Para Sopir Anarkis Harus Disanksi
Dishub ancam cabut izin usaha 34 perusahaan taksi yang tak beri sanksi.
JAKARTA, NusaBali
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI, Andri Yansyah, meminta para perusahaan taksi untuk menindak tegas sopir yang bersikap anarkis saat berdemo, Selasa (22/3). Bila tak ada tindakan tegas, Dishub mengancam akan memberikan sanksi pencabutan izin usaha.
Melalui surat resmi Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andri menegaskan kepada seluruh pimpinan perusahaan taksi, "Jika Saudara tak melaksanakan tindakan tegas/pemecatan, maka kami akan melakukan pencabutan izin usaha angkutan taxi Saudara." ujarnya seperti dilansir cnnindonesia.
Menurut Andri, tindakan tegas perlu diberikan lantaran para sopir taksi yang mendemo aplikasi taksi online seperti Grab Taxi dan Uber Taxi ini telah merusak fasilitas umum. Lebih jauh, sejumlah sarana angkutan darat seperti bajaj juga telah dirusak oleh para pendemo.
Surat tertanggal 22 Maret 2016 ini ditembuskan langsung kepada Gubernur DKI, Wakil Gubernur DKI, Sekda DKI, serta Deputi Gubernur Bidang Industri Perdagangan dan Transpotrasi, sampai ke Ketua DPD Organda DKI. Dilampirkan pula imbauan surat ini kepada perusahaan taksi yang beroperasi di Jakarta. Ada 34 perusahaan taksi yang tercantum dalam surat ini.
Ahok melalui akun twitternya @basuki_btp juga mengatakan hal serupa, "Seluruh perusahaan taksi yang tidak menindak oknum-oknum demo yang melakukan pengrusakan, izin usahanya akan saya cabut."
Surat tersebut juga bersifat segera. Artinya, surat diterima oleh ke-34 perusahaan tersebut untuk ditindaklanjuti. Salah satu operator taksi, Blue Bird memberikan responnya.
"Kami belum lihat cuitan Pak Gubernur. Kami masih fokus memberikan pelayanan yang terbaik pada pelanggan," kata Komisaris Blue Bird Tbk Noni Sri Aryati Purnomo di Kantor Blue Bird, Jalan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (22/3).
"Kalau ada (yang anarkis) juga langsung ditindak. Kami memang sudah berkomitmen dari hari Minggu bahwa kami tak mengizinkan pengemudi kami demo," lanjutnya dilansir detik.
Sementara itu, peneliti kebijakan dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Muhammad Faiz Aziz menyarankan Pemerintah melakukan survei kepada masyarakat sebagai langkah awal meredam polemik yang terjadi antara angkutan umum konvensional dan angkutan umum berbasis aplikasi.
Menurut Muhammad Faiz Aziz, pemerintah harus mampu mengakomodir kepentingan antar-penyedia jasa, sopir, dan terlebih lagi keinginan masyarakat sebagai konsumen.
Apabila dalam hasil survei tersebut mengatakan bahwa masyarakat lebih menyukai angkutan umum berbasis online, maka mau tidak mau pemerintah harus memfasilitasinya dengan merevisi UU Transportasi.
Survei tersebut, kata Faiz, bisa digunakan sebagai dasar untuk membuat peraturan yang lebih adil dan tidak hanya menguntungkan satu pihak saja.
"Masalah seperti ini pernah terjadi di Malaysia. Indonesia bisa mencontohnya. Saat itu Pemerintah Malaysia langsung melakukan survei kepada masyarakat," kata Faiz saat dihubungi, Selasa (22/3) dilansir kompas.
"Hasilnya ternyata angkutan berbasis aplikasi lebih diminati. Setelah itu UU Transportasinya direvisi," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga harus menerapkan tarif batas bawah, seperti yang pernah dilakukan Menteri Perhubungan dengan menentukan tarif batas bawah di sektor penerbangan untuk kelas ekonomi. 7
Komentar