Masalah Reklamasi Jadi Debat Panas
Selain tohok masalah reklamasi Teluk Benoa, Cok Ace juga pertanyakan koordinasi Rai Mantra selaku Walikota dengan Gubernur Bali
Sebaliknya, Cagub Rai Mantra mengatakan perlu dilakukan konsesus politik untuk perjuangan di pusat terkait produk hukum tersebut. "Perlu konsensus partai politik di Bali untuk memperjuangkan produk hukum yang menjadikan sinergi pusat dan daerah," katanya.
Ketika moderator Imam Priyono menyodorkan pertanyaan soal langkah apa yang akan dilakukan ketika berlaku UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Cagub Wayan Koster langsung melahapnya. Koster yang tahu betul soal UU Desa ketika duduk di DPR RI Dapil Bali, menegaskan desa adat harus diperkuat melalui Perda tentang Desa Pakraman. Koster juga menyebutkan desa adat dan desa dinas saling mendukung dan sinergi.
"Desa adat juga harus kuat secara ekonomi. Prajuru adat perlu diperkuat SDM-nya dengan memberikan hak kesejahteraan yang maksimal," ujar Ketua DPD PDIP Bali yang sempat tiga periode duduk di Komisi X DPR RI (membidangi masalah seni, adat, budaya, pariwisata, pendidikan, pemuda, olahraga, dan ekonomi kreatif) ini.
Sebaliknya, Cagub Rai Mantra menjawab dengan adanya UU Desa, posisi desa adat dan desa dinas tetap berdampingan dan sejalan. "Paling tepat berdampingan dan sejalan, tidak diutak-atik lagi. Perlu dilakukan penguatan produk hukum melindungi desa adat, " ujar Rai Mantra yang sudah 10 tahun menjabat Walikota Denpasar.
Suasana debat kembali memanas saat sesi lempar pertanyaan soal seni. Mantra-Kerta menyerang Cawagub Cok Ace saat menjabat sebagai Bupati Gianyar yang dianggap tidak bisa mengurus Pasar Seni Sukawati. Akibatnya, revitalisasi Pasar Seni Sukawati macet. "Pasar Seni Sukawati yang saudara Cok Ace rencanakan revitalisasinya sampai sekarang tidak terlaksana, " sodok Rai Mantra.
Diserang seperti itu, Cok Ace langsung membantah revitalisasi Pasar Sukawati disebut macet. Menurut Cok Ace, itu bukan gagal, namun terkendala lahan. "Kalau ada lahan, kami pasti siap lanjutkan revitalisasi dan upayakan pembangunannya, " tangkis tokoh pariwisata asal Puri Agung Ubud yang sempat menjadi Bupati Gianyar 2008-2013 ini.
Berikutnya, Cawagub Sudikerta menyerang Cagub Koster dengan mempertanyakan perannya Koster sebagai anggota DPR RI dengan mengajak Sekretaris Menpora Wafid Muraham yang jadi tersangka korupsi meresmikan sarana olahraga di Pura Ponjok Batu, Desa Pakraman Pacung, Kecamatan Tejakula, Buleleng. "Kalau melaksanakan pemerintahan bersih seharusnya anggota DPR RI hanya mengawasi. Kenapa harus saudara Kostes ikut meresmikan?" tanya Sudikerta.
Koster pun langsung meladeni Sudikerta. Koster menegaskan, prasasti peresmian sarana olahraga diusulkan masyarakat setempat. Sarana olahraga tersebut dibangun dan dipakai lapangan parkir juga untuk umat Hindu, termasuk dari luar Bali yang tangkil sembahyang. "Bukan atas keinginan saya pribadi meresmikan. Tapi, itu atas keinginan masyarakat," tandas politisi PDIP asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang tak jauh dari Pura Ponjok Batu ini.
