Bali Perlu Waspadai Labuhan Bajo dan Banyuwangi
Bali masih menjadi destinasi primadona traveler di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Co-Founder sekaligus Chief Marketing Officer Tiket.com, Gaery Undarsa.
DENPASAR, NusaBali
Indikasinya, kata Gaery, terjadi peningkatan sales pembelian tiket pesawat terbang maupun pemesanan hotel. “Tiket pesawat meningkat tiga kali lipat dibanding tahun lalu, bahkan pemesanan hotel melonjak hingga delapan kali lipat,” ungkap Gaery Undarsa.
Diakui oleh pelopor online travel agent (OTA) di Indonesia ini bahwa secara riel, ada tiga kota ‘origin’ atau pusat ‘kepergian’ , yakni, Jakarta, Bandung dan Surabaya. “Dari hasil analytic kami, orang Bali secara jumlah bepergian tidak terlalu besar, tapi booking terbesar adalah ke Bali,” ungkap Gaery. “Surabaya juga besar, karena selain untuk leisure juga kepentingan bisnis,” tambahnya.
Namun buru-buru Gaery mengingatkan bahwa persaingan destinasi wisata akan lebih kompetitif di masa mendatang. Dari pengamatannya, Labuhan Bajo (NTT) mengalami pertumbuhan pesat. Demikian pula Banyuwangi yang saat ini terus berbenah. “Labuhan Bajo dan Banyuwangi adalah saingan Bali,” ulasnya.
Sementara Lombok dinilainya bukan sebagai rivalitas yang perlu ditakuti. “Lombok lebih mengandalkan pariwisata pantai saja. Berbeda dengan Banyuwangi yang punya keanekaragaman destinasi,” ujarnta. Budaya Lombok yang ‘lebih ketat’ juga dinilainya menjadi kendala lain bagi pengembangan wisata Lombok.
Gaery sendiri mengakui bahwa airport di Bali saat ini sudah lebih baik dibanding beberapa tahun lalu. Namun Bandara Ngurah Rai disebutnya tidak cukup. “Memang diperlukan adanya bandara baru di Bali Utara,” sebutnya. “Saya sudah merasakan betapa lelahnya jika harus melalui akses jalan darat menuju Bali Utara,” cerita Gaery.
Dengan adanya bandara di Bali Utara, lanjutnya, maka distribusi wisatawan tak terpusat di Bali Selatan, dan pada akhirnya membuat krodit dan kemacetan sehingga memberi citra tak nyaman bagi para wisatawan. “Sales Bali memang terus naik, tapi hal-hal tersebut juga harus dipikirkan,” usulnya.
Tingginya pangsa pasar ke Bali itu pun diakui Gaery membuat Tiket com membuka kantor di Bali, tujuannya untuk lebih menjalin relasi dengan rekanan, terutama pihak hotel yang berjumlah sekitar 4.000. “Kantor ini diciptakan memang untuk ‘nongkrong’, karena tidak diciptakan untuk melayani pembelian. Bisnis travel, hotel khususnya, merupakan bisnis yang tergantung pada relasi, sehingga butuh kantor lokal yang mewakili di kota yang menjadi destinasi,” jelasnya soal kantor di Jalan Sunset Road Kuta yang diresmikan Jumat (27/7) lalu. Selain membuka kantor representatif di Bali, rencananya akan dibuka pula kantor di Surabaya, Makassar, dan Medan. Sebelumnya kantor sejenis juga sudah dibuka di Jogyakarta. *mao
Indikasinya, kata Gaery, terjadi peningkatan sales pembelian tiket pesawat terbang maupun pemesanan hotel. “Tiket pesawat meningkat tiga kali lipat dibanding tahun lalu, bahkan pemesanan hotel melonjak hingga delapan kali lipat,” ungkap Gaery Undarsa.
Diakui oleh pelopor online travel agent (OTA) di Indonesia ini bahwa secara riel, ada tiga kota ‘origin’ atau pusat ‘kepergian’ , yakni, Jakarta, Bandung dan Surabaya. “Dari hasil analytic kami, orang Bali secara jumlah bepergian tidak terlalu besar, tapi booking terbesar adalah ke Bali,” ungkap Gaery. “Surabaya juga besar, karena selain untuk leisure juga kepentingan bisnis,” tambahnya.
Namun buru-buru Gaery mengingatkan bahwa persaingan destinasi wisata akan lebih kompetitif di masa mendatang. Dari pengamatannya, Labuhan Bajo (NTT) mengalami pertumbuhan pesat. Demikian pula Banyuwangi yang saat ini terus berbenah. “Labuhan Bajo dan Banyuwangi adalah saingan Bali,” ulasnya.
Sementara Lombok dinilainya bukan sebagai rivalitas yang perlu ditakuti. “Lombok lebih mengandalkan pariwisata pantai saja. Berbeda dengan Banyuwangi yang punya keanekaragaman destinasi,” ujarnta. Budaya Lombok yang ‘lebih ketat’ juga dinilainya menjadi kendala lain bagi pengembangan wisata Lombok.
Gaery sendiri mengakui bahwa airport di Bali saat ini sudah lebih baik dibanding beberapa tahun lalu. Namun Bandara Ngurah Rai disebutnya tidak cukup. “Memang diperlukan adanya bandara baru di Bali Utara,” sebutnya. “Saya sudah merasakan betapa lelahnya jika harus melalui akses jalan darat menuju Bali Utara,” cerita Gaery.
Dengan adanya bandara di Bali Utara, lanjutnya, maka distribusi wisatawan tak terpusat di Bali Selatan, dan pada akhirnya membuat krodit dan kemacetan sehingga memberi citra tak nyaman bagi para wisatawan. “Sales Bali memang terus naik, tapi hal-hal tersebut juga harus dipikirkan,” usulnya.
Tingginya pangsa pasar ke Bali itu pun diakui Gaery membuat Tiket com membuka kantor di Bali, tujuannya untuk lebih menjalin relasi dengan rekanan, terutama pihak hotel yang berjumlah sekitar 4.000. “Kantor ini diciptakan memang untuk ‘nongkrong’, karena tidak diciptakan untuk melayani pembelian. Bisnis travel, hotel khususnya, merupakan bisnis yang tergantung pada relasi, sehingga butuh kantor lokal yang mewakili di kota yang menjadi destinasi,” jelasnya soal kantor di Jalan Sunset Road Kuta yang diresmikan Jumat (27/7) lalu. Selain membuka kantor representatif di Bali, rencananya akan dibuka pula kantor di Surabaya, Makassar, dan Medan. Sebelumnya kantor sejenis juga sudah dibuka di Jogyakarta. *mao
Komentar