Angkutan Wisata dari Luar Bali Meresahkan
Komponen pariwisata Bali, di antaranya Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), Asita dan Perhimpunan Angkutan Wisata Bali (Pawiba) gerah.
DENPASAR, NusaBali
Pemicunya, praktik pramuwisata liar, hingga kendaraan yakni bus dari luar daerah (luar Bali) yang ditengarai banyak beroperasi untuk angkutan wisata di Bali.
Kondisi ini dinilai menyebabkan kondisi yang tidak sehat pada industri pariwisata Bali. Pasalnya bus–bus dari luar daerah tak saja sebatas menaikkan dan menurunkan penumpang dari/ke Bali, namun juga melayani tur wisata di Bali. “Bukan berarti tidak boleh masuk ke Bali. Namun operasional angkutan kan sudah diatur berdasarkan azas domisili,” kata Ketua Pawiba Bali I Nyoman Sudiarta.
Ditengarai angkutan luar daerah banyak disewa kalangan travel dengan sistem borongan. Tidak dalam hitungan harian. “Padahal kondisinya belum tentu lebih baik dari armada wisata lokal,” jelas Sudiarta.
Maraknya operasi angkutan wisata luar daerah, tentu saja berimbas pada angkutan wisata lokal di Bali seperti anggota Pawiba. Pasar angkutan lokal tergerus, sehingga mengarah persaingan tidak sehat. Hal itu terjadi banting-bantingan tarif.
Tarif angkutan luar daerah dipasang di bawah tarif angkutan wisata lokal. “Ini jelas merusak pasar,” ujarnya. Sudiarta mengatakan persoalan tersebut bukan soal perizinan, apakah angkutan luar daerah berizin atau tidak. “Kita tidak tahu hal itu. Yang kami sayangkan adalah marak dan beroperasi di sini (Bali),” tegas Sudiarta.
Senada dengan Sudiarta, Ketua DPD HPI Bali I Nyoman Nuarta menyatakan perlu penanganan dan usaha penertiban bersama komponen pariwisata di Bali menangani persoalan praktik bisnis pariwisata yang tidak sesuai dengan aturan atau ilegal. “Seperti soal praktik pramuwisata ilegal di sektor guiding yang merupakan persoalan klise,” ucap Nuarta.
Namun karena belum ada penanganan yang menyeluruh, tetap saja praktik pramuwisata ilegal terjadi. “Penanganan tidak bisa parsial oleh HPI saja. Namun juga bersama komponen lain, juga pemerintah tentunya,” kata Nuarta.
Terkait penanganan bersama tersebut, Nuarta mengatakan antara HPI, Asita dan Pawiba sudah sepakat untuk melakukan penertiban bersama. Tentu saja bersama pemerintah, apakah itu dari Pol PP dan Imigrasi. “ Nanti kami akan bahas lagi dengan bersama pemerintah,” ucap Nuarta.
Baik Nuarta dan Sudiarta, sepakat pariwisata jangan hanya mengejar kuantitas mengabaikan kualitas. “ Secara angka kunjungan tinggi, namun kualitas merosot kan tidak baik juga,” kata keduanya yang dihubungi terpisah. *k17
Pemicunya, praktik pramuwisata liar, hingga kendaraan yakni bus dari luar daerah (luar Bali) yang ditengarai banyak beroperasi untuk angkutan wisata di Bali.
Kondisi ini dinilai menyebabkan kondisi yang tidak sehat pada industri pariwisata Bali. Pasalnya bus–bus dari luar daerah tak saja sebatas menaikkan dan menurunkan penumpang dari/ke Bali, namun juga melayani tur wisata di Bali. “Bukan berarti tidak boleh masuk ke Bali. Namun operasional angkutan kan sudah diatur berdasarkan azas domisili,” kata Ketua Pawiba Bali I Nyoman Sudiarta.
Ditengarai angkutan luar daerah banyak disewa kalangan travel dengan sistem borongan. Tidak dalam hitungan harian. “Padahal kondisinya belum tentu lebih baik dari armada wisata lokal,” jelas Sudiarta.
Maraknya operasi angkutan wisata luar daerah, tentu saja berimbas pada angkutan wisata lokal di Bali seperti anggota Pawiba. Pasar angkutan lokal tergerus, sehingga mengarah persaingan tidak sehat. Hal itu terjadi banting-bantingan tarif.
Tarif angkutan luar daerah dipasang di bawah tarif angkutan wisata lokal. “Ini jelas merusak pasar,” ujarnya. Sudiarta mengatakan persoalan tersebut bukan soal perizinan, apakah angkutan luar daerah berizin atau tidak. “Kita tidak tahu hal itu. Yang kami sayangkan adalah marak dan beroperasi di sini (Bali),” tegas Sudiarta.
Senada dengan Sudiarta, Ketua DPD HPI Bali I Nyoman Nuarta menyatakan perlu penanganan dan usaha penertiban bersama komponen pariwisata di Bali menangani persoalan praktik bisnis pariwisata yang tidak sesuai dengan aturan atau ilegal. “Seperti soal praktik pramuwisata ilegal di sektor guiding yang merupakan persoalan klise,” ucap Nuarta.
Namun karena belum ada penanganan yang menyeluruh, tetap saja praktik pramuwisata ilegal terjadi. “Penanganan tidak bisa parsial oleh HPI saja. Namun juga bersama komponen lain, juga pemerintah tentunya,” kata Nuarta.
Terkait penanganan bersama tersebut, Nuarta mengatakan antara HPI, Asita dan Pawiba sudah sepakat untuk melakukan penertiban bersama. Tentu saja bersama pemerintah, apakah itu dari Pol PP dan Imigrasi. “ Nanti kami akan bahas lagi dengan bersama pemerintah,” ucap Nuarta.
Baik Nuarta dan Sudiarta, sepakat pariwisata jangan hanya mengejar kuantitas mengabaikan kualitas. “ Secara angka kunjungan tinggi, namun kualitas merosot kan tidak baik juga,” kata keduanya yang dihubungi terpisah. *k17
1
Komentar