Ketegangan memuncak saat Cok Ace balik mempertanyakan isu reklamasi Teluk Benoa. "Pertanyaannya begini, bahwa tentang reklamasi, pada beberapa debat sebelumnya dan ketika Anda dapat rekomendasi, Anda sangat gencar bicara soal tolak reklamasi. Tapi, tahun 2012 ketika Anda masih menjadi Wakil Bupati Badung, secara hierarki hukum pusat mengeluarkan rekomendasi berdasarkan usulan dan izin daerah. Kenapa bisa sampai pusat mengeluarkan Perpres?" tanya Cok Ace. Menjawab hal itu, Sudikerta berkelit jika dia telah mengeluarkan surat rekomendasi reklamasi Teluk Benoa. Bahkan, dia justru menyalahkan Ketua DPRD Badung saat itu. "Saya pernah mengusulkan penataan Pulau Pudut yang mengalami abrasi plus penataan pesisir. Dari dua usulan saya itu hanya penataan Pantai Kedonganan. Tidak ada saya mengeluarkan rekomendasi (Teluk Benoa). Posisi kami menolak reklamasi," kilah Sudikerta.
Cok Ace kembali angkat bicara. Dia menegaskan, sebagai Ketua PHRI Bali dirinya sudah secara tegas mengirim surat pernyataan menolak reklamasi Teluk Benoa. Menurut Cok Ace, meski berkilah tak mengeluarkan rekomendasi reklamasi Teluk Benoa, namun istilah reklamasi justru keluar dari gagasan Sudikerta. Tak cukup sampai di sana, giliran Cagub Wayan Koster angkat bicara. Koster menunjukkan surat nomor 523/3193/Disnakanlut tertanggal 26 September 2012 perihal TOR Reklamasi Pantai Tanjung Benoa dan Pulau Pudut Kabupaten Badung yang ditandatangani oleh Ketut Sudikerta sebagai Plh Bupati Badung.
"Ada usulan berupa TOR reklamasi Tanjung Benoa dan Pulau Pudut tanggal 26 September 2012, Ketut Sudikerta sebagai Plh Bupati Badung. Bapak sesungguhnya inisiator reklamasi Teluk Benoa," sodok Koster. “Masyarakat Bali harus terbuka pikirannya dengan fakta ini," timpal Cok Ace.
Sebaliknya, Koster sempat melontarkan pernyataan bahwa ketika dirinya nanti menjadi Gubernur Bali dan Cok Ace menjadi Wakil Gubernur Bali, reklamasi Teluk Benoa tidak ada tempat di Bali. "Reklamasi Teluk Benoa tidak ada tempat di Bali," tegas Koster.
Sementara itu, seusai debat Cagub-Cawagub Bali tadi malam, Ketut Sudikerta langsung memberikan keterangan pers di Posko Apresiasi Sudikerta. Didampingi Sekretaris DPD I Golkar Bali Nyoman Sugawa Korry dan Tim Kuasa Hukum Mantra-Kerta, Sudikerta tunjukkan data Reklamasi Teluk Benoa.
Sudikerta mengatakan, pada 26 Desember 2012 saat menjadi Plh Bupati Badung, dirinya menandatangani TOR reklamasi Pantai Tanjung Benoa dan Pulau Pudut di Kecamatan Kuta Selatan. TOR itu diajukan kepada Kementerian Kelautan untuk penataan pulau-pulau kecil di Badung, dengan memohon anggaran melalui APBN. "Jadi, yang saya tandatangani itu bukan rekomendasi seperti yang disampaikan Cok Ace. Saya tandatangani itu TOR usulan anggaran ke kementerian untuk Pulau Pudut yang abrasi, bukan reklamasi Teluk Benoa. Kalau reklamasi Teluk Benoa, kami tegas menolaknya, " ujar Sudikerta.
