Pepadi Kota Denpasar Ceritakan Sejarah Dalem Sidakarya
Persatuan Dalang Indonesia (Pepadi) Kota Denpasar mempersembahkan kisah Dalem Sidakarya dalam parade Wayang Kulit Babad di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40.
DENPASAR, NusaBali
Menampilkan dalang muda, mereka tampil di depan Gedung Kriya, Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Rabu (27/6) malam. “Kami mengisahkan tentang Dalem Sidakarya, agar generasi muda sekarang menganal apa itu topeng Sidakarya. Hal ini juga tidak lepas dari materi PKB yang menampilkan wayang kulit dengan cerita babad,” ujar Pembina dalang Pepadi Kota Denpasar, I Wayan Kembar.
Menurut babad yang ada di Bali, dikisahkan perjalanan Brahmana Keling dari Jawa menuju daerah Bali ingin bertemu dengan saudaranya yaitu Dalem Waturenggong. Setibanya Brahmana Keling di Bali, beliau kemudian menuju istana Ida Dalem yang berada di Gelgel. Tetapi dalam keadaan sepi karena semua abdi serta Ida Dalem Waturenggong sedang berada di Besakih untuk menyiapkan segala kelengkapan upacara, Brahmana Keling pun langsung menuju ke Pura Besakih.
Setibanya di Pura Besakih, beliau disapa oleh para pengayah dan langsung diusir karena beliau berpenampilan lusuh serta kumel. Para Mantri pun demikian, ikut mengusir Brahmana Keling agar meninggalkan Pura Besakih. Sepenggal beliau dari Besakih, Brahmana Keling itu mengutuk Karya Eka Dasa Ludra tidak akan berhasil. Akhirnya Brahmana Keling menuju arah barat daya bernama Bandana Negara.
Kutukan Brahmana Keling itu terjadi. Wabah menyebar dimana-mana, sarana upacara layu kering, begitu juga dengan hewan dan tumbuhan. Penduduk sakit terserang penyakit. Dalem Waturenggong menerima pawisik bahwa beliau telah berdosa mengusir saudaranya sendiri yang tidak berdosa dan menghinanya. Diperintahlah Kyayi Agung Patandakan, Arya Uaran, Arya Pungalasana, Arya Kebontubuh, untuk mencari Brahmana Keling. Mereka berhasil menemukan Brahmana Keling di pasramannya Bandana Negara.
Mereka menghaturkan sembah sujud sera mohon maaf sekaligus menceritakan tujuan kedatangan mereka kehadapan Brahmana Keling. Karena sifat dan perilakunya yang mulia, Brahmana Keling bersedia datang ke Besakih untuk menetralisir kembali keadaan. Dengan kekuatan batin beliau mengucapkan puja mantra, seketika semua petaka yang ada sirna. Atas jasa Brahmana Keling yang telah menyukseskan upacara tersebut, maka mulai saat itu Brahmana Keling bergelar Dalem Sidhakarya.
“Dalang babad ini termasuk langka. Sehingga kami termasuk cukup lama mempersiapkan ini. Sebab, untuk karakter wayangnya harus dibuat sendiri, termasuk gamelan yang mengiringi. Kira-kira empat bulan persiapan,” lanjut Kembar.
Kembar pun mengapresiasi parade wayang kulit yang menggunakan babad. Menurutnya, hal ini akan lebih mengenalkan sejarah kepada generasi muda, termasuk sejarah tentang kawitannya (trah atau leluhur. “Wayang babad dipentaskan supaya dikenal oleh generasi muda, termasuk mencari sejarah kawitan. Meski memang menemui beberapa kesulitan, seperti dalang tidak mengenal wayang, karena wayangnya berbeda. Selain itu, hal penting lainnya adalah menjiwai karakter wayang babad ini,” tandasnya. *ind
Menurut babad yang ada di Bali, dikisahkan perjalanan Brahmana Keling dari Jawa menuju daerah Bali ingin bertemu dengan saudaranya yaitu Dalem Waturenggong. Setibanya Brahmana Keling di Bali, beliau kemudian menuju istana Ida Dalem yang berada di Gelgel. Tetapi dalam keadaan sepi karena semua abdi serta Ida Dalem Waturenggong sedang berada di Besakih untuk menyiapkan segala kelengkapan upacara, Brahmana Keling pun langsung menuju ke Pura Besakih.
Setibanya di Pura Besakih, beliau disapa oleh para pengayah dan langsung diusir karena beliau berpenampilan lusuh serta kumel. Para Mantri pun demikian, ikut mengusir Brahmana Keling agar meninggalkan Pura Besakih. Sepenggal beliau dari Besakih, Brahmana Keling itu mengutuk Karya Eka Dasa Ludra tidak akan berhasil. Akhirnya Brahmana Keling menuju arah barat daya bernama Bandana Negara.
Kutukan Brahmana Keling itu terjadi. Wabah menyebar dimana-mana, sarana upacara layu kering, begitu juga dengan hewan dan tumbuhan. Penduduk sakit terserang penyakit. Dalem Waturenggong menerima pawisik bahwa beliau telah berdosa mengusir saudaranya sendiri yang tidak berdosa dan menghinanya. Diperintahlah Kyayi Agung Patandakan, Arya Uaran, Arya Pungalasana, Arya Kebontubuh, untuk mencari Brahmana Keling. Mereka berhasil menemukan Brahmana Keling di pasramannya Bandana Negara.
Mereka menghaturkan sembah sujud sera mohon maaf sekaligus menceritakan tujuan kedatangan mereka kehadapan Brahmana Keling. Karena sifat dan perilakunya yang mulia, Brahmana Keling bersedia datang ke Besakih untuk menetralisir kembali keadaan. Dengan kekuatan batin beliau mengucapkan puja mantra, seketika semua petaka yang ada sirna. Atas jasa Brahmana Keling yang telah menyukseskan upacara tersebut, maka mulai saat itu Brahmana Keling bergelar Dalem Sidhakarya.
“Dalang babad ini termasuk langka. Sehingga kami termasuk cukup lama mempersiapkan ini. Sebab, untuk karakter wayangnya harus dibuat sendiri, termasuk gamelan yang mengiringi. Kira-kira empat bulan persiapan,” lanjut Kembar.
Kembar pun mengapresiasi parade wayang kulit yang menggunakan babad. Menurutnya, hal ini akan lebih mengenalkan sejarah kepada generasi muda, termasuk sejarah tentang kawitannya (trah atau leluhur. “Wayang babad dipentaskan supaya dikenal oleh generasi muda, termasuk mencari sejarah kawitan. Meski memang menemui beberapa kesulitan, seperti dalang tidak mengenal wayang, karena wayangnya berbeda. Selain itu, hal penting lainnya adalah menjiwai karakter wayang babad ini,” tandasnya. *ind
Komentar