Mahasiswa Unud Protes
Pihak Unud meminta mahasiswa yang protes ini menyampaikan apa yang menjadi aspirasinya terkait SPI lewat dialog.
Pertama Kali Terapkan Dana SPI
DENPASAR, NusaBali
Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) atau uang sumbangan di luar Uang Kuliah Tunggal (UKT) khusus calon mahasiswa jalur mandiri yang bakal diterapkan Universitas Udayana (Unud) untuk pertama kalinya, menuai protes dari kalangan mahasiswa. Bahkan, baliho bertajuk ‘Kuliah di Unud Itu Berat, Mahal!’ tersebar di media sosial.
Diperkirakan, baliho tersebut dipasang di kawasan Rektorat Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Baliho tersebut berlatar belakang biru, berisi tulisan dan sebuah foto pemeran Dilan dan Milea dalam film ‘Dilan 1990’. Adapun tulisan tersebut berbunyi ; “Khusus calon mahasiswa baru jalur mandiri. Kuliah di Unud itu berat, mahal! Kamu gak akan kuat”
Kemudian tulisan tersebut disambung lagi dengan beberapa pernyataan. Antara pernyataan satu dengan lainnya disusun dengan perantara simbol anak panah “Hanya dapat membayar UKT 4 & 5, Harus membayar sumbangan pengembangan institusi (SPI) minimal 10-150 juta, tidak dapat beasiswa bidikmisi, tidak ada transparansi keuangan, UKT, apalagi SPI,” demikian lanjutan pernyataan dalam baliho tersebut. Di pojok kanan atas, tampak tertulis Pemerintahan Mahasiswa Universitas Udayana.
Seorang sumber yang dihubungi NusaBali membenarkan adanya pemasangan baliho tersebut, Jumat (29/6) pagi. Tidak hanya di Kampus Bukit Jimbaran, baliho tersebut juga dipasang di satu titik lainnya yakni Kampus Sudirman. “Baliho itu terpasang sejak pagi di Kampus Sudirman dan Kampus Bukit Jimbaran, namun berselang dua jam sudah dicabut oleh pihak universitas,” ungkap sumber yang enggan namanya disebut.
Wakil Rektor Bidang Akademik Unud, Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat (29/6) malam kemarin menilai wajar mahasiswa menyampaikan aspirasi. Pihaknya pun meminta tidak anarkis, dan dialog yang sehat. “Dimana-mana mahasiswa memang begitu, wajar menyampaikan aspirasi. Asal tidak anarkis, sepanjang dialognya sehat, kita akan diskusi. Tapi kalau sudah anarkis, mohon maaf, itu sudah lain konteksnya,” ungkapnya.
Dijelaskan, penerapan dana SPI telah melalui kajian akademik dan legalitas. Dana SPI bukan baru pertama dilakukan. Sejumlah universitas di Tanah Air sudah lebih dulu melakukan hal itu. Hanya saja Unud baru kali ini menerapkan hal tersebut. “Jika mereka (calon mahasiswa, red) pintar, tentu lulus SBMPTN dan SNMPTN. Tapi, ini jalur terakhir (mandiri), yang memungkinkan untuk dana SPI ini, dimana ada legalitas dan kajian akademiknya,” ujarnya.
Menurut Prof Antara, SPI bertujuan untuk perlengkapan sarana prasarana pendidikan. “Besar kecilnya ditentukan dekan. Karena SPI ini usulan-usulan dari fakultas. Jadi kewenangan para dekan yang menentukan berapa besarnya. Tidak semua prodi mengusulkan SPI, ada juga yang nol. Memang yang FK (Fakultas Kedokteran) karena peminatnya banyak, namun rasionya ketat, memang diharapkan sekitar itu (Rp 150 juta, red),” imbuhnya.
Lantas, apakah pihak rektorat akan bertemu untuk mendengarkan aspirasi mahasiswa? Prof Antara menyarankan agar mahasiswa bertemu dengannya dan menyampaikan apa yang menjadi aspirasinya terkait SPI. Dia mengaku akan menyediakan waktu selama empat jam. “Coba tanya BEM, coba ketemu dulu dengan WR 1, saya menyediakan waktu 4 jam,” tandasnya. *ind
DENPASAR, NusaBali
Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) atau uang sumbangan di luar Uang Kuliah Tunggal (UKT) khusus calon mahasiswa jalur mandiri yang bakal diterapkan Universitas Udayana (Unud) untuk pertama kalinya, menuai protes dari kalangan mahasiswa. Bahkan, baliho bertajuk ‘Kuliah di Unud Itu Berat, Mahal!’ tersebar di media sosial.
Diperkirakan, baliho tersebut dipasang di kawasan Rektorat Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Baliho tersebut berlatar belakang biru, berisi tulisan dan sebuah foto pemeran Dilan dan Milea dalam film ‘Dilan 1990’. Adapun tulisan tersebut berbunyi ; “Khusus calon mahasiswa baru jalur mandiri. Kuliah di Unud itu berat, mahal! Kamu gak akan kuat”
Kemudian tulisan tersebut disambung lagi dengan beberapa pernyataan. Antara pernyataan satu dengan lainnya disusun dengan perantara simbol anak panah “Hanya dapat membayar UKT 4 & 5, Harus membayar sumbangan pengembangan institusi (SPI) minimal 10-150 juta, tidak dapat beasiswa bidikmisi, tidak ada transparansi keuangan, UKT, apalagi SPI,” demikian lanjutan pernyataan dalam baliho tersebut. Di pojok kanan atas, tampak tertulis Pemerintahan Mahasiswa Universitas Udayana.
Seorang sumber yang dihubungi NusaBali membenarkan adanya pemasangan baliho tersebut, Jumat (29/6) pagi. Tidak hanya di Kampus Bukit Jimbaran, baliho tersebut juga dipasang di satu titik lainnya yakni Kampus Sudirman. “Baliho itu terpasang sejak pagi di Kampus Sudirman dan Kampus Bukit Jimbaran, namun berselang dua jam sudah dicabut oleh pihak universitas,” ungkap sumber yang enggan namanya disebut.
Wakil Rektor Bidang Akademik Unud, Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat (29/6) malam kemarin menilai wajar mahasiswa menyampaikan aspirasi. Pihaknya pun meminta tidak anarkis, dan dialog yang sehat. “Dimana-mana mahasiswa memang begitu, wajar menyampaikan aspirasi. Asal tidak anarkis, sepanjang dialognya sehat, kita akan diskusi. Tapi kalau sudah anarkis, mohon maaf, itu sudah lain konteksnya,” ungkapnya.
Dijelaskan, penerapan dana SPI telah melalui kajian akademik dan legalitas. Dana SPI bukan baru pertama dilakukan. Sejumlah universitas di Tanah Air sudah lebih dulu melakukan hal itu. Hanya saja Unud baru kali ini menerapkan hal tersebut. “Jika mereka (calon mahasiswa, red) pintar, tentu lulus SBMPTN dan SNMPTN. Tapi, ini jalur terakhir (mandiri), yang memungkinkan untuk dana SPI ini, dimana ada legalitas dan kajian akademiknya,” ujarnya.
Menurut Prof Antara, SPI bertujuan untuk perlengkapan sarana prasarana pendidikan. “Besar kecilnya ditentukan dekan. Karena SPI ini usulan-usulan dari fakultas. Jadi kewenangan para dekan yang menentukan berapa besarnya. Tidak semua prodi mengusulkan SPI, ada juga yang nol. Memang yang FK (Fakultas Kedokteran) karena peminatnya banyak, namun rasionya ketat, memang diharapkan sekitar itu (Rp 150 juta, red),” imbuhnya.
Lantas, apakah pihak rektorat akan bertemu untuk mendengarkan aspirasi mahasiswa? Prof Antara menyarankan agar mahasiswa bertemu dengannya dan menyampaikan apa yang menjadi aspirasinya terkait SPI. Dia mengaku akan menyediakan waktu selama empat jam. “Coba tanya BEM, coba ketemu dulu dengan WR 1, saya menyediakan waktu 4 jam,” tandasnya. *ind
1
Komentar