Berbeda dengan rekomendasi yang ditandatangani Ketua DPRD Badung saat itu yakni Nyoman Giri Prasta (kini Bupati Badung). "Saat itu Ketua DPRD Badung Giri Prasta yang tandatangani rekomendasi untuk reklamasi Teluk Benoa. Rekomendasi reklamasi penataan Teluk Benoa itu di tengah laut. Dan rekomendasi yang ditandatangani Giri Prasta itu langsung menunjuk perusahaan atau pihak ketiga untuk kawasan wisata," ungkap Sudikerta. *nat
Ketika moderator Imam Priyono menyodorkan pertanyaan soal langkah apa yang akan dilakukan ketika berlaku UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Cagub Wayan Koster langsung melahapnya. Koster yang tahu betul soal UU Desa ketika duduk di DPR RI Dapil Bali, menegaskan desa adat harus diperkuat melalui Perda tentang Desa Pakraman. Koster juga menyebutkan desa adat dan desa dinas saling mendukung dan sinergi.
"Desa adat juga harus kuat secara ekonomi. Prajuru adat perlu diperkuat SDM-nya dengan memberikan hak kesejahteraan yang maksimal," ujar Ketua DPD PDIP Bali yang sempat tiga periode duduk di Komisi X DPR RI (membidangi masalah seni, adat, budaya, pariwisata, pendidikan, pemuda, olahraga, dan ekonomi kreatif) ini.
Sebaliknya, Cagub Rai Mantra menjawab dengan adanya UU Desa, posisi desa adat dan desa dinas tetap berdampingan dan sejalan. "Paling tepat berdampingan dan sejalan, tidak diutak-atik lagi. Perlu dilakukan penguatan produk hukum melindungi desa adat, " ujar Rai Mantra yang sudah 10 tahun menjabat Walikota Denpasar.
Suasana debat kembali memanas saat sesi lempar pertanyaan soal seni. Mantra-Kerta menyerang Cawagub Cok Ace saat menjabat sebagai Bupati Gianyar yang dianggap tidak bisa mengurus Pasar Seni Sukawati. Akibatnya, revitalisasi Pasar Seni Sukawati macet. "Pasar Seni Sukawati yang saudara Cok Ace rencanakan revitalisasinya sampai sekarang tidak terlaksana, " sodok Rai Mantra.
Diserang seperti itu, Cok Ace langsung membantah revitalisasi Pasar Sukawati disebut macet. Menurut Cok Ace, itu bukan gagal, namun terkendala lahan. "Kalau ada lahan, kami pasti siap lanjutkan revitalisasi dan upayakan pembangunannya, " tangkis tokoh pariwisata asal Puri Agung Ubud yang sempat menjadi Bupati Gianyar 2008-2013 ini.
Berikutnya, Cawagub Sudikerta menyerang Cagub Koster dengan mempertanyakan perannya Koster sebagai anggota DPR RI dengan mengajak Sekretaris Menpora Wafid Muraham yang jadi tersangka korupsi meresmikan sarana olahraga di Pura Ponjok Batu, Desa Pakraman Pacung, Kecamatan Tejakula, Buleleng. "Kalau melaksanakan pemerintahan bersih seharusnya anggota DPR RI hanya mengawasi. Kenapa harus saudara Kostes ikut meresmikan?" tanya Sudikerta.
Koster pun langsung meladeni Sudikerta. Koster menegaskan, prasasti peresmian sarana olahraga diusulkan masyarakat setempat. Sarana olahraga tersebut dibangun dan dipakai lapangan parkir juga untuk umat Hindu, termasuk dari luar Bali yang tangkil sembahyang. "Bukan atas keinginan saya pribadi meresmikan. Tapi, itu atas keinginan masyarakat," tandas politisi PDIP asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang tak jauh dari Pura Ponjok Batu ini.
