Hari Terakhir Sebelum Meninggal Katakan Akan Pamit
Pelestari terumbu karang dan pendiri Yayasan Karang Lestari di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, I Gusti Agung Prana, tutup usia pada Jumat (6/7) sekitar pukul 23.00 Wita.
I Gusti Agung Prana, Tokoh Pariwisata dan Pelestari Terumbu Karang Tutup Usia
TABANAN, NusaBali
Tokoh pariwisata yang menyabet berbagai jenis penghargaan ini sempat dirawat di Wings Amerta RSUP Sanglah Denpasar karena menderita diabetes dan kanker getah bening. Tanda akan berpulang sudah dirasakan pihak keluarga. Karena sebelum meninggal Gung Prana, sapaan akrabnya, sempat mengatakan akan pamit kepada kedua anaknya.
Kini jenazah Gung Prana disemayamkan di rumah duka Jero Gede Bakungan Banjar Umabian, Desa Peken Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan. Upacara palebon akan berlangsung pada Saniscara Paing Merakih, Sabtu (21/7).
Menurut anak kedua Gung Prana, I Gusti Agung Bagus Mantra, 44, ayahnya sempat mendapatkan perawatan di Wings Amerta RSUP Sanglah Denpasar selama tiga hari karena diabetes. Di samping itu juga menderita kanker getah bening yang sudah dideritanya sejak tahun 2009.
“Kanker sudah pernah terdeteksi hilang, mungkin karena usia tumbuh lagi. Kalau penyakit diabetes sudah diderita sejak tahun 2002,” tuturnya, Minggu (8/7).
“Selama sakit ayah tinggal dengan kami di Sanur (Denpasar Selatan). Kalau sedang sehat sering tinggal di Tabanan dan di Pemuteran,” imbuh Gus Mantra, sapaan akrabnya.
Mengenai dudonan upacara Gus Mantra mengatakan upacara nyiramin dilakukan pada Wrespati Pon Klurut, Kamis (12/7). Kemudian upacara palebon dilakukan pada Saniscara Paing Merakih, Sabtu (21/7) mendatang di Setra Banjar Umabian, Desa Peken Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan. “Di hari nyiramin 12 Juli itu, tepat hari ulang tahun aji tiyang,” ujarnya.
Menurutnya, ayahnya tipe orang yang sangat terbuka dalam memberikan ilmu. Biasanya ilmu itu disampaikan lewat undangan seminar yang diberikan sebagai pelaku pariwisata. Ayahnya juga sosok yang fokus dalam merealisasikan konsep yang telah dirancang. “Bapak selalu menanamkan pada kami dan kolega, bagaimana pariwisata menjadi sebuah alat utama untuk konservasi budaya dan lingkungan,” beber Gus Mantra.
Cita-cita sang ayah adalah ingin menyempurnakan destinasi Pemuteran terutama dari infrastruktur. Apalagi masyarakat setempat sekarang sangat konsen menjaga terumbu karang. “Cita-cita besar bapak memang ingin menyempurnakan terus infrastruktur Pemuteran, sehingga menjadi museum pariwisata pemberdayaan masyarakat,” beber Gus Mantra.
Hal senada juga disampaikan oleh anak pertama Gung Prana, I Gusti Agung Desi Pertiwi. Sang ayah sosok yang cerdas namun kurang peduli dengan kesehatan sendiri. Jika tubuhnya fit maka aktivitas bolak balik Buleleng-Denpasar setiap hari terus dilakoni. “Orangnya tidak mau diam, kalau sudah fit susah untuk dikejar,” jelasnya.
Tanda ayahnya akan berpulang sudah diketahui karena hari terakhir sebelum meninggal sempat katakan akan pergi. “Sama saya sempat katakan akan pergi, dan sama adik saya juga mengatakan, ‘aji akan pamit’,” kata Gung Desi.
Gung Prana meninggalkan istri tercinta, I Gusti Ayu Arini, dan tiga orang anaknya, I Gusti Agung Desi Pertiwi, I Gusti Agung Agus Mantra, dan I Gusti Agung Ngurah Kertiasa, serta 10 orang cucu.
Untuk diketahui perkembangan Desa Pemuteran tidak terlepas dari peran I Gusti Agung Prana. Dulu kondisi di sana sangat kering dan kurang tertata. Banyak nelayan yang menangkap ikan dengan cara dibom sehingga merusak terumbu karang. Karena merasa prihatin Gung Prana ingin memperbaiki keadaan tersebut.
Namun perjalanan untuk memperbaiki itu sangat sulit dilakukan. Banyak warga yang menentang saran yang disampaikan Gung Prana. Akhirnya setelah berkoordinasi, masyarakat mulai mendengarkan. Lalu Gung Prana mengundang para ilmuwan untuk mengujicoba penanaman terumbu karang dengan metode biorock. Berkat metode ini hektaran terumbu karang terselamatkan.
Kini Desa Pemuteran merupakan daftar destinasi terbaik di seluruh dunia. Berkat inilah berbagai penghargaan didapatkan Gung Prana. Meskipun dia dulu sempat bersekolah di Akademi Pariwisata hanya dua semester saja.
Penghargaan yang diraih, antara lain Liputan 6 Awards 2017, The Equator Prize dan UNDP Special Award yang diserahkan di Rio de Janeiro Brasil tahun 2012. Selanjutnya Tri Hita Karana Award untuk Yayasan Karang Lestari tahun 2011, dan yang teranyar penghargaan Tourism for Tomorrow Awards 2018. *d
1
Komentar