Kasek SDN Munduk Bestala Ikuti Diklat Tingkat ASEAN
Kasek SDN Munduk Bestala, Kecamatan Seririt, Buleleng, I Made Sutayasa, berhasil menembus seleksi training Science Classroom Supervision (SCS) yang diselenggarakan SEAMEO (South East ASIA Ministry Education Organization).
SINGARAJA, NusaBali
Setelah menyisihkan 200 pelamar, ia akhirnya melenggang ke diklat itu bersama 29 orang lainnya dari 11 negera di Asia Tenggara. Diklat internasional itu berlangsung di Jakarta, 10 - 19 Juli 2018. Ia mendapatkan banyak pembelajaran terkait supervisi serta pengelolaan lingkungan sekolah untuk kemajuan pendidikan. Ia juga mendapatkan banyak metode pengembangan pembelajaran baru untuk peningkatan kualitas pendidikan.
Pria kelahiran Singaraja, 4 Agustus 1972, saat dihubungi Selasa (24/7) siang, mengatakan dirinya tertarik mengikuti diklat internasional itu setelah mendapatkan informasi dari seorang peserta Simposium 2018. “Begitu saya dapat info itu langsung tertarik, untuk mendapatkan hal lebih sebagai seorang kepala sekolah,” ungkap dia.
Anak kedua dari dua bersaudara ini pun lengsung aktif mencari link website dan mendaftarkan diri dengan sejumlah persyaratan yang harus dilengkapi. Hingga pada akhir Mei 2018, ia dinyatakan lulus seleksi administrasi dan diwajibkan mengikuti tes wawancara bersama 200 peserta lainnya dari 11 negara di Asia Tenggara.
Sutayasa mengatakan, 200 peserta yang ikut tes wawancara hanya 30 orang dinyatakan lolos. 10 orang di antaranya adalah warga Negara tetangga seperti Laos, Vietnam, Myanmar, Philipina, Kamboja, Timor Leste, Thailand, dan Brunei Darussalam. Sedangkan 20 orang sisanya berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam kesempatan emas itu ayah tiga anak ini juga berangkat mewakili Bali bersama Kasek SDN 2 Taro, Gianyar.
Selama sembilan hari mendapatkan pembekalan berbagai macam materi, seperti pendididkan berkualitas dengan sistem beasiswa sekolah, pengembangan potensi guru profesional, pengembangan pengetahuan saint abad ke 21, manajemen sekolah dasar, kepemimpinan, strategi pembelajaran supervise dan pembelajaran berbasis Saint Teknologi Enginering dan Mathematic (STEM).
Ia mengaku bersemangat karena diklat tersebut memiliki kewenangan prinsip dan supervisi yang sesuai dengan jabatannya sebagai kasek. Ia menjadi kasek baru tiga tahun. Dengan kesempatan ini dirinya mengaku telah melakukan pendekatan lintas materi dan mendapatkan disiplin ilmu dari peserta lainnya untuk diterapkan di sekolahnya.
Sebagai peserta diklat, dirinya juga diharuskan menerapkan sistem pembelajaran STEM di sekolahnya. Sehingga ke depannya anak-anak bisa kreatif, pembelajaran lebih menarik dan bersifat saintific. Kata dia, sarana prasara pendukung metode pembelajaran STEM, tidak menjadi masalah. Bahkan selama ini meski alat pembelajaran di sekolah terbatas, guru-guru menyiasatinya dengan lebih kreatif menghadirkan media pembelajaran yang diperlukan. “Jadi dengan ilmu baru ini kami ingin memotivasi guru-guru dan pemahaman supervise dengan lebih akrab karena selama ini dikenal menakutkan. Selain juga mempelajari etos kerja guru dan tenaga pendidikan di luar sana. Yang patut kita tiru jika memang layak dan baik,” kata dia. Suami Desa Ketut Widiartini ini juga mengaku akan menularkan seluruh ilmu yang didapatkannya ke sekolah lain di Buleleng. Panitia pelaksana SCS pun masih terus akan memantau Sutayasa dlaam penerapan materi diklat yang didapatkannya selama sembilan hari penuh. *k23
Setelah menyisihkan 200 pelamar, ia akhirnya melenggang ke diklat itu bersama 29 orang lainnya dari 11 negera di Asia Tenggara. Diklat internasional itu berlangsung di Jakarta, 10 - 19 Juli 2018. Ia mendapatkan banyak pembelajaran terkait supervisi serta pengelolaan lingkungan sekolah untuk kemajuan pendidikan. Ia juga mendapatkan banyak metode pengembangan pembelajaran baru untuk peningkatan kualitas pendidikan.
