Sesolahan Panghider, Wujud Persembahan Kepada Sang Hyang Taksu Agung
“Pawayanganne mangigel mangigel saling tanjekin, tindak tanduk den tanjekin menajekin munyin kempur”.
DENPASAR, NusaBali
Lantunan kidung ini mengiringi pementasan Pasraman Prabha Budaya, Banjar Lumintang, Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar di Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya-Art Center, Minggu (15/7) sore. Mereka membawakan pertunjukan Kesenian Klasik dan Kreasi Sesolahan Panghider untuk mengisi pekan terakhir Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40.
Lantunan kidung itu memiliki makna khusus. Konon, menurut Koordinator pementasan, Ngurah Bagus Supartama, lantunan itu sebagai pengikat tari Baris Wayang dan Legong Pangider. Sesolahan Panghider sendiri merupakan karya sebagai wujud persembahan kepada Hyang Taksu Agung.
“Bentuk pementasannya ini terkonsep pada nilai konsekrasi ‘Panghider’, yang bermakna pangruwatan. Sesolahan Panghider ini melibatkan semua penari dan penabuh yang berjumlah 60 orang,” ujarnya.
Ada tari Baris Wayang dan Legong Pangider yang terselip dalam pementasan Sesolahan Panghider. Itulah yang membuat semangat pada penari dan penabuh untuk melestarikannya. Konon, tari Baris Wayang sudah hampir punah. “Kami berharap bisa tampil semaksimal mungkin. Yang lebih penting lagi, generasi muda bisa termotivasi untuk mempertahakan budaya Bali, agar tidak punah karena perkembangan zaman,” harapnya.
Tidak hanya Sesolahan Panghider, Pasraman Prabha Budaya, Banjar Lumintang, Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar juga menampilkan kesenian lainnya. Ada tabuh Sumambang Bali. Tabuh yang merupakan tabuh klasik tentang keindahan dan keharuman bunga atau kembang Bali. Kekhasan bunga ini memberikan rangsangan kontemplasi bagi pengrawit Bali hingga tercipta tabuh Sumambang Bali, dengan menggunakan konsep Tri Angga yakni Kawitan, Pengawak, dan Pengecet.
Setelah itu dilanjutkan dengan Tari Jauk Longor yang menggambarkan raja raksasa yang agung. Dalam ruang gerak internal dan eksternalnya ditekankan pada gerakan jari tangan gegirahan. Gegirahan itu sendiri mengandung makna Denawa Wregsa. Sesolahan Panghider sendiri ditampilkan paling terakhir. *ind
Lantunan kidung ini mengiringi pementasan Pasraman Prabha Budaya, Banjar Lumintang, Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar di Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya-Art Center, Minggu (15/7) sore. Mereka membawakan pertunjukan Kesenian Klasik dan Kreasi Sesolahan Panghider untuk mengisi pekan terakhir Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40.
Lantunan kidung itu memiliki makna khusus. Konon, menurut Koordinator pementasan, Ngurah Bagus Supartama, lantunan itu sebagai pengikat tari Baris Wayang dan Legong Pangider. Sesolahan Panghider sendiri merupakan karya sebagai wujud persembahan kepada Hyang Taksu Agung.
“Bentuk pementasannya ini terkonsep pada nilai konsekrasi ‘Panghider’, yang bermakna pangruwatan. Sesolahan Panghider ini melibatkan semua penari dan penabuh yang berjumlah 60 orang,” ujarnya.
Ada tari Baris Wayang dan Legong Pangider yang terselip dalam pementasan Sesolahan Panghider. Itulah yang membuat semangat pada penari dan penabuh untuk melestarikannya. Konon, tari Baris Wayang sudah hampir punah. “Kami berharap bisa tampil semaksimal mungkin. Yang lebih penting lagi, generasi muda bisa termotivasi untuk mempertahakan budaya Bali, agar tidak punah karena perkembangan zaman,” harapnya.
Tidak hanya Sesolahan Panghider, Pasraman Prabha Budaya, Banjar Lumintang, Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar juga menampilkan kesenian lainnya. Ada tabuh Sumambang Bali. Tabuh yang merupakan tabuh klasik tentang keindahan dan keharuman bunga atau kembang Bali. Kekhasan bunga ini memberikan rangsangan kontemplasi bagi pengrawit Bali hingga tercipta tabuh Sumambang Bali, dengan menggunakan konsep Tri Angga yakni Kawitan, Pengawak, dan Pengecet.
Setelah itu dilanjutkan dengan Tari Jauk Longor yang menggambarkan raja raksasa yang agung. Dalam ruang gerak internal dan eksternalnya ditekankan pada gerakan jari tangan gegirahan. Gegirahan itu sendiri mengandung makna Denawa Wregsa. Sesolahan Panghider sendiri ditampilkan paling terakhir. *ind
1
Komentar