Warga Keluhkan Pengambilan Sampah Swakelola
Anggota dewan minta Pemkot Denpasar segera bertindak untuk mengatasinya dan jangan dibiarkan berlarut-larut
DENPASAR, NusaBali
Sejumlah warga di Kota Denpasar keluhkan pengambilan sampah rumah tangga yang dikelola desa/kelurahan melalui swakelola lamban. Akibatnya, sampah yang ditempatkan di rumah mereka kerap menumpuk. Warga menyayangkan dengan adanya swakelola malah tidak memberikan solusi secara maksimal dalam pengangkutan sampah di Kota Denpasar.
Dilain hal, warga yang tinggal di Denpasar harus mengikuti aturan dari Dinas Lingkungan Hidup ( DLHK) berkewajiban menaruh sampah saat sore hari. Namun, justru tempat penampungan tidak ada, sehingga banyak warga tidak tertib menaruh sampah. Seperti sampah di pintu masuk gang-gang perumahan. Aturan pelarangan menempatkan sampahpun dipasang pihak berwenang.
"Kami warga merasa bingung, khususnya warga perumahan. Disatu sisi kami mengikuti swakelola sampah desa dan membayar iuran. Nyatanya pelayanan kurang maksimal, sampah sering numpuk. Jika mau membuang sampah di depan harus sore hari, dipihak lain ada oknum warga yang seenaknya membuang sampah di depan gang masuk perumahan berdalih diambil oleh DLHK. Tapi keseringan menumpuk di depan pintu masuk gang," kata salah seorang warga di Gang Padi, Banjar Ambengan, Desa Paguyangan Kangin, yang namanya tak mau dikorankan.
Dikatakan, saat ini spanduk larangan membuang sampah pada pintu masuk sudah terpasang . "Yang kita keluhkan, penampungan sementara tidak ada, tak mungkin nongkrongin truk angkut sampah di depan pintu gang. Bagi oknum tak bertanggungjawab, mereka seenaknya menaruh sampah, tanpa menghiraukan kelancaran keluar masuk gang, terkadang menumpuk dan jorok, " sesalnya.
Saat ditemui usai sidang paripurna DPRD Kota Denpasar, Ketua Fraksi Hanura IB Kiana langsung menanggapi penanganan sampah di Kota Denpasar. Bahkan, dirinya mencibir kebijakan pemerintah kota yang kurang merespon keluhan warga. "Kalau memang kebijakan swakelola bermasalah, apakah armadanya kurang, SDMnya kurang, harusnya langkah Pemkot segera bertindak untuk mengatasinya, jangan dibiarkan berlarut-larut ," jelas Kiana.
Pihaknya mengakui adanya keluhan penanganan sampah secara swadaya kerap menjadi perbincangan warga masyarakat. Terkadang kesiapan armada menjadi pemicunya, sedangkan aturan menaruh sampah saat sore hari banyak yang dilanggar warga. "Tempat membuang sampah sementara tidak ada, sedangkan pelanggaran sampah terus terjadi, ini harus dicarikan solusi, bila perlu Pemkot bisa memberikan subsidi silang, kalau armada sampah swakelola kurang, perlu kebijakan untuk memberikan alternatif , jangan dilepas begitu saja pengelola sampah swakelola ke desa ," tegas anggota dewan asal Sanur Kaja ini.
Saat dihubungi, Kabid Persampahan dan Pengolahan Limbah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar Ketut Adi Wiguna, mengakui permasalahan sampah yang dikelola desa atau kelurahan kerap terjadi. Bahkan, ia mengatakan, warga juga ada yang mengadu ke DLHK langsung yang harusnya bisa ditangani secara langsung oleh desa/kelurahan setempat.
"Karena tugas tersebut merupakan wewenang desa dan kelurahan sebagai koordinator swakelola, kami akan menegur dan mengingatkan kembali kepada koordinator swakelola sampah di Denpasar. Agar pekerjaan mereka lebih maksimal dalam pelayanan pengambilan sampah. Dalam aturan setiap dua hari sampah harus diambil, apalagi warga sudah membayar dan masuk pengelolaannya ke desa," jelas Adi Wiguna.
Sementara pengadaan armada pengangkut sampah swakelola berupa motor cikar (moci), menurut Adi Wiguna itu sudah dilakukan pengadaan dengan menggunakan alokasi dana desa (ADD ). "Fasilitas penanganan sampah seperti moci sudah langsung disediakan oleh desa. Untuk saat ini perbanjarnya minimal 1-2 moci disediakan. Namun, kendala yang dihadapi saat pengambilan sampah akan kami lakukan evaluasi kepada koordinator di desa yakni kepala desanya. Dan akan terus kami lakukan pembinaan," jelasnya.