Pria kelahiran Singaraja, 4 Agustus 1972, saat dihubungi Selasa (24/7) siang, mengatakan dirinya tertarik mengikuti diklat internasional itu setelah mendapatkan informasi dari seorang peserta Simposium 2018. “Begitu saya dapat info itu langsung tertarik, untuk mendapatkan hal lebih sebagai seorang kepala sekolah,” ungkap dia.
Anak kedua dari dua bersaudara ini pun lengsung aktif mencari link website dan mendaftarkan diri dengan sejumlah persyaratan yang harus dilengkapi. Hingga pada akhir Mei 2018, ia dinyatakan lulus seleksi administrasi dan diwajibkan mengikuti tes wawancara bersama 200 peserta lainnya dari 11 negara di Asia Tenggara.
Sutayasa mengatakan, 200 peserta yang ikut tes wawancara hanya 30 orang dinyatakan lolos. 10 orang di antaranya adalah warga Negara tetangga seperti Laos, Vietnam, Myanmar, Philipina, Kamboja, Timor Leste, Thailand, dan Brunei Darussalam. Sedangkan 20 orang sisanya berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam kesempatan emas itu ayah tiga anak ini juga berangkat mewakili Bali bersama Kasek SDN 2 Taro, Gianyar.
Selama sembilan hari mendapatkan pembekalan berbagai macam materi, seperti pendididkan berkualitas dengan sistem beasiswa sekolah, pengembangan potensi guru profesional, pengembangan pengetahuan saint abad ke 21, manajemen sekolah dasar, kepemimpinan, strategi pembelajaran supervise dan pembelajaran berbasis Saint Teknologi Enginering dan Mathematic (STEM).
Ia mengaku bersemangat karena diklat tersebut memiliki kewenangan prinsip dan supervisi yang sesuai dengan jabatannya sebagai kasek. Ia menjadi kasek baru tiga tahun. Dengan kesempatan ini dirinya mengaku telah melakukan pendekatan lintas materi dan mendapatkan disiplin ilmu dari peserta lainnya untuk diterapkan di sekolahnya.
Sebagai peserta diklat, dirinya juga diharuskan menerapkan sistem pembelajaran STEM di sekolahnya. Sehingga ke depannya anak-anak bisa kreatif, pembelajaran lebih menarik dan bersifat saintific. Kata dia, sarana prasara pendukung metode pembelajaran STEM, tidak menjadi masalah. Bahkan selama ini meski alat pembelajaran di sekolah terbatas, guru-guru menyiasatinya dengan lebih kreatif menghadirkan media pembelajaran yang diperlukan. “Jadi dengan ilmu baru ini kami ingin memotivasi guru-guru dan pemahaman supervise dengan lebih akrab karena selama ini dikenal menakutkan. Selain juga mempelajari etos kerja guru dan tenaga pendidikan di luar sana. Yang patut kita tiru jika memang layak dan baik,” kata dia. Suami Desa Ketut Widiartini ini juga mengaku akan menularkan seluruh ilmu yang didapatkannya ke sekolah lain di Buleleng. Panitia pelaksana SCS pun masih terus akan memantau Sutayasa dlaam penerapan materi diklat yang didapatkannya selama sembilan hari penuh. *k23
Komentar