Belasan Tyto Alba Predator Tikus Kembali Dilepas
Kelompok konservasi burung hantu TUUT (Tyto Alba Uma Wali untuk Tani) kembali melepas sebanyak 15 ekor Tyto Alba di Subak Merta Tempek Soka Candi termasuk wilayah Banjar Soka, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan pada Senin (9/7).
TABANAN, NusaBali
Pelepasan Tyto Alba (burung hantu) yang keempat kalinya ini, selain untuk melestarikan populasi yang kini kian punah, juga dijadikan sebagai predator alami membasmi tikus untuk membantu petani supaya tidak gagal panen. Usia Tyto Alba yang dilepas ke alam liar kisaran 5 – 8 bulan.
Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Badan Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Bali I Nyoman Swastika, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tabanan Anak Agung Raka Icwara, Kapolsek Penebel, Danramil Penebel, krama subak, dan perangkat Desa Senganan yang diajak bekerjasama oleh kelompok TUUT dari Banjar Pagi, Desa Senganan, Kecamatan Penebel.
Ketua Konservasi Burung Hantu I Made Jonita mengatakan 15 ekor burung hantu yang dilepas usianya sudah 5 – 8 bulan. Awalnya didapat dari masing-masing rubuha (rumah burung hantu) yang ada di sekitaran Desa Senangan, kemudian diambil untuk dikonservasi, dilatih, dan diajarkan memakan tikus. “Jadi ketika Tyto Alba sudah beranak kami ambil dan kandangkan di tempat konservasi,” ujarnya.
Kata dia tujuan utama dilepasnya burung hantu ini untuk membantu para petani khususnya di areal Subak Merta Tempek Soka Candi dalam membasmi tikus. Karena Tyto Alba adalah predator alami dan sangat efektif untuk menekan keberadaan hama tikus. Sebab satu pasang Tyto Alba bisa membasmi hama tikus dengan luas sawah 10 hektare.
“Kami membuktikan di Banjar Pagi awalnya padi petani dirusak tikus bahkan sampai 10 persen mendapatkan hasil padi. Dalam hitungan empat bulan hasil panen meningkat menjadi 80 persen,” bebernya.
Dia mengakui dipilihnya Subak Merta Tempek Soka Candi sebagai lokasi pelepasan, karena tempatnya di hulu dan berbatasan langsung dengan hutan sehingga akan lebih mudah lagi menyebar ke desa lain. Seperti Desa Jatiluwih, Babahan, dan Desa Wangaya. “Harapan kami mudah-mudahan dengan dilepasnya Tyto Alba hama tikus akan lebih terkendali, para petani tidak lagi mengalami gagal panen,” kata Jonita.
Selama ini Jonita mengakui permasalahan paling utama dalam konservasi Tyto Alba adalah menyiapkan pakan. Karena sekarang populasi tikus sudah sedikit, di samping tidak ada yang menjual. “Sangat susah sekarang cari tikus sawah, namun kami tetapi berusaha mencari,” tegas Jonita.
Sementara itu Kepala Badan Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Bali I Nyoman Suastika, menerangkan serangan tikus memang satu dari lima hama yang mengganggu tanaman padi, dan memicu kegagalan panen. Oleh karena itu petani memang harus merancang konsep secara terpadu, salah satunya dengan konservasi Tyto Alba ini. “Apalagi kelompok Uma Wali TUUT Ini sekarang sudah merupakan ahli dalam konservasi, kami harapkan di desa lain luar Tabanan melakukan hal sama,” jelasnya.
Terkait dukungan pemerintah, dia mengatakan berbagai upaya dilakukan bersama dengan Uma Wali TUUT. Terutama sudah sering berkoordinasi, pembinaan, memberikan motivasi selaku penangkar tentang teknik budidaya Tyto Alba. “Terutama sudah memfasilitasi beberapa rubuha sebagai sarang untuk Tyto Alba beranak,” tandas Suastika. *d
Pelepasan Tyto Alba (burung hantu) yang keempat kalinya ini, selain untuk melestarikan populasi yang kini kian punah, juga dijadikan sebagai predator alami membasmi tikus untuk membantu petani supaya tidak gagal panen. Usia Tyto Alba yang dilepas ke alam liar kisaran 5 – 8 bulan.
Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Badan Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Bali I Nyoman Swastika, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tabanan Anak Agung Raka Icwara, Kapolsek Penebel, Danramil Penebel, krama subak, dan perangkat Desa Senganan yang diajak bekerjasama oleh kelompok TUUT dari Banjar Pagi, Desa Senganan, Kecamatan Penebel.
Ketua Konservasi Burung Hantu I Made Jonita mengatakan 15 ekor burung hantu yang dilepas usianya sudah 5 – 8 bulan. Awalnya didapat dari masing-masing rubuha (rumah burung hantu) yang ada di sekitaran Desa Senangan, kemudian diambil untuk dikonservasi, dilatih, dan diajarkan memakan tikus. “Jadi ketika Tyto Alba sudah beranak kami ambil dan kandangkan di tempat konservasi,” ujarnya.
Kata dia tujuan utama dilepasnya burung hantu ini untuk membantu para petani khususnya di areal Subak Merta Tempek Soka Candi dalam membasmi tikus. Karena Tyto Alba adalah predator alami dan sangat efektif untuk menekan keberadaan hama tikus. Sebab satu pasang Tyto Alba bisa membasmi hama tikus dengan luas sawah 10 hektare.
“Kami membuktikan di Banjar Pagi awalnya padi petani dirusak tikus bahkan sampai 10 persen mendapatkan hasil padi. Dalam hitungan empat bulan hasil panen meningkat menjadi 80 persen,” bebernya.
Dia mengakui dipilihnya Subak Merta Tempek Soka Candi sebagai lokasi pelepasan, karena tempatnya di hulu dan berbatasan langsung dengan hutan sehingga akan lebih mudah lagi menyebar ke desa lain. Seperti Desa Jatiluwih, Babahan, dan Desa Wangaya. “Harapan kami mudah-mudahan dengan dilepasnya Tyto Alba hama tikus akan lebih terkendali, para petani tidak lagi mengalami gagal panen,” kata Jonita.
Selama ini Jonita mengakui permasalahan paling utama dalam konservasi Tyto Alba adalah menyiapkan pakan. Karena sekarang populasi tikus sudah sedikit, di samping tidak ada yang menjual. “Sangat susah sekarang cari tikus sawah, namun kami tetapi berusaha mencari,” tegas Jonita.
Sementara itu Kepala Badan Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Bali I Nyoman Suastika, menerangkan serangan tikus memang satu dari lima hama yang mengganggu tanaman padi, dan memicu kegagalan panen. Oleh karena itu petani memang harus merancang konsep secara terpadu, salah satunya dengan konservasi Tyto Alba ini. “Apalagi kelompok Uma Wali TUUT Ini sekarang sudah merupakan ahli dalam konservasi, kami harapkan di desa lain luar Tabanan melakukan hal sama,” jelasnya.
Terkait dukungan pemerintah, dia mengatakan berbagai upaya dilakukan bersama dengan Uma Wali TUUT. Terutama sudah sering berkoordinasi, pembinaan, memberikan motivasi selaku penangkar tentang teknik budidaya Tyto Alba. “Terutama sudah memfasilitasi beberapa rubuha sebagai sarang untuk Tyto Alba beranak,” tandas Suastika. *d
1
Komentar