Untuk saat ini, yang belum memiliki anggaran sendiri untuk pembelian fasilitas, kata dia, adalah kelurahan yang masih menggunakan APBD. "Kalau desa sudah mereka punya anggaran sendiri, yang kami fasilitasi kelurahan, saat ini baru tersedia 40 unit. Kami akui memang itu belum maksimal dan rencananya akan dianggarkan kembali 20 unit moci di pengajuan anggaran perubahan 2019," tandasnya. *m
Sejumlah warga di Kota Denpasar keluhkan pengambilan sampah rumah tangga yang dikelola desa/kelurahan melalui swakelola lamban. Akibatnya, sampah yang ditempatkan di rumah mereka kerap menumpuk. Warga menyayangkan dengan adanya swakelola malah tidak memberikan solusi secara maksimal dalam pengangkutan sampah di Kota Denpasar.
Dilain hal, warga yang tinggal di Denpasar harus mengikuti aturan dari Dinas Lingkungan Hidup ( DLHK) berkewajiban menaruh sampah saat sore hari. Namun, justru tempat penampungan tidak ada, sehingga banyak warga tidak tertib menaruh sampah. Seperti sampah di pintu masuk gang-gang perumahan. Aturan pelarangan menempatkan sampahpun dipasang pihak berwenang.
"Kami warga merasa bingung, khususnya warga perumahan. Disatu sisi kami mengikuti swakelola sampah desa dan membayar iuran. Nyatanya pelayanan kurang maksimal, sampah sering numpuk. Jika mau membuang sampah di depan harus sore hari, dipihak lain ada oknum warga yang seenaknya membuang sampah di depan gang masuk perumahan berdalih diambil oleh DLHK. Tapi keseringan menumpuk di depan pintu masuk gang," kata salah seorang warga di Gang Padi, Banjar Ambengan, Desa Paguyangan Kangin, yang namanya tak mau dikorankan.
Dikatakan, saat ini spanduk larangan membuang sampah pada pintu masuk sudah terpasang . "Yang kita keluhkan, penampungan sementara tidak ada, tak mungkin nongkrongin truk angkut sampah di depan pintu gang. Bagi oknum tak bertanggungjawab, mereka seenaknya menaruh sampah, tanpa menghiraukan kelancaran keluar masuk gang, terkadang menumpuk dan jorok, " sesalnya.
Saat ditemui usai sidang paripurna DPRD Kota Denpasar, Ketua Fraksi Hanura IB Kiana langsung menanggapi penanganan sampah di Kota Denpasar. Bahkan, dirinya mencibir kebijakan pemerintah kota yang kurang merespon keluhan warga. "Kalau memang kebijakan swakelola bermasalah, apakah armadanya kurang, SDMnya kurang, harusnya langkah Pemkot segera bertindak untuk mengatasinya, jangan dibiarkan berlarut-larut ," jelas Kiana.
Pihaknya mengakui adanya keluhan penanganan sampah secara swadaya kerap menjadi perbincangan warga masyarakat. Terkadang kesiapan armada menjadi pemicunya, sedangkan aturan menaruh sampah saat sore hari banyak yang dilanggar warga. "Tempat membuang sampah sementara tidak ada, sedangkan pelanggaran sampah terus terjadi, ini harus dicarikan solusi, bila perlu Pemkot bisa memberikan subsidi silang, kalau armada sampah swakelola kurang, perlu kebijakan untuk memberikan alternatif , jangan dilepas begitu saja pengelola sampah swakelola ke desa ," tegas anggota dewan asal Sanur Kaja ini.
Saat dihubungi, Kabid Persampahan dan Pengolahan Limbah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar Ketut Adi Wiguna, mengakui permasalahan sampah yang dikelola desa atau kelurahan kerap terjadi. Bahkan, ia mengatakan, warga juga ada yang mengadu ke DLHK langsung yang harusnya bisa ditangani secara langsung oleh desa/kelurahan setempat.
"Karena tugas tersebut merupakan wewenang desa dan kelurahan sebagai koordinator swakelola, kami akan menegur dan mengingatkan kembali kepada koordinator swakelola sampah di Denpasar. Agar pekerjaan mereka lebih maksimal dalam pelayanan pengambilan sampah. Dalam aturan setiap dua hari sampah harus diambil, apalagi warga sudah membayar dan masuk pengelolaannya ke desa," jelas Adi Wiguna.
Sementara pengadaan armada pengangkut sampah swakelola berupa motor cikar (moci), menurut Adi Wiguna itu sudah dilakukan pengadaan dengan menggunakan alokasi dana desa (ADD ). "Fasilitas penanganan sampah seperti moci sudah langsung disediakan oleh desa. Untuk saat ini perbanjarnya minimal 1-2 moci disediakan. Namun, kendala yang dihadapi saat pengambilan sampah akan kami lakukan evaluasi kepada koordinator di desa yakni kepala desanya. Dan akan terus kami lakukan pembinaan," jelasnya.
Untuk saat ini, yang belum memiliki anggaran sendiri untuk pembelian fasilitas, kata dia, adalah kelurahan yang masih menggunakan APBD. "Kalau desa sudah mereka punya anggaran sendiri, yang kami fasilitasi kelurahan, saat ini baru tersedia 40 unit. Kami akui memang itu belum maksimal dan rencananya akan dianggarkan kembali 20 unit moci di pengajuan anggaran perubahan 2019," tandasnya. *m
1
Komentar