Rentan Pungli, Desa Pakraman Didorong Buat Pararem
Penyusunan pararem yang dijadikan sebagai ‘dasar hukum’ harus lebih dulu menghadirkan seluruh stake holder, sehingga mendapatkan kesepakatan dan persetujuan yang jelas.
SINGARAJA, NusaBali
Gencarnya pemberantasan pungutan liar (pungli) saat ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi kekhawatiran tersendiri bagi desa pakraman. Sejumlah desa pakraman pun mulai berpikir dua kali melakukan pungutan meski diperuntukkan untuk urunan upacara atau pembangunan sarana prasana.
Untuk mencegah pungli, Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) pun menyarankan seluruh Desa Pakraman di Buleleng membuat pararem terkait pungutan yang dilakukan. Hal tersebut mencuat dalam sosialisasi penaganan kasus adat yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan, Buleleng, Senin (2/7) pagi di Puri Seni Sasana Budaya.
Seluruh prajuru desa pakraman dikumpulkan untuk mendapatkan pencerahan terkait penanganan kasus adat yang berpotensi tejadi selama ini. Dalam sosialissi yang diisi oleh Bagian Hukum Sekda Buleleng, Kesbangpol, Polres Buleleng, Kementerian Agama, PHDI dan MMDP, memang ditemukan kekhawatiran dari pihak desa pakraman.
Ketua MMDP Buleleng, Desa Putu Budarsa mengungkapkan, agar pungutan yang dilakukan Desa Pakraman baik dalam keperluan upacara maupun pembangunan sarana lainnya kepada krama desa termasuk pihak ketiga, yakni pengusaha di wilayah setempat diharapkan membuat pararem. Dalam penyusunan pararem itu juga disebut harus menghadirkan seluruh stake holder, sehingga mendapatkan kesepakatan dan persetujuan yang jelas.
“Kalau semua yang dilibatkan setuju, sepakat bisa tahu keinginan desa. Itulah yang nanti menjadi dasar hukum yang kuat dalam melaksanakan pungutan,” kata dia. Diakui Budarsa sejauh ini memang belum semua desa pakraman di Buleleng yang berjumlah 169 desa pakraman memiliki pararem tentang pungutan.
Meski selama ini jika ada pungutan untuk keperluan upacara dan pembangunan sudah sesuai dengan prosedur dan siapa pemungutnya sudah jelas. Hanya saja tindakan itu disebut masih lemah dan dapat mengundang tafsir lain jika tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Jika seluruhnya sudah diatur dalam pararem dapat berjalan terarah.
Sementara itu sejauh ini dari pengamatan yang dilakukan di Buleleng sendiri tidak ada kasus adat yang menonjol. Namun masih tetap berpotensi, seperti klaim kepemilikan tanah desa pakraman oleh priba. Pihaknya pun berharap dengan sosialisasi ini para prajuru adat yang bertugas dapat lebih memahami regulasi dan juga meminimalisir potensi terjadinya kasus adat di Buleleng.*k23
Gencarnya pemberantasan pungutan liar (pungli) saat ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi kekhawatiran tersendiri bagi desa pakraman. Sejumlah desa pakraman pun mulai berpikir dua kali melakukan pungutan meski diperuntukkan untuk urunan upacara atau pembangunan sarana prasana.
Untuk mencegah pungli, Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) pun menyarankan seluruh Desa Pakraman di Buleleng membuat pararem terkait pungutan yang dilakukan. Hal tersebut mencuat dalam sosialisasi penaganan kasus adat yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan, Buleleng, Senin (2/7) pagi di Puri Seni Sasana Budaya.
Seluruh prajuru desa pakraman dikumpulkan untuk mendapatkan pencerahan terkait penanganan kasus adat yang berpotensi tejadi selama ini. Dalam sosialissi yang diisi oleh Bagian Hukum Sekda Buleleng, Kesbangpol, Polres Buleleng, Kementerian Agama, PHDI dan MMDP, memang ditemukan kekhawatiran dari pihak desa pakraman.
Ketua MMDP Buleleng, Desa Putu Budarsa mengungkapkan, agar pungutan yang dilakukan Desa Pakraman baik dalam keperluan upacara maupun pembangunan sarana lainnya kepada krama desa termasuk pihak ketiga, yakni pengusaha di wilayah setempat diharapkan membuat pararem. Dalam penyusunan pararem itu juga disebut harus menghadirkan seluruh stake holder, sehingga mendapatkan kesepakatan dan persetujuan yang jelas.
“Kalau semua yang dilibatkan setuju, sepakat bisa tahu keinginan desa. Itulah yang nanti menjadi dasar hukum yang kuat dalam melaksanakan pungutan,” kata dia. Diakui Budarsa sejauh ini memang belum semua desa pakraman di Buleleng yang berjumlah 169 desa pakraman memiliki pararem tentang pungutan.
Meski selama ini jika ada pungutan untuk keperluan upacara dan pembangunan sudah sesuai dengan prosedur dan siapa pemungutnya sudah jelas. Hanya saja tindakan itu disebut masih lemah dan dapat mengundang tafsir lain jika tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Jika seluruhnya sudah diatur dalam pararem dapat berjalan terarah.
Sementara itu sejauh ini dari pengamatan yang dilakukan di Buleleng sendiri tidak ada kasus adat yang menonjol. Namun masih tetap berpotensi, seperti klaim kepemilikan tanah desa pakraman oleh priba. Pihaknya pun berharap dengan sosialisasi ini para prajuru adat yang bertugas dapat lebih memahami regulasi dan juga meminimalisir potensi terjadinya kasus adat di Buleleng.*k23
Komentar