Fokus BBTF, Penertiban Travel Agen Illegal Mundur
Rencana kerjasama Asita dengan Pemkab/Pemkot se-Bali, untuk penertiban travel agent illegal alias travel bodong, belum terealisasi.
DENPASAR, NusaBali
Penyebabnya, Asita kini tengah fokus menyukseskan pelaksanaan Bali and Beyond Travel Fair (BBTF) 26-30 Juni di Nusa Dua Kuta Selatan Badung. Realisasi MoU tersebut akan dilakukan pasca pelaksanaan BBTF “Sekarang ini kami ada kegiatan BBTF,” ujar Sekretaris Asita Bali Putu Winastra, saat dikonfirmasi, Kamis (21/6).
Dikatakan, pasca pelaksanaan BBTF itulah, kerjasama penertiban travel ilegal tersebut akan ditindaklanjuti. Apalagi, lanjut Winastra, secara lisan, pimpinan daerah kabupaten/kota mengamini rencana tersebut. “Draft proposalnya sedang kami siapkan untuk dikirim nanti kepada kabupaten/kota,” katanya.
Sebelumnya penjajakan rencana kerjasama terkait penertiban terhadap travel agent ke kawasan atau objek-objek wisata berbayar di kabupaten/kota di Bali,terkait dengan kapasitas Asita sebagai salah satu lokomotif atau faktor penunjang industri pariwisata Bali. Sekitar 70 persen wisatawan yang berwisata ke Bali menurut Winastra, kontribusi dari Asita. Sehubungan itulah, sebagai wadah asosiasi biro perjalanan wisata, Asita berharap semua biro perjalanan tertib dan patuh pada aturan yakni Perda No 1 tahun 2010, tentang Biro Perjalanan Wisata. “Semua travel agen wajib menjadi anggota Asita,” ujar Winastra.
Terkait itulah kabupaten/kota lewat kerjasama diharap dapat mendorong semua biro perjalanan menjadi anggota Asita. Caranya lewat MoU. Karena dalam draft MoU akan diatur sedemikian rupa pengenaan retribusi yang berbeda, antara travel agent anggota Asita dan yang bukan anggota Asita atau ilegal. Travel agent yang menjadi anggota Asita diharapkan mendapat keringanan sekian persen lebih rendah dari tarif normal untuk retribusi masuk objek wisata berbayar di masing-masing kabupaten/kota. “Inilah yang diharap mendorong biro perjalanan lain menjadi anggota Asita,” kata Winastra.
Bukan saja kepada travel agent ilegal yang diminta patuh aturan dengan masuk jadi anggota Asita, namun pemerintah pun seharusnya tertib dan patuh, mendukung penegakan Perda. “Misalnya jika ada kegiatan seperti tour studi banding dan kegiatan lain ke luar daerah, semestinya menggunakan jasa biro perjalanan wisata anggota Asita,” tegasnya. Kata Winastra, tentu percuma kalau keinginan tertib aturan tersebut hanya sepihak, tanpa respon yang sama dari semua pihak. *k17
Penyebabnya, Asita kini tengah fokus menyukseskan pelaksanaan Bali and Beyond Travel Fair (BBTF) 26-30 Juni di Nusa Dua Kuta Selatan Badung. Realisasi MoU tersebut akan dilakukan pasca pelaksanaan BBTF “Sekarang ini kami ada kegiatan BBTF,” ujar Sekretaris Asita Bali Putu Winastra, saat dikonfirmasi, Kamis (21/6).
Dikatakan, pasca pelaksanaan BBTF itulah, kerjasama penertiban travel ilegal tersebut akan ditindaklanjuti. Apalagi, lanjut Winastra, secara lisan, pimpinan daerah kabupaten/kota mengamini rencana tersebut. “Draft proposalnya sedang kami siapkan untuk dikirim nanti kepada kabupaten/kota,” katanya.
Sebelumnya penjajakan rencana kerjasama terkait penertiban terhadap travel agent ke kawasan atau objek-objek wisata berbayar di kabupaten/kota di Bali,terkait dengan kapasitas Asita sebagai salah satu lokomotif atau faktor penunjang industri pariwisata Bali. Sekitar 70 persen wisatawan yang berwisata ke Bali menurut Winastra, kontribusi dari Asita. Sehubungan itulah, sebagai wadah asosiasi biro perjalanan wisata, Asita berharap semua biro perjalanan tertib dan patuh pada aturan yakni Perda No 1 tahun 2010, tentang Biro Perjalanan Wisata. “Semua travel agen wajib menjadi anggota Asita,” ujar Winastra.
Terkait itulah kabupaten/kota lewat kerjasama diharap dapat mendorong semua biro perjalanan menjadi anggota Asita. Caranya lewat MoU. Karena dalam draft MoU akan diatur sedemikian rupa pengenaan retribusi yang berbeda, antara travel agent anggota Asita dan yang bukan anggota Asita atau ilegal. Travel agent yang menjadi anggota Asita diharapkan mendapat keringanan sekian persen lebih rendah dari tarif normal untuk retribusi masuk objek wisata berbayar di masing-masing kabupaten/kota. “Inilah yang diharap mendorong biro perjalanan lain menjadi anggota Asita,” kata Winastra.
Bukan saja kepada travel agent ilegal yang diminta patuh aturan dengan masuk jadi anggota Asita, namun pemerintah pun seharusnya tertib dan patuh, mendukung penegakan Perda. “Misalnya jika ada kegiatan seperti tour studi banding dan kegiatan lain ke luar daerah, semestinya menggunakan jasa biro perjalanan wisata anggota Asita,” tegasnya. Kata Winastra, tentu percuma kalau keinginan tertib aturan tersebut hanya sepihak, tanpa respon yang sama dari semua pihak. *k17
Komentar