak seperti itu.
"Berdasarkan MRA yang sudah dilakukan negara-negara ASEAN, profesi yang disepakati hanya 8 profesi saja. Jabatannya juga spesifik dan tidak umum. Serta hanya diperbolehkan bagi pekerja asing terdidik yang mempunyai keterampilan (skill) khusus dan professional," kata Hanif. 7
Komentar