Ketegangan memuncak saat Cok Ace balik mempertanyakan isu reklamasi Teluk Benoa. "Pertanyaannya begini, bahwa tentang reklamasi, pada beberapa debat sebelumnya dan ketika Anda dapat rekomendasi, Anda sangat gencar bicara soal tolak reklamasi. Tapi, tahun 2012 ketika Anda masih menjadi Wakil Bupati Badung, secara hierarki hukum pusat mengeluarkan rekomendasi berdasarkan usulan dan izin daerah. Kenapa bisa sampai pusat mengeluarkan Perpres?" tanya Cok Ace. Menjawab hal itu, Sudikerta berkelit jika dia telah mengeluarkan surat rekomendasi reklamasi Teluk Benoa. Bahkan, dia justru menyalahkan Ketua DPRD Badung saat itu. "Saya pernah mengusulkan penataan Pulau Pudut yang mengalami abrasi plus penataan pesisir. Dari dua usulan saya itu hanya penataan Pantai Kedonganan. Tidak ada saya mengeluarkan rekomendasi (Teluk Benoa). Posisi kami menolak reklamasi," kilah Sudikerta.
Cok Ace kembali angkat bicara. Dia menegaskan, sebagai Ketua PHRI Bali dirinya sudah secara tegas mengirim surat pernyataan menolak reklamasi Teluk Benoa. Menurut Cok Ace, meski berkilah tak mengeluarkan rekomendasi reklamasi Teluk Benoa, namun istilah reklamasi justru keluar dari gagasan Sudikerta. Tak cukup sampai di sana, giliran Cagub Wayan Koster angkat bicara. Koster menunjukkan surat nomor 523/3193/Disnakanlut tertanggal 26 September 2012 perihal TOR Reklamasi Pantai Tanjung Benoa dan Pulau Pudut Kabupaten Badung yang ditandatangani oleh Ketut Sudikerta sebagai Plh Bupati Badung.
"Ada usulan berupa TOR reklamasi Tanjung Benoa dan Pulau Pudut tanggal 26 September 2012, Ketut Sudikerta sebagai Plh Bupati Badung. Bapak sesungguhnya inisiator reklamasi Teluk Benoa," sodok Koster. “Masyarakat Bali harus terbuka pikirannya dengan fakta ini," timpal Cok Ace.
Sebaliknya, Koster sempat melontarkan pernyataan bahwa ketika dirinya nanti menjadi Gubernur Bali dan Cok Ace menjadi Wakil Gubernur Bali, reklamasi Teluk Benoa tidak ada tempat di Bali. "Reklamasi Teluk Benoa tidak ada tempat di Bali," tegas Koster.
Sementara itu, seusai debat Cagub-Cawagub Bali tadi malam, Ketut Sudikerta langsung memberikan keterangan pers di Posko Apresiasi Sudikerta. Didampingi Sekretaris DPD I Golkar Bali Nyoman Sugawa Korry dan Tim Kuasa Hukum Mantra-Kerta, Sudikerta tunjukkan data Reklamasi Teluk Benoa.
Sudikerta mengatakan, pada 26 Desember 2012 saat menjadi Plh Bupati Badung, dirinya menandatangani TOR reklamasi Pantai Tanjung Benoa dan Pulau Pudut di Kecamatan Kuta Selatan. TOR itu diajukan kepada Kementerian Kelautan untuk penataan pulau-pulau kecil di Badung, dengan memohon anggaran melalui APBN. "Jadi, yang saya tandatangani itu bukan rekomendasi seperti yang disampaikan Cok Ace. Saya tandatangani itu TOR usulan anggaran ke kementerian untuk Pulau Pudut yang abrasi, bukan reklamasi Teluk Benoa. Kalau reklamasi Teluk Benoa, kami tegas menolaknya, " ujar Sudikerta.
Berbeda dengan rekomendasi yang ditandatangani Ketua DPRD Badung saat itu yakni Nyoman Giri Prasta (kini Bupati Badung). "Saat itu Ketua DPRD Badung Giri Prasta yang tandatangani rekomendasi untuk reklamasi Teluk Benoa. Rekomendasi reklamasi penataan Teluk Benoa itu di tengah laut. Dan rekomendasi yang ditandatangani Giri Prasta itu langsung menunjuk perusahaan atau pihak ketiga untuk kawasan wisata," ungkap Sudikerta. *nat
1
2
Komentar