Pragmen Tari 'Jnana Tapa'
Pragmen tari garapan I Gede Suda, S.Sn., guru Seni Budaya SMP Negeri 1 Abang ini dipentaskan di pelataran SMP Negeri 1 Abang pada acara pelepasan siswa kelas 9 tahun pelajaran 2017/2018.
Sekolah yang dinahkodai I Gusti Bagus Putra, S.Pd. ini mementaskan beraneka pentas seni dari para siswa. Namun, salah satu pagelaran yang menyedot perhatian hadirin adalah garapan seni pragmen tari ‘Jnana Tapa’.
Menurut I Gede Suda, S.Sn., Jnana berati ilmu pengetahuan, sedangkan Tapa artinya pencarian atau usaha. Jadi pragmen tari ‘Jnana Tapa’ memiliki arti berbagai usaha yang dilakukan para siswa, khususnya di SMP Negeri 1 Abang untuk meraih ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, adalah para siswa kelas 9 yang telah berhasil menamatkan proses belajarnya selama tiga tahun di SMP Negeri 1 Abang. Sebagai iringan tabuh, dipergunakan gamelan ‘Baleganjur’ oleh para siswa yang memilih ekstra tabuh di sekolah ini.
Adapun sinopsis cerita pragmen tari ‘Jnana Tapa’ tersebut, seperti berikut ini:
Pragmen tari ‘Jnana Tapa’ berkisah tentang perjalanan seorang siswa dalam mengenyam pendidikan, menuntaskan wajib belajar untuk meraih selembar ijazah. Diibaratkan seperti pertapaan Arjuna untuk mendapatkan sebuah senjata sakti, perjalanan ini tidaklah mudah. Usahanya penuh dengan godaan, tantangan, duri-duri perjuangan. Mulai dari kehadiran para bidadari cantik pilihan Dewa Indra yang menggoda Arjuna. Para bidadari itu, misalnya: Dewi Supraba, Dewi Nilotama, Dewi Tunjung Biru, Dewi Gagar Mayang, dan sebagainya.
Dengan jurus rayunannya yang menebar pesona, harum semerbak mewangi, mereka mempertontonkan pahanya yang putih mulus dan buah dadanya yang ranum, sambil melirik dan menggoda Arjuna, serta mencumbunya. Dewi Drupadi memanggil-manggil Arjuna agar cepat pulang, “Arjuna ... Arjuna ... Arjuna sayangku, pulanglah. Tempatmu bukan di pegunungan ini, tetapi Istana Astinapura. Tempat ini adalah sarang semut dan nyamuk”. Dewi Subadra mengadukan anak Arjuna, Abimayu sedang sakit. Namun, Arjuna yakin bahwa semua itu hanya ilusi semata yang bertujuan untuk menggagalkan tapanya.
Karena gagal menggoda dan menggagalkan pertapaan Arjuna, para bidadari akhirnya marah dan kembali ke Swarga Loka. Seketika itu pula, datanglah seekor babi hutan jelmaan raksasa ‘Momosimuka’ yang mengobrak-abrik tempat pertapaan Arjuna. Arjuna terjatuh, lalu mencari tempat pertapaan yang lainnya. Akan tetapi, babi hutan tersebut terus mengejar dan menerjang Arjuna. Akhirnya, emosi Arjuna turut terpancing dan mengambil busur dan membidikkan anak panahnya kepada babi hutan tersebut. Babi hutan jelmaan itu pun terkapar dan mati. Pada saat yang bersamaan, seorang pemburu yang bernama Kirata panahnya juga menembus babi hutan jelmaan itu. Jadinya, panah Arjuna dan Kirata menyatu di tubuh babi hutan tersebut.
Kirata lalu mengklaim bahwa ialah yang membunuh babi hutan tersebut, dan mengatakan bahwa Arjuna sebagai kesatria yang lemah. Arjuna tidak terima serta menantang pemburu itu untuk bertempur sehingga terjadilah ‘adu kanuragan’. Dalam pertempuran sengit tersebut Arjuna dibuat jatuh beberapa kali. Namun, Arjuna tidak putus asa. Dia menyadari bahwa inilah perjuangan yang harus dilalui. Inilah tantangannya. Akan tetapi, Arjuna heran dengan kesaktian pemburu tersebut. dengan sekuat tenaga, Arjuna menerjang pemburu tersebut, seketika itu pula Kirata melompat bagaikan angin tornado yang berputar naik. Lalu, Arjuna menghampiri serta menyembah-Nya, karena Arjuna sadar hanya Dewa Siwa yang memiliki kesaktian seperti itu. Dan benar saja, pemburu Kirata tiada lain adalah Dewa Siwa yang turun untuk menganugrahi Arjuna senjata sakti yang bernama ‘Panah Pasupati Winimba Sara’.
Demikianlah perjalanan Arjuna untuk meraih cita-cita untuk mendapatkan panah sakti, yang diibaratkan sama dengan perjuangan para siswa dalam perjuangan menempuh pendidikan untuk meraih cita-citanya selama tiga tahun di sekolah.
Penulis : I Wayan Kerti
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar