Mahima Siap Tampilkan Teater '11 Ibu, 11 Kisah'
Sebanyak 11 ibu dari berbagai latar belakang dan pekerjaan akan ikut andil dalam pementasan teater yang digalang oleh Komunitas Mahima.
SINGARAJA, NusaBali
Sebelas ibu yang terpilih akan membawakan teater monolog terkait dengan perjuangannya sebagai seorang ibu. Sebelas kisah yang akan dibawahan oleh 11 ibu akan dipentaskan secara maraton mulai akhir Juli hingga Desember mendatang.
Ketua Komunitas Mahima, Kadek Sonia Piscayanti, Minggu (15/7) kemarin menjelaskan, teater ‘11 Ibu 11 Kisah’ ini sebelumnya memang merupakan idenya yang diajukan dalam seleksi hibah Ford Foundation, yang diberikan melalui cipta media ekspresi. Usulan sastrawati asal Buleleng ini pun terpilih diantara puluhan karya kreatif sastrawan Indonesia.
Dalam pementasannya Sonia menjelaskan sebelas ibu akan tampil menyajikan bentuk baru teater, yakni jenis dokumeter. “Teater ini nantinya diniatkan menjadi sebuah teater yang menunjukkan realitas ibu-ibu yang terlibat, dari berbagai latar belakang dan pekerjaan yang mereka perjuangkan selama ini,” kata dia.
Dalam pementasan teater yang merangkum kisah dan perjuangan mereka juga akan dibawakan di rumah mereka sendiri, untuk membangun chemistry dan pendalaman peran. Dalam naskah teater yang dibawakan disebut Sonia bergelut soal perjuangan mereka untuk tetap bisa mandiri, baik secara ekonomi, kemudian berdaya secara sosial. Karena menurut Sonia, kisah hidup yang dimiliki oleh 11 ibu ini sangat dramatis, yang penuh dengan perjuangan untuk keluarga.
Menurutnya yang juga dosen Bahasa Inggris Undiksha Singaraja ini mengaku sangat tertantang menggarap proyek ini. Selain karena belum pernah berhadapan langsung dan menggarap teater dokementer, ada sejumlah hambatan untuk mencapai sukses dalam pementasan nanti.
Teater yang dibawakan 11 ibu dari kisahnya sendiri, menurutnya memiliki kelemahan akan cepat terharu dan cenderung mengarah ke subjektivitas. Tantangan lain yang dialaminya, adalah penguasaan peran dalam panggung. Maklum saja, tak semua ibu, pernah berperan sebagai aktor. “Jadi tantangannya, karena tokoh dalam cerita itu sendiri, mereka pasti nangis, karena itu mereka banget, selain juga masalah peng-handle-an perbedaan level penangkapan mereka dari pendidikan yang bervariasi. Bagi yang puluhan tahun tak memegang kertas, mereka pasti kaku,” imbuhnya.
Sementara itu sebelum dipentaskan, latihan 11 ibu 11 kisah juga sudah sempat disambangi oleh tutor Naomi Srikandi Rendra, belum lama ini. Dalam arahannyaNaomi memang menggarisbawahi tantangan teater ini yang tidak berjarak. Sehingga terkesan awal sebagai media curhat yang harus dipoles kembali untuk menjadi naskah teater.
Sonia pun mengaku proyek itu memiliki misi membuat teater sebagai ruang alternatif bertemu sesama perempuan dan ruang dengar perempuan. Pihaknya pun mengaku selanjutnya akan membuat komunitas 11 ibu ini menjadi ruang dengar perempuan, atau berbagi melalui teater.
Adapun sebelas ibu yang akan memerankan kisahnya sendiri yakni Erna Dewi, seorang pembaca tarot; Wati si tukang bangunan; Sukarni penyandang disabilitas tuna rungu-wicara/PRT; Desak Putu Astini, guru; Prof Dr Putu Kerti Nitiasih, dosen dan guru besar pendidikan; Sumarni Astute atau Tuti Dirgha, Kepsek SD dan penulis puisi; Cening Liyadi, PNS di Dinas Kebudayaan sekaligus seniman tari dan pemilik lembaga sosial perempuan; Yanti Pusparini alias Diah Mode; Desainer, Hermawati, pemilik lembaga kursus kecantikan perempuan berdarah Tionghoa; Tini Wahyuni, perupa dan spiritualis dokter; dan Ketut Simpen, bidan senior. *k23
Sebelas ibu yang terpilih akan membawakan teater monolog terkait dengan perjuangannya sebagai seorang ibu. Sebelas kisah yang akan dibawahan oleh 11 ibu akan dipentaskan secara maraton mulai akhir Juli hingga Desember mendatang.
Ketua Komunitas Mahima, Kadek Sonia Piscayanti, Minggu (15/7) kemarin menjelaskan, teater ‘11 Ibu 11 Kisah’ ini sebelumnya memang merupakan idenya yang diajukan dalam seleksi hibah Ford Foundation, yang diberikan melalui cipta media ekspresi. Usulan sastrawati asal Buleleng ini pun terpilih diantara puluhan karya kreatif sastrawan Indonesia.
Dalam pementasannya Sonia menjelaskan sebelas ibu akan tampil menyajikan bentuk baru teater, yakni jenis dokumeter. “Teater ini nantinya diniatkan menjadi sebuah teater yang menunjukkan realitas ibu-ibu yang terlibat, dari berbagai latar belakang dan pekerjaan yang mereka perjuangkan selama ini,” kata dia.
Dalam pementasan teater yang merangkum kisah dan perjuangan mereka juga akan dibawakan di rumah mereka sendiri, untuk membangun chemistry dan pendalaman peran. Dalam naskah teater yang dibawakan disebut Sonia bergelut soal perjuangan mereka untuk tetap bisa mandiri, baik secara ekonomi, kemudian berdaya secara sosial. Karena menurut Sonia, kisah hidup yang dimiliki oleh 11 ibu ini sangat dramatis, yang penuh dengan perjuangan untuk keluarga.
Menurutnya yang juga dosen Bahasa Inggris Undiksha Singaraja ini mengaku sangat tertantang menggarap proyek ini. Selain karena belum pernah berhadapan langsung dan menggarap teater dokementer, ada sejumlah hambatan untuk mencapai sukses dalam pementasan nanti.
Teater yang dibawakan 11 ibu dari kisahnya sendiri, menurutnya memiliki kelemahan akan cepat terharu dan cenderung mengarah ke subjektivitas. Tantangan lain yang dialaminya, adalah penguasaan peran dalam panggung. Maklum saja, tak semua ibu, pernah berperan sebagai aktor. “Jadi tantangannya, karena tokoh dalam cerita itu sendiri, mereka pasti nangis, karena itu mereka banget, selain juga masalah peng-handle-an perbedaan level penangkapan mereka dari pendidikan yang bervariasi. Bagi yang puluhan tahun tak memegang kertas, mereka pasti kaku,” imbuhnya.
Sementara itu sebelum dipentaskan, latihan 11 ibu 11 kisah juga sudah sempat disambangi oleh tutor Naomi Srikandi Rendra, belum lama ini. Dalam arahannyaNaomi memang menggarisbawahi tantangan teater ini yang tidak berjarak. Sehingga terkesan awal sebagai media curhat yang harus dipoles kembali untuk menjadi naskah teater.
Sonia pun mengaku proyek itu memiliki misi membuat teater sebagai ruang alternatif bertemu sesama perempuan dan ruang dengar perempuan. Pihaknya pun mengaku selanjutnya akan membuat komunitas 11 ibu ini menjadi ruang dengar perempuan, atau berbagi melalui teater.
Adapun sebelas ibu yang akan memerankan kisahnya sendiri yakni Erna Dewi, seorang pembaca tarot; Wati si tukang bangunan; Sukarni penyandang disabilitas tuna rungu-wicara/PRT; Desak Putu Astini, guru; Prof Dr Putu Kerti Nitiasih, dosen dan guru besar pendidikan; Sumarni Astute atau Tuti Dirgha, Kepsek SD dan penulis puisi; Cening Liyadi, PNS di Dinas Kebudayaan sekaligus seniman tari dan pemilik lembaga sosial perempuan; Yanti Pusparini alias Diah Mode; Desainer, Hermawati, pemilik lembaga kursus kecantikan perempuan berdarah Tionghoa; Tini Wahyuni, perupa dan spiritualis dokter; dan Ketut Simpen, bidan senior. *k23
Komentar