'Kami di Internal Keluarga Tak Mau Terkontaminasi Politik'
Cok Ibah sebagai Calon Bupati yang diusung Golkar, kalah di Pilkada Gianyar, semenyara Cok Ace selaku Calon Wakil Gubernur yang diusung PDIP sukses menangkan Pilgub Bali
Setelah Cok Ibah dan Cok Ace Raih Hasil Berbeda di Pilkada Serentak 2018
GIANYAR, NusaBali
Hasil berbeda ditorehkan dua tokoh dari Puri Agung Ubud (Gianyar), Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace dan Tjokorda Raka Kerthyasa alias Cok Ibah, dalam Pilkada serentak, 27 Juni 2018. Cok Ace sukses memenangkan Pilgub Bali 2018 dengan posisi sebagai Calon Wakil Gubernur (Cawagub), semen-tara Cok Ibah kalah tarung di Pilkada Gianyar 2018 dalam posisi sebagai Calon Bupati (Cabup). Cok Ibah akui Pilkada adalah pross demokrasi, di mana internal keluarga tak mau terkontaminasi oleh politik.
Dalam Pilgub Bali 2018, Cok Ace menjadi tandem Wayan Koster yang menempati poisisi Calon Gubernur (Cagub). Pasangan Koster-Cok Ace diusung PDIP-Hanura-PKPI-PAN-PKB-PPP. Mereka sukses mengalahkan pasangan IB Rai Dharmawija-ya Mantra-Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta), Cagub-Cawagub Bali yang diusung Golkar-Demokrat-Gerindra-NasDem-PKS-PBB.
Sedangkan Cok Ibah bertandem dengan Pande Istri Maharani Prima Dewi, Srikandi Demokrat yang mendempati posisi Calin Wakil Bupati (Cawabup), dalam Pilkada Gianyar 2018. Sayangnya, Cok Ibah-Pande Istri Maharai (Kertha Maha) dipe-cundangi pasangan Made Agus Mahayastra-AA Gde Mayun (Paket Aman), pasa-ngan Cabup-Cawabup Gianyar yang diusung PDIP-Hanura.
Dalam Pilkada Gianyar 2018, Kertha Maha hanya mendulang 94.666 suara (32,96 persen) versi hitung cepat KPU berbasis TPS. Sementara lawannya, Paket Aman, unggul dengan 192.533 suara (67,04 persen). Cok Ibah pun gagal mengikuti jejak para pendahulunya sesama tokoh Puri Agung Ubud, yang sempat terpilih menjadi Bupati Gianyar, seperti Tjokorda Raka Dherana (periode 1983-1988, 1988-1993), Tjokorda Gede Budi Suryawan alias CBS (periode 1993-1998, 1998-2003), hingga
Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace (2008-2013).
Bagi sameton Puri Agung Ubud, hasil bertolak belakang antara Cok Ace dan Cok Ibah ini tentunya tidak terlalu melegakan. Mereka inginya Cok Ave dan Cok Ibah sama-sama menang. Namun, proses demokrasi mengharuskan Cok Ace dan Cok Ibah harus berseberangan, karena mereka diusung parpol berbeda.
Menurut Cok Ace, sejak awal Cok Ibah menyatakan maju ke Pilkada Gianyar 2018 telah mengedepankan makna pertarungan sebagai bentuk demokrasi, bukan perso-alan menang kalah. Cok Ibah maju ke Pilkada Gianyar karena kehendak masyara-kat. “Akhirnya, Cok Ibah memenuhi aspirasi masyarakat,” ujar Cok Ace yang notabene mantan Bupati Gianyar 2008-2013 saat dihubungi NusaBali per telepon, Jumat (29/6) pagi.
Ditanya tentang perlunya paruman internal Puri Agung Ubud untuk evaluasi pasca Pilkada serentak 2018, menuru Cok Ace, hal itu tidak perlu. “Hanya kita perlu la-pang dada dan ketenangan untuk menganalisa secara jernih, sehingga tak ada beban karena Pilkada,” ujar Cok Ace yang hari itu tengah berada di Pura Semeru Agung Lumajang, Jawa Timur.
Cok Ace sendiri mengakui Cok Ibah adalah tokoh dan politisi yang sangat dewasa dalam menghadapi kedaan. “Pendangan beliau (Cok Ibah, Red) dalam politik juga sangat luas,” tandas tokoh pariwisata yang kini masih menjabat Ketua BPD PHRI Bali ini.
Sementara itu, Cok Ibah mengakui sejak awal ikut hajatan Pilkada Gianuar 2018, dirinya tidak ada kaitan politik dengan perjuangan suadaranya, Cok Ace, yang ma-ju tarung Pilgub Bali 2018 melalaui PDIP. Menurut Cok Ibah, persoalan politik Pil-kada juga tak ada hubungan dengan pasemetonann Puri Agung Ubud, banjar, atau desa adat.
Cok Ibah menyebutkan, paket calon dalam Pilkada ini digarap oleh partai dan pen-dukung. Cok Ibah adalah kader senior Golkar, yang mesti tunduk dengan induk partai. “Kami di internal keluarga tidak ingin terkontaminasi politik. Harapan me-mpersatukan sameton, jangan malah jadi benyah latig (berantakan),” jelas mantan anggota Fraksi Golkar DPRD Bali Dapil Gianyar dua kali periode yang kini men-jabat Bendesa Pakraman Ubud ini.
Cok Ibah menyatakan dirinya dan Tim Pemeangan Kertha Maha sudah berjuang maksimal di Pilkada Gianyar 2018. Diakuinya, banyak pihak yang bertanya, karena kekalahan Kertha Maha terjadi di banjar-banjar atau desa yang ada pura di mana selama ini Cok Ibah rajin ngayah. “Tapi, saya sejak awal saya sampaikan kepada masyarakat, saya tidak akan memanfaatkan ayah-ayahan saya itu untuk politik,” ujar Cok Ibah, yang rela meninggalkan kursi DPRD Bali 2014-2019 demi maju tarung ke Pilkada Gianyar 2018.
Menurut Cok Ibah, kekalahan mengejutkan Kertha Maha itu kemungkinan karena banyak faktor. Antara lain, lemahnya saksi saksi Kertha Maha di TPS. masyarakat belum memahami konsep perubahan pembangunan ke depan secara total di Gia-nyar sebagaimana visi misi Kertha Maha. Selain itu, sosialisasi paket calon juga perlu ditingkatkan. “Saat saya blusukan ke pasar-pasar, orang di pasar tidak tahu siapa calonnya. Jadi, sosialisasi perlu lebih gencar dari tim pemenangan atau dari KPU Gianyar,” tegas Cok Ibah. *lsa
GIANYAR, NusaBali
Hasil berbeda ditorehkan dua tokoh dari Puri Agung Ubud (Gianyar), Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace dan Tjokorda Raka Kerthyasa alias Cok Ibah, dalam Pilkada serentak, 27 Juni 2018. Cok Ace sukses memenangkan Pilgub Bali 2018 dengan posisi sebagai Calon Wakil Gubernur (Cawagub), semen-tara Cok Ibah kalah tarung di Pilkada Gianyar 2018 dalam posisi sebagai Calon Bupati (Cabup). Cok Ibah akui Pilkada adalah pross demokrasi, di mana internal keluarga tak mau terkontaminasi oleh politik.
Dalam Pilgub Bali 2018, Cok Ace menjadi tandem Wayan Koster yang menempati poisisi Calon Gubernur (Cagub). Pasangan Koster-Cok Ace diusung PDIP-Hanura-PKPI-PAN-PKB-PPP. Mereka sukses mengalahkan pasangan IB Rai Dharmawija-ya Mantra-Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta), Cagub-Cawagub Bali yang diusung Golkar-Demokrat-Gerindra-NasDem-PKS-PBB.
Sedangkan Cok Ibah bertandem dengan Pande Istri Maharani Prima Dewi, Srikandi Demokrat yang mendempati posisi Calin Wakil Bupati (Cawabup), dalam Pilkada Gianyar 2018. Sayangnya, Cok Ibah-Pande Istri Maharai (Kertha Maha) dipe-cundangi pasangan Made Agus Mahayastra-AA Gde Mayun (Paket Aman), pasa-ngan Cabup-Cawabup Gianyar yang diusung PDIP-Hanura.
Dalam Pilkada Gianyar 2018, Kertha Maha hanya mendulang 94.666 suara (32,96 persen) versi hitung cepat KPU berbasis TPS. Sementara lawannya, Paket Aman, unggul dengan 192.533 suara (67,04 persen). Cok Ibah pun gagal mengikuti jejak para pendahulunya sesama tokoh Puri Agung Ubud, yang sempat terpilih menjadi Bupati Gianyar, seperti Tjokorda Raka Dherana (periode 1983-1988, 1988-1993), Tjokorda Gede Budi Suryawan alias CBS (periode 1993-1998, 1998-2003), hingga
Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace (2008-2013).
Bagi sameton Puri Agung Ubud, hasil bertolak belakang antara Cok Ace dan Cok Ibah ini tentunya tidak terlalu melegakan. Mereka inginya Cok Ave dan Cok Ibah sama-sama menang. Namun, proses demokrasi mengharuskan Cok Ace dan Cok Ibah harus berseberangan, karena mereka diusung parpol berbeda.
Menurut Cok Ace, sejak awal Cok Ibah menyatakan maju ke Pilkada Gianyar 2018 telah mengedepankan makna pertarungan sebagai bentuk demokrasi, bukan perso-alan menang kalah. Cok Ibah maju ke Pilkada Gianyar karena kehendak masyara-kat. “Akhirnya, Cok Ibah memenuhi aspirasi masyarakat,” ujar Cok Ace yang notabene mantan Bupati Gianyar 2008-2013 saat dihubungi NusaBali per telepon, Jumat (29/6) pagi.
Ditanya tentang perlunya paruman internal Puri Agung Ubud untuk evaluasi pasca Pilkada serentak 2018, menuru Cok Ace, hal itu tidak perlu. “Hanya kita perlu la-pang dada dan ketenangan untuk menganalisa secara jernih, sehingga tak ada beban karena Pilkada,” ujar Cok Ace yang hari itu tengah berada di Pura Semeru Agung Lumajang, Jawa Timur.
Cok Ace sendiri mengakui Cok Ibah adalah tokoh dan politisi yang sangat dewasa dalam menghadapi kedaan. “Pendangan beliau (Cok Ibah, Red) dalam politik juga sangat luas,” tandas tokoh pariwisata yang kini masih menjabat Ketua BPD PHRI Bali ini.
Sementara itu, Cok Ibah mengakui sejak awal ikut hajatan Pilkada Gianuar 2018, dirinya tidak ada kaitan politik dengan perjuangan suadaranya, Cok Ace, yang ma-ju tarung Pilgub Bali 2018 melalaui PDIP. Menurut Cok Ibah, persoalan politik Pil-kada juga tak ada hubungan dengan pasemetonann Puri Agung Ubud, banjar, atau desa adat.
Cok Ibah menyebutkan, paket calon dalam Pilkada ini digarap oleh partai dan pen-dukung. Cok Ibah adalah kader senior Golkar, yang mesti tunduk dengan induk partai. “Kami di internal keluarga tidak ingin terkontaminasi politik. Harapan me-mpersatukan sameton, jangan malah jadi benyah latig (berantakan),” jelas mantan anggota Fraksi Golkar DPRD Bali Dapil Gianyar dua kali periode yang kini men-jabat Bendesa Pakraman Ubud ini.
Cok Ibah menyatakan dirinya dan Tim Pemeangan Kertha Maha sudah berjuang maksimal di Pilkada Gianyar 2018. Diakuinya, banyak pihak yang bertanya, karena kekalahan Kertha Maha terjadi di banjar-banjar atau desa yang ada pura di mana selama ini Cok Ibah rajin ngayah. “Tapi, saya sejak awal saya sampaikan kepada masyarakat, saya tidak akan memanfaatkan ayah-ayahan saya itu untuk politik,” ujar Cok Ibah, yang rela meninggalkan kursi DPRD Bali 2014-2019 demi maju tarung ke Pilkada Gianyar 2018.
Menurut Cok Ibah, kekalahan mengejutkan Kertha Maha itu kemungkinan karena banyak faktor. Antara lain, lemahnya saksi saksi Kertha Maha di TPS. masyarakat belum memahami konsep perubahan pembangunan ke depan secara total di Gia-nyar sebagaimana visi misi Kertha Maha. Selain itu, sosialisasi paket calon juga perlu ditingkatkan. “Saat saya blusukan ke pasar-pasar, orang di pasar tidak tahu siapa calonnya. Jadi, sosialisasi perlu lebih gencar dari tim pemenangan atau dari KPU Gianyar,” tegas Cok Ibah. *lsa
